Jumat, 25 November 2016

Brand, Prestise dan Kapitalisme Global

0 komentar
Pernah mendengar Starbucks, Coca Cola dan McDonald? Barangkali, tak sekedar mengenal namanya, namun sebagian besar orang sudah pernah memakainya. Bahkan, sebagian orang lain telah menjadi konsumer loyal atas brand tersebut.  Ketiga brand tersebut (Starbucks, Coca Cola dan McDonald) berasal dari Amerika. Starbucks dari Seattle, Coca Cola dari Atlanta, Georgia dan McDonald dari San Bernardino, California. Dan ketiganya merupakan brand yang sudah menglobal dan memiliki tingkat penjualan yang fantastis.
 
Gambar 1: Starbucks dalam film “Empire – McAmerica: The Success Secrets of Brand USA”
            Ada alasan-alasan tertentu mengapa banyak orang di berbagai belahan dunia tetap menggunakan brand tersebut, walau terkadang harga jual produk dari brand tersebut jauh lebih tinggi dibanding produk lain yang sejenis. Starbucks misalnya, menjual minuman kopinya mulai harga Rp. 30.000 hingga Rp. 50.000 (belum termasuk PPN 10%). Padahal, di coffe bar lokal, harganya bisa jauh lebih murah. Sebagian orang menilai bahwa Starbucks tak hanya menjual produk kopi dengan citarasa yang enak, namun juga memakai service yang ramah kepada pelanggan sebagai salah satu komoditinya. Selain itu, kedai Starbucks selalu memiliki tampilan yang modern, mewah dan berkelas, ditambah dengan fasilitas WiFi yang kencang, yang juga menjadi daya tarik bagi konsumer setia mereka.

Minggu, 20 November 2016

Solo Traveling ke Ponorogo

0 komentar
Seperti yang kalian ketahui, 5 Oktober 2016 lalu aku pergi ke Ponorogo, salah satu kota yang ada di ujung paling barat provinsi Jawa Timur. Some of you might wondering, apa sih alasanku berkelana kesana? Apa yang ingin ku datangi? Dan kenapa memilih tempat yang tak terlalu popular sebagai destinasi wisata (bila dibandingkan dengan Malang, Batu dan Banyuwangi, misalnya). Terlebih, aku melakukan perjalanan ini sendirian dan tak ada yang menemani (solo traveling). Mengapa aku nekat ‘menceburkan diri’ seperti itu? Aku diserbu bertubi-tubi oleh banyak pertanyaan, dan kali ini aku akan membahasnya panjang lebar.
Baiklah, mari kita bahas. Bicara soal sejarahnya, aku sudah memikirkan soal solo traveling sejak hari Minggu (2/10). Rasanya kok asyik aja berkelana ke tempat asing tanpa ditemani siapapun. Aku jadi ngerasa lebih mandiri, kuat, gak ribet dan gak bergantung ke orang lain. Dan, hari Selasa (4/10), aku mulai nggak fokus kuliah. Saat kuliah Jurnalisme Media Cetak (JMC), aku malah buka browser dan nyari-nyari lokasi buat solo traveling. Dan ketemulah kota ini: Ponorogo.
Apa yang istimewa?

Rabu, 16 November 2016

Ketika Motor Butuh Perhatian

0 komentar
Sudah berapa tahun kalian “menjalin hubungan” dengan motor kalian? Uhm.. Kalau aku sendiri sih sudah sejak tahun 2011, ketika aku memasuki SMA. Dari rumah ke SMA berjarak lumayan jauh jika ditempuh dengan sepeda, maka aku memakai motor untuk PP rumah-sekolah. Motorku adalah Honda NF 100 TD (Revo 100cc) berwarna kuning terang (dengan kombinasi berwarna hitam). Kalau nggak salah, ayahku membeli motor itu dalam kondisi bekas dari seseorang.
Setelah bertahun-tahun bersama, tentunya banyak kenangan yang dilalui. Aku sudah bolak-balik mengadakan perjalanan keluar kota dengan motor itu. Mulai dari Singosari, Malang (rumah tante, bolak-balik), Bromo, Probolinggo (tahun 2013), Ranu Agung, Probolinggo (tahun 2016), Pacet, Mojokerto (bolak-balik), dan lain-lain. Semuanya berkesan dan meninggalkan memori indah di hidupku. Namun, nggak cuma seneng-seneng aja sama motor, tapi juga ada masa-masa buruk! Alias... ketika motor mendadak mengalami kerusakan!
Disitulah, momen ketika motor kita butuh perhatian.

Senin, 14 November 2016

Representasi Multikulturalisme pada Buku Pelajaran Kelas 2 SD

0 komentar

Ditulis oleh: Nena Zakiah
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga - Semester 5
Sebagai tugas UTS Komunikasi dan Multikulturalisme 

PENDAHULUAN
Penanaman nilai-nilai multikulturalisme bukan lagi barang baru di Indonesia. Berbagai jenis medium menawarkan pesan-pesan dan ideologi multikultural, mulai dari film, program TV, karya jurnalistik, hingga buku-buku, baik buku fiksi, non-fiksi, hingga buku pelajaran. Tak pelak, medium-medium tersebut memiliki andil yang besar dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme.
Dilansir dari Your Dictionary[1], pengertian multikultural adalah sesuatu yang menggabungkan ide-ide, keyakinan atau orang-orang dari banyak negara dan latar belakang budaya yang berbeda. Sementara menurut Rosado[2], multikulturalisme adalah sistem keyakinan dan perilaku yang mengakui dan menghormati perbedaan dalam suatu kelompok atau organisasi masyarakat, mengakui dan menghargai perbedaan sosio-kultural dan mendorong mereka terus berkontribusi di dalam sebuah konteks budaya yang memberdayakan seluruh organisasi dan masyarakat. Apabila disimpulkan, maka pengertian mengenai multikultural adalah kesadaran akan adanya perbedaan, baik perbedaan budaya, keyakinan hingga ide-ide dan bagaimana manusia menerima, menghargai dan menghormati perbedaan tersebut.
Multikulturalisme merupakan antitesis dari monokulturalisme, dimana paham tersebut lebih menekankan pada keseragaman daripada keberagaman. Dikutip dari English Oxford Living Dictionaries[3], monokulturalisme adalah kebijakan atau proses yang mendukung, mengadvokasi, atau memungkinkan ekspresi budaya dari satu kelompok sosial atau etnis. Dalam paham monokulturalisme, ada satu kelompok sosial yang menonjol dibanding kelompok-kelompok sosial yang lain. Dominasi tersebut muncul dari segi jumlah (quantity), dimana kelompok tersebut memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibanding kelompok sosial lainnya. Keseragaman dalam negara monokultural dilihat dari kesamaan ras, etnis, budaya dan kepercayaan. Beberapa negara monokultural adalah Jepang, China, Korea Utara dan Korea Selatan.
Indonesia adalah negara yang multikultural, hal itu jelas terlihat dari ras (Mongoloid, dengan sub-ras Malayan-Mongoloid dan Asiatik-Mongoloid, Melanesia serta sebagian kecil ras Kaukasia), agama (Islam, Kristen-Protestan, Kristen-Katholik, Hindhu, Buddha, Kong Hu Cu), aliran kepercayaan seperti animisme dan dinamisme, hingga suku, yang dilansir dari laman Badan Pusat Statistik[4], dalam Sensus Penduduk 2010 (SP2010) memiliki jumlah 633 suku. Selain itu, terdapat semboyan bangsa Indonesia yang merepresentasikan ideologi multikultural, yakni Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu. Kalimat ini terdapat di dalam lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, tepatnya di dalam pita berwarna putih yang dicengkram oleh kaki burung garuda. Kalimat ini sejatinya telah diciptakan beberapa abad yang lalu, tepatnya pada abad ke-14 oleh Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma. Lalu, menjelang proklamasi, kalimat ini diusulkan oleh Muhammad Yamin kepada Soekarno sebagai semboyan negara.[5]

Selasa, 08 November 2016

Touring ke Candi Singosari dan Coban Rondo

3 komentar
            Hi everyone!
            Sebagian mahasiswa melewatkan dua minggu terakhir (24 Okt-4 Nov 2016) untuk mengerjakan UTS. Dan aku termasuk salah satu diantaranya. Ku akui, UTS kemarin nggak maksimal karena hanya belajar di detik-detik terakhir! Konsentrasiku agak terpecah karena harus bagi waktu, tenaga dan pikiran buat akademik (kuliah, tugas-tugas, kelompokan, dll), organisasi (UKM Fotografi, UMC, Indonesian Eagle, dsb), ngurus PKM (program kreatif mahasiswa), ngajar ekskul, ngerjain tugas magang dari Cerita Kita, serta bagaimana cara memperbaiki kondisi finansial agar lebih stabil dan sejahtera.
            Semua itu membuatku stress, banyak pikiran. Kebanyakan tugas malah bikin aku jadi nggak produktif. Alhasil, aku lebih sering wasting time di kamar sembari scrolling sosial media, instead of ngerjain tugas maupun belajar. Aku bukan tipikal orang yang bisa diserahin banyak tugas sekaligus, semakin banyak beban justru membuatku kehilangan fokus. Akhirnya, malah tugas-tugas itu kian menumpuk dan tak tersentuh.
            Lalu, apa yang ku lakukan untuk melepaskan “kegilaan” itu? Sekali lagi, cara termudah adalah dengan escape ke luar kota! Kali ini, aku mengajak salah satu sobat-terbaikku-sepanjang-masa-yang-sudah-mengenalku-luar-dalam yakni Tita Anggraini.

Rabu, 02 November 2016

Pilih Teh Hitam atau Teh Hijau?

0 komentar
Siapa sih yang gak kenal teh? Di masa kini, teh telah menjadi minuman paling ‘umum’ dan dikenal banyak orang. Mulai dari warung-warung kecil, kantin, rumah makan, mall, foodcourt, cafe hingga restoran besar pun menyediakan teh. Ketika bertamu ke rumah orang pun tidak jarang juga kita disuguhi dengan teh manis hangat. Repurtasi teh sebagai minuman dengan kadar gizi dan mineral tinggi mampu membuat orang-orang memasukkan teh ke dalam daftar wajib minuman mereka sehari-hari, apalagi bagi mereka yang menerapkan gaya hidup sehat.
            Di pasaran, kita umumnya mengenal dua jenis teh, yakni teh hitam dan teh hijau. Dilansir dari laman foodwatch.com, kedua jenis teh itu sama-sama didapatkan dari dedaunan Camellia sinensis. Perbedaannya ada pada cara mengolah teh itu setelah dipetik. Teh hitam diproses dengan cara dikeringkan dan dihancurkan, lalu diolah melalui proses oksidasi, yang mana proses itu membuat enzim berubah, dari enzim katekin sederhana, menjadi lebih kompleks lagi yaitu senyawa theaflavin dan thearubigens. Sementara, setelah dipetik, daun teh hijau hanya dikukus lalu dikeringkan. Proses pengolahan teh hitam pun lebih panjang dibanding teh hijau.

Selasa, 01 November 2016

Belanja Buku di Big Bad Wolf Surabaya

0 komentar
BIG BAD WOLF! Siapa sih penduduk Surabaya yang gak tau event fenomenal dan hits ini? Yup, bagi yang belum tau aja nih, Big Bad Wolf atau BBW adalah pameran buku (khususnya: buku impor) yang diselenggarakan di Jatim Expo, Surabaya, mulai hari Jum’at (20/10/2016) hingga Senin (31/10/2016). Iya, sedihnya, BBW hanya ada selama 12 hari saja.
Kenapa BBW fenomenal? Pertama, jenis dan jumlah bukunya BANYAK BANGET. Kita bisa menemukan aneka buku disini, mulai dari novel (fiksi), non-fiksi, sejarah, refrensi ilmiah, biografi, buku anak-anak, dan lain-lain. Ada juga sih buku dari Indonesia dan berbahasa Indonesia, tapi sedikit, dan didominasi oleh Mizan publisher.  Jumlah bukunya pun gak kehitung... entah ratusan ribu atau bahkan jutaan eksemplar. Kedua, jenis buku yang dipamerkan di BBW rata-rata adalah buku impor, which is pake bahasa Inggris, and it’s a good thing bagi mereka yang suka baca buku in English, tapi toko-toko buku Indonesia rata-rata kurang lengkap koleksinya. Ketiga, yang paling ‘heboh’ adalah... DISKONNYA! Mulai dari 60-80% gila kan?
 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template