Jumat, 02 Desember 2016

PKL di Ngawi [Hari Pertama]

Hi everyone! Tebak aku berada dimana sekarang? Yup, kaki dan tubuhku nggak lagi memijak bumi Surabaya sekarang, namun tengah berada di suatu kota di ujung Barat Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Ngawi. Nggak lagi liburan sih, tapi lagi mengikuti PKL (Praktek Kerja Lapangan) mata kuliah Komunikasi dan Modernitas. Intinya: NUGAS, tapi sembari having fun hehehe.
            PKL ini sudah direncanakan sejak awal perkuliahan, yakni pas awal bulan September. Dosen yang mengajar adalah Bu Ida, Pak Yayan dan Bu Sri. Suatu kewajiban dan tradisi turun temurun kalau mata kuliah ini SELALU ada PKL di luar kota. Karena kita meneliti suatu daerah sudah ada aspek modernitas atau belum. Apakah suatu daerah civilized atau masih indigeneous? Bagaimana pola pikir masyarakatnya? Bagaimana masyarakat menyikapi media dan fenomena komunikasi lain? Dan sejenisnya.

            Sesuai rencana, kita PKL mulai hari Kamis (1/12/2016) hingga Minggu (4/12/2016). 4 hari 3 malam. Awalnya, kabupaten yang dipilih bukan Ngawi, melainkan Jember. Ketuanya pun pada awalnya Rana. Tapi, karena Bu Ida mengingat suatu kejadian “nggak enak” yang pernah dialami oleh tim PKL FISIP di Jember, akhirnya Bu Ida berubah halauan. Dipilihlah kabupaten Ngawi dengan ketua Andre. Dibentuk pula kepanitiaan yang diprakarsai putra-putri daerah (alias: anak-anak NON-Surabaya), dengan alasan mereka lebih mengerti aspek kedaerahan dibanding kami yang anak-anak kota, hehehe.
            Lalu, mereka mulai survey ke Ngawi. Survey-nya mulai dari nge-lobi orang kecamatan dan kelurahan, mencari-cari tempat menginap, menanyakan bagaimana kehidupan sehari-hari pas kita tinggal disana (misal: apakah letak pasar berdekatan dengan tempat menginap, apa fasilitas yang diberikan dan bagaimana timbal balik yang kita beri, dkk), mencari-cari responden potensial kita, merencanakan baksos, dll. Kita juga harus nge-booking satu gerbong kereta KHUSUS untuk dinaiki peserta mata kuliah ini. Bayarnya sekitar Rp. 195.000 (Pulang-Pergi), naik kereta Ekonomi.
Tugas kita adalah meneliti masyarakat daerah itu dengan kasus/fenomena-fenomena komunikasi. Kalau kelompokku (kelompok 12) kita meneliti soal penggunaan media sosial pada remaja di daerah Pelangkidul, Ngawi. Kita semua ditugaskan untuk bikin penelitian kuantitatif gitu, dan kita juga harus nyebar-nyebar kuisioner ke responden. Minimal 100 orang pula (standarnya). Sebelum pergi ke Ngawi, di kampus kita harus lebih dulu bikin Bab 1 dan Bab 2, juga menyusun kuisioner. Ada pula aspek non-akademis seperti nyusun anggaran keuangan buat hidup sehari-hari, mikir soal hadiah yang bakal diberi, mikir baksos/pengabdian masyarakat di daerah itu, dan lain-lain.
            Oke, sekarang aku akan bercerita soal hari pertama. Check it out!

          Kamis, 1 Desember 2016.
            Sehari sebelumnya, Rabu (30/11), aku sibuk banget. Nyusun layout buat majalah sekolah SMA Muhammadiyah 1 Surabaya (32 halaman layout! kudu nangis, hiks), trus siangnya ngumpulin layout fix ke SMAMSA. Sebenernya, layout-nya nggak terlalu rapi, ukuran halamannya pun (agak) beda-beda. Ukurannya A5, tapi size-nya ada yang 1749 x 2489, ada yang 1752 x 2486, ada yang 1788 x 2492. Gak rapi kan? Soalnya, aku lupa pake ruler buat membatasi ukuran halaman. Yaudah deh, aku pasrah. Aku serahin hasilnya ke percetakan. Pokoknya, edisi semester depan nggak boleh gitu lagi!
            Lalu, sorenya jam 5 aku harus ke kampus. Ambil uang dari bendahara event UMC ‘After Exam’ (pas hujan deres pula), trus dilanjut rapat di kantin FIB mulai jam 6 sore. Rapatnya sampai malam aslinya, tapi aku izin pulang duluan jam 8, karena harus packing buat PKL. Sepulangnya, aku langsung menata baju-baju, alat mandi, laptop, dan lain-lain. Satu carrier ukuran 60L bahkan sampai penuh, jadi aku membawa tas selempang kecil yang berisi peralatan elektronik, powerbank, dompet dan charger. Tas kecil isinya barang-barang yang bisa dibuat mobile, lah.
Cuman bisa tidur sejam setelah memindahkan isi memory card kamera ke laptop. Jam 3.30 dibangunkan orangtua. Habis itu mandi dan siap-siap. Rencananya sih jam 5 di depan Vokasi mau ketemu Hata buat ngasih buku-buku yang dipakai danus, tapi nggak jadi. Gak yakin aku, dia pasti belum bangun sepagi ini. Daripada bawa berat-berat tapi dia nggak dateng, mendingan gak usah. Biar dia aja yang ngambil bukunya di rumahku, nanti.
Akhirnya, jam 6 aku diantar Ayah ke Stasiun Gubeng Baru. Sempet mampir Indomaret buat menambah perbekalan logistik di jalan, beli roti dan biskuit gitu. Lalu, di Stasiun masih agak sepi rupanya, hanya ada Dino, Taqi, Faizul dan siapa lagi, aku lupa. Ngumpul sama kelompokku, sembari ngemil sedikit-sedikit buat menambah energi. Semakin siang, anak yang datang semakin banyak. Jam 7:45-an, kita mulai memasuki gate Stasiun, dengan menunjukkan boarding pass dan KTP/SIM (tanda pengenal).
Aku ngirim foto ini ke Rizal, hehe
Nunggu 10 menitan, baru kereta datang. Kami bergegas memasuki gerbong nomor 3. Sedihnya, aku terpisah dari kelompokku. Mereka di kursi nomor 15/16, aku sendiri di nomer 24 (deket pintu keluar). Awalnya ku pikir sendirian, ternyata aku sekursi sama Mbak Khansa, Mas Bagus dan Filda. Gak bisa banyak ngobrol sama senior, akhirnya aku menghabiskan waktuku dengan mendengarkan musik melalui headset sembari memandang keluar jendela. Aku juga menghitungi waktu kereta berhenti di stasiun, sampai di Ngawi. Haha, kurang kerjaan banget. Ini screencapture-nya:
Aku sempet ketiduran setengah jam, lumayan lah buat nambah energi karena semalaman cuman tidur sejam. Bangun-bangun langsung ngerasa segar. Pemandangan lewat kereta ternyata lebih bagus ketimbang pas aku naik bis. Lebih luas, banyak lewat sawah dan ladang. Selain itu, naik kereta lebih cepat dibanding naik bis (bis ngetemnya lama, kereta ngetem paling lama 15 menit). Naik kereta juga bebas dari traffic (yaiyalah). Trus pas di Nganjuk aku sempet ngirim foto ini ke Esti (temen APS) dan cerita-cerita.
Pemandangan
Sempet dikasih makan sama panitia PKL (lemper, roti dan nasi bungkus). Lumayan lah, nggak keluar uang buat makan, hehe. Oh ya, walau kami naik kereta ekonomi tapi fasilitasnya luar biasa, lho! Ada 3 buah AC per gerbong, ada stopkontak isi 2 tiap deret kursi. Kursinya lebar, empuk pula. Jendelanya pun masih kondisi baik. Ada juga pemberitahuan kalau kita mau berhenti di stasiun selanjutnya, lewat speaker dengan pengisi suara perempuan dalam 2 bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Servisnya dari petugas kereta juga baik banget dan ramah. Selain itu, penumpang gak boleh sama sekali ngerokok di dalam kereta, jadi kalau berhenti di stasiun, baru mereka turun dan merokok di luar. TOP deh!
Tuh anak-anak bagi-bagi makanan
Oh ya, jam 11:57 kami berhenti di Stasiun Walikukun. Inilah stasiun terakhir kami, dan perkiraan waktunya lebih cepat beberapa menit dari estimasi waktu yang tertera di tiket kereta. Kami turun dari kereta, dibantuin petugas kereta dan petugas stasiun, lalu berjalan keluar dan menemukan 2 truk besar! Rencananya, kami bakal naik truk itu menuju ke kantor kecamatan Kedunggalar. Wih wih.
Antri turun
Sampailah kita~
Semua pada shock, tapi excited juga.
Kami menaikkan barang-barang ke atas truk. Lalu, kami harus BERDIRI sepanjang perjalanan, karena kalau kita duduk, gak bakal cukup. Alhasil, pada heboh semua, karena tiap lewat jalan belokan, anak-anak selalu ‘oleng’ hahaha. Apalagi yang berdiri di tengah, sudah pasti bakal jatuh ke temen-temennya. Makanya, kita harus pegangan biar nggak miring-miring atau jatuh, hehe. Lebih kasihan lagi anak-anak yang berdiri di belakang, karena diatas mereka nggak ada terpal jadi mereka kepanasan. Kadang malah, mereka kena ranting-ranting pohon, jadi sakit semua, haha.
Merakyat ~
Btw pas di truk tadi aku liat siluet gunung indah banget. Keliatan gede, bentuknya kerucut. Karena Ngawi dataran rendah, jadi gunung itu terlihat sangat besar. Kayaknya itu Gunung Lawu. Gunung yang kata omku sangat melelahkan, haha, karena track-nya yang terjal dan vertikal. Mirip track pos 4 Gunung Penanggungan, kata omku dulu. 
Perjalanan menggunakan truk memakan waktu sekitar 30 menitan. Tapi kerasa lamaaaa banget, haha. Naik truk bener-bener bikin capek, bahkan ada yang pusing dan mual. Kami sampai di kantor kecamatan Kedunggalar, menurunkan barang lalu berjalan masuk ke balainya. Sudah ada puluhan kursi berwarna hijau di dalamnya. Karena sudah penuh, aku kebagian duduk di bagian belakang.
Acara dimulai dengan pembukaan oleh MC (Revin), lalu ada sambutan dari Pak Yayan dan Bu Ida. Terakhir ada sambutan dari Camat Kedunggalar. Ada doa bersama juga dari Dino. Setelahnya, tiap kelompok langsung menuju ke desa masing-masing, dengan mobil jemputan yang sudah disediakan tiap desa. Namun, ada yang nggak langsung ke desa, karena masih nungguin mobil jemputan. Kelompokku pun nunggu jemputan juga, agak lama sekitar 20 menitan. Jadi, kita tinggal makan dulu sebentar. Sisa nasi dari panitia juga masih banyak, jadi kelompokku ngambil nasi sisa buat makan sore atau malem (semoga nggak basi, haha).
Akhirnya, ada mobil Avanza putih yang dikendarai mas-mas usia 30 tahunan. Kita naruh barang di bagasi, lalu naik ke mobil. Cerita-cerita deh sama masnya. Cerita soal kota ini deh sembari berkendara menuju desa kita (desa Pelangkidul). Nggak jauh kok dari Kedunggalar, nggak sampai 30 menit naik mobil.
Jam 3 sore kita sampai di rumah pak lurah (atau pak kades). Rumahnya bagus banget, hampir semua pakai elemen kayu jati. Ada ukir-ukiran burung garuda yang bagus juga. Sangat memanjakan mata. Di dalamnya terlihat mewah. Ukurannya pun besar, dan masih ada lagi kamar-kamar di belakang yang nggak kalah luas. Ada jendela kayu yang bikin kita bisa liat luar. Ada lukisan, wayang yang terbuat dari kulit kambing, ada foto keluarga, ada pula foto anak KKN. Kata bapaknya, tempat ini emang sudah sering dipakai anak PKL atau KKN.
Serba kayu jati
Kita disediakan karpet buat duduk-duduk, dan kita langsung mengeluarkan stiker untuk diguntingi. Ada yang bagian mbungkusi kado buat anak-anak yang kita sasar jadi target pengabdian masyarakat. Setelah semuanya selesai, kita baru bisa agak nyantai. Mandi dan bersih-bersih, lalu jam 7 malam kita nonton film The Secret Life of Pets. Pada awalnya nonton semua, tapi lama-kelamaan Mela, Ica dan Fissa tumbang, tinggal aku, Angel dan Ilham yang masih nonton.
Malam itu grup Commers rame, karena isinya anak-anak upload foto semua. They look so happy walau ada kelompok yang katanya rumah yang ditempati agak spooky. Untungnya rumah kita baik-baik aja. Malam itu kami kelelahan dan mulai tidur jam 9. Padahal kita di Surabaya jam segitu masih kelayapan, wkwk. Aku tidur jam 10 setelah baca novel “A Heart for Two” dari Sandi Situmorang. Kita nggak jadi tidur di tikar, karena dikasih ibunya (Ibu Sri) kasur hehe.
Aaaand.... Good night!
Nantikan kisah hari kedua di Ngawi ya! 


BACA JUGA!
·                                PKL di Ngawi (Hari Kedua)
·                                PKL di Ngawi (Hari Ketiga)

·                                PKL di Ngawi (Hari Keempat)

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template