Minggu, 4 Desember 2016.
Malam ini tidurku nggak nyenyak. Sedikit-sedikit terbangun, lalu
tidur lagi. Akhirnya, jam 4 pagi aku memutuskan untuk bangun saja, sembari
melenggang ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus berganti pakaian.
Setelah aku, giliran anak-anak untuk mandi. Segera ku kemas-kemas barang bawaan
dan ku masukan ke tas. Lalu, aku membuka laptop
untuk menuliskan artikel “PKL di Ngawi [Hari Ketiga”. Satu jam kemudian
tulisanku selesai dan ku unggah langsung ke blog.
Sesudah packing, kami
bersiap-siap untuk pamitan. Kami menyerahkan satu kotak yang berisi satu set
teko beserta uang dalam amplop ke Bu Kades. Beliau berpesan agar hati-hati di
jalan sekaligus kalau ada kesempatan main ke Ngawi lagi, jangan sungkan-sungkan
untuk menginap di rumah beliau. Kami berfoto bersama di depan rumah bersama Pak
Kades, lalu pamitan dan memasukan tas ke dalam mobil.
Ugh...
Kami bakal rindu deh rumah kayu jati yang memesona ini. Rumah kayu yang sejuk,
dingin dan nyaman. Begitu pula kamar mandinya yang luas dan teras depannya yang
langsung menghadap ke arah sawah. Kangen juga saat berburu responden remaja dan
melihat ekspresi mereka yang salting
waktu ditanya-tanyain. Kangen gorengan enak di deket pos ronda juga. Satu-satunya
yang nggak dikangeni sih jalanannya yang bergelombang, becek dan berkerikil,
bikin sakit soalnya haha.
Jam 06:10 kami sudah dalam perjalanan ke Stasiun Paron. Kami
melewati jalanan aspal sempit yang berlubang-lubang, namun tak lama kemudian
kami lewati jalanan aspal yang agak luas. Kanan-kiri dipenuhi dengan area
persawahan padi, semuanya masih hijau karena masih berusia muda. Rupanya, kami
datang di saat musim tanam tiba. Jangan lupakan bahwa Ngawi adalah salah satu
lumbung padi terbesar di Jawa Timur. Mungkin karena sebagian besar areanya
adalah dataran rendah, maka amat cocok bila ditanami dengan padi.
Sekitar 20 menit kemudian, kami sampai di Stasiun Paron. Disana
sudah ada kelompoknya Chera dan Farkey. Kami berpamitan dan berterima kasih
dengan mas-mas yang mengantar kami, lalu menaruh tas di tangga dekat pintu
masuk stasiun. Lalu, karena rasa lapar
melanda, kami beranjak menuju warung bakso dan mie ayam. Satu kelompok memesan
bakso dan dibayari oleh uang kas yang tersisa, hehe, senangnya gratisan :)
Baksonya lumayan juga, walau kuahnya biasa saja. Satu mangkok
berisi 4 butir bakso kecil dan satu butir bakso berukuran besar. Wah, walaupun
tanpa nasi atau lontong, kayaknya bakal kenyang nih. Seperti biasa, aku
membubuhkan satu sendok penuh berisi sambal, itu pun masih kurang pedas. Harganya
cuman 10.000 per mangkok, nambah minum juga ukuran 1,5 liter air mineral dingin
cuma 5.000! Nggak rugi, apa ya?
Setelah itu, kita cangkruk di dekat tas yang kita taruh
sembarangan. Semakin lama, semakin banyak anak yang berdatangan. Wajah
anak-anak begitu hepi dan dipenuhi aura kegembiraan. Entah gembira karena bakal
balik ke Surabaya, atau gembira melihat temen-temennya lagi. Langsung deh,
begitu naruh tas mereka langsung heboh ngobrol satu sama lain, menceritakan
pengalaman masing-masing di desa tempat mereka tinggal.
Nunggu kereta dateng lumayan lama, jadi kami habiskan waktu dengan
mengobrol. Katanya sih, kereta datang jam setengah sepuluh. Jam 8.30, kami
memasuki area dalam stasiun. Seperti biasa, menunjukan boarding pass warna oranye dan KTP, lalu duduk di ruang tunggu.
Sekitar jam 9, barulah kami dipersilahkan memasuki area peron.
Menanti di jalanan yang serem banget, karena jaraknya dengan rel kereta cukup
sempit. Harus berhati-hati juga supaya nggak jatuh. Kami mendapat jatah di
gerbong nomer 5, seperti biasa nomer kursiku terpisah dari temen sekelompok. Aku
dapet nomer 22D, entah nanti bakal duduk sama siapa. HIKS! :(
Anak-anak mulai memasuki gerbong, mencari kursinya masing-masing.
Aku dapet nomer 22D, tapi ambil kursi 22E karena pengen ngeliat pemandangan
dari jendela. Selalu dan selalu betah liat pemandangan, membiarkan pikiranku
mengembara kemana-mana. Agak stres karena sadar akan kewajibanku nanti di dunia
nyata, yakni tugasku sebagai koor pubdok sekaligus bagian pendanaan di event UMC After Exam. Tapi, mengingat
waktuku tinggal 1 minggu saja di UMC, membuatku senang! Setelah menggarap video
dokumentasi, aku bisa bebas! Kecuali... kalau dananya nggak mencukupi (merugi) dan
mau-nggak mau harus jualan lagi di CFD Bungkul :)
Ternyata, aku duduk sama Riris (di sebelahku), Firman (di depanku)
dan Ilham (di samping Firman). Firman terlihat lelah (katanya abis begadang
nggarap SPSS) dan memutuskan untuk segera tidur begitu mendapat kursi. Lol, aku jadi inget kelompokku belum
input data sama sekali (sedih), SPSS pun nggak ada yang bisa. Yaa.. bukan salah
kita sih (sepenuhnya), harusnya dosen juga mengajari dulu sebelum kita
berangkat, bukan malah melepaskan begitu saja, hehe. Tapi, ngurusin itu nanti
dulu deh. Sekarang di kereta saatnya istirahat ^_^
Kereta mulai berjalan perlahan-lahan. Semakin lama, laju kereta
semakin cepat. Selamat tinggal Ngawi, yang menggoreskan kesan mendalam di hati
kami. Terima kasih buat temen-temen panitia PKL dengan segala fasilitas dan
kerja kerasnya. Terima kasih juga buat warga kecamatan Kedunggalar, kabupaten Ngawi,
dengan segala keramahan dan penerimaannya pada orang asing seperti kami semua. Rasanya,
4 hari berlalu sedemikian cepat. Padahal masih betah :(
Aku memandang Lawu yang berdiri kokoh di kejauhan. Ah, Lawu, kau
terlihat magis dan memesona. Ia terlihat begitu tinggi dan gagah perkasa dari
tanah tempatku berpijak sekarang. Mungkin, karena aku sekarang tengah berada di
dataran rendah, maka gunung setinggi 3.265 mpdl itu terlihat begitu menjulang
ke angkasa. Puncak Lawu hampir selalu tertutup awan tebal, kecuali saat pagi
hari, dimana aku menjumpainya bersih dari awan.
Tak bisa dipungkiri, aku memang selalu terpesona dengan gunung.
Bagiku, gunung adalah tempat yang suci, sakral dan spiritual. Jauh dari
hingar-bingar peradaban dan kegilaan perkotaan. Tempat dimana kau jauh dari segala
zona nyaman, tempat dimana kesombongan adalah hal yang mutlak harus
disingkirkan. Berada diatasnya membuatku dekat dengan Tuhan, sekaligus juga
sangat dekat dengan kematian apabila kita tak cukup berhati-hati dan mawas
diri. Tapi, gunung mengajarkan kita menjadi pribadi yang lebih sederhana, namun
juga menempa diri untuk lebih kuat, tangguh dan tidak manja. Itulah kenapa, aku
sangat terobsesi dengan gunung, walaupun aku hanya bisa mendaki 3 sampai 4 kali
saja dalam setahun. Angka yang terlalu sedikit bagi seseorang yang selalu ingin
berada di dalam lebatnya hutan, dinginnya udara malam, tidur di bawah tenda dan
memandang kerlap-kerlip lampu kota dari puncaknya.
Sepanjang jalan, aku hanya membisu, menatap areal persawahan yang
luas, sungai-sungai yang sesekali terlihat, gunung di kejauhan dan rumah-rumah
penduduk yang berdiri tak jauh dari rel kereta api. Pikiranku berkelana, sembari
mendengarkan Kellin Quinn berteriak-teriak melalui headset di telingaku. Pengennya nyanyi, tapi nggak dibolehin sama
Ilham soalnya orang-orang pada tidur, wkwk.
Kereta dijadwalkan tiba di Stasiun Gubeng pada pukul 2 siang.
Sempet ketiduran 20 menit, kemudian bangun lagi. Bosen. Akhirnya aku memutuskan
untuk nelpon Tita via LINE, tapi nggak kedengeran karena suara kereta yang
berisik (this is the reason why I hate
train and more prefer to bus). Padahal kan kangen. Pingin ngobrol juga soal
segala yang terjadi saat kami berdua tak bertemu, hehe.
Jadi, aku nge-chat Tita.
Nggak puas kalo cuman nge-chat, tapi
gimana lagi.
Di Stasiun Sepanjang, sebagian anak pada turun. Entah Dwinita,
Yanu, dll. Rumah mereka di Sidoarjo, nggak heran mereka milih tempat yang lebih
deket dari rumah. Begitu pula sebagian anak yang turun di Stasiun Wonokromo.
Tapi memang sebagian besar pada turun di Stasiun Gubeng, termasuk aku.
Alright,
aku harus hati-hati buat jalan karena rasanya sobekan di celana jeansku bagian
paha semakin besar saja. Ini mengingatkanku agar olahraga! Sudah berapa banyak
celana yang sobek dan nggak muat. Kemarin malah jas hujanku yang mahal juga
sobek bagian paha, rasanya pengen nangis aja karena jas hujan itu amat
dibutuhkan saat naik gunung Januari nanti! :(
Aku menemui Ayahku lalu beranjak pulang ke rumah. Ditawarin beli
makanan, tapi lagi males. Lebih seneng kalo ketemu kasur dan segera tidur! Ehehehehe. Tepar hayati. Kayaknya besok
Senin bolos kuliah aja deh hihi.
Thanks to:
·
Tuhan yang meridhoi setiap
langkah kita
·
Orangtua yang nggak
henti-hentinya berdoa supaya semoga baik-baik saja
·
Dosen tersayang Bu Ida dan Pak
Yayan
·
All Commers 2014 (dan beberapa
Commers 2013 dan 2012)
·
Kelompok 12 PKL (Ilham, Angel, Fissa,
Ica, Mela)
·
Pak Kades dan Bu Kades sekeluarga
·
Seluruh penduduk desa
Pelangkidul, kecamatan Kedunggalar, kabupaten Ngawi
·
Semua responden remaja yang telah
kami tanya-tanyain hehe
·
Anak-anak SD yang bersedia ikut
acara dongeng yang antusias dan ceria (program Pengabdian Masyarakat kita)
· Anak-anak SMP yang bersedia
datang buat materi fotografi, walau ujung-ujungnya mereka....kayak gitulah :(
BACA JUGA!
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)