Hari Jum’at ini (31/7), aku berencana untuk mengurus
SIM C. Yep, setelah berkendara selama bertahun-tahun di jalanan (dari kelas 1
SMP) sampai tembus Malang Selatan (Desember
2014) dan Probolinggo (Bromo) (Juni, 2013)
tanpa punya SIM, ditilang 3 kali (di Jl. Basuki Rahmat, Jl. Pacar Keling
dan......Pasuruan! Bayangno ditilang di Pasuruan, luar kota mennnn! Sidang
pula! Eh, semuanya sidang sih kecuali di Basra, panik, waktu itu masih 2 SMA) akhirnya
kuputuskan juga untuk mengurusnya. Bukan apa-apa, aku punya cukup waktu luang
di libur kuliah semester 2 ini. Satu bulan lebih beberapa minggu, kiranya
cukup, apalagi dengan mengkalkulasikan kegagalannya nanti.
Sebenarnya,
niat ngurus hari Kamis (30/7), tapi hari itu aku benar-benar deg-degan dan don’t know what to do, apalagi setelah
baca thread di Kaskus tentang
pengalamannya “dipersulit”.
Rabu malam itu bahkan saking campur aduknya, aku
sampai menangis. “Besok bakal diapain ya?” “Aduh, dibentak-bentak ini” dan
sebagainya, menari-nari dipikiranku. Apalagi, ketika kurasakan aku belum cukup
untuk membaca dan belajar tentang ujian teori, meski faktanya aku punya tiga
buah buku KHUSUS yang membahas tentang mengurus SIM. Rabu malam itu aku berada
dalam tekanan batin yang luar biasa, dengan opini publik yang berpendar-pendar
yang telah kubaca, bahwa akan dipersulit, ngulang berkali-kali, ribet
bolak-balik dan lainnya.
It just scares me.
Jadi,
dengan gemuruh di dada, Jum’at pagi ku niatkan untuk berangkat. Setelah dua
hari sebelumnya membaca-baca ketiga buku itu, rasanya sudah cukup lah bekal
teoriku. Mungkin aku hanya akan ngulang di Praktek, it doesn’t matter. Tidak usah berharap muluk-muluk di kesempatan
pertama.
Jum’at
pagi, 06:58
Aku,
dengan diantar Ayahku (yang bahkan sampai izin dari kerja hanya untuk
menemaniku) sampai di Satpas Colombo, Surabaya, yang terletak di jalan Ikan-ikanan
(?). Parkiran masih sepi, hanya ada beberapa sepeda motor terparkir.
Setelahnya, kami berjalan ke arah spanduk gede yang menerangkan lokasi-lokasi
yang ada di tempat ini.
Lalu,
what we do next? Ayahku bertanya pada
seorang petugas dibalik kaca, dan prosedur pertama adalah tes kesehatan. Loh,
dimana? Perasaan gak ada deh, di peta, tulisan klinik atau semacamnya.
Ternyata, lokasinya ada di luar area Colombo. Di sebuah petak kecil di gang
tanpa gapura, beberapa meter dari Colombo, yang bisa dicapai dengan berjalan
kaki tak lebih dari 30 detik.
Di
klinik itu, aku menjumpai seorang mbak-mbak berusia 20-25 tahunan, curvy dan berambut lurus panjang,
sedikit kemerahan, menanti kliniknya buka sembari memainkan hp. She seems nice. Dan sepertinya tak
menggunakan jasa calo. Dia hanya sendirian disana, mengenakan kemeja
garis-garis dan celana jeans. Kami berbicara sebentar lalu saling sibuk
sendiri, menanti kliniknya buka, pukul 08.00.
#NP: Little Heroes – Sejenak Lupakan
Mimpi. Menetralisir kegugupan.
Dua
sepeda motor, bebek dan matic, berjalan ke arah klinik. Diatasnya, bertengger
anak muda laki-laki usia 25-an dan perempuan berusia sekitar 30-an. Di motor
matic, ada bapak-bapak usia 40-50 tahunan, mengenakan jaket dan topi. Mereka
berdua berbicara dan saling “bekerja sama”. Lalu, bapak itu menoleh ke arahku
dan bertanya:
“Ngurus
SIM apa?”
“C”
jawabku sambil menampakkan raut tak bersahabat.
“Mau
dibantu?”
Aku
menggeleng, menambah intensitas kejutekan di wajahku. Benar kan, praktek kotor ini masih ada? Dan bapak itu diam, lalu
pergi. Sssh, sssh, go away!!
Detik
demi detik berlalu, orang yang bertandang ke klinik yang masih tutup ini makin
banyak. Beragam kisaran usia, mulai 20 tahun hingga 40 tahun lebih. Perempuan
dan laki-laki. Berpakaian kemeja rapi, flowery,
hingga baju muslim. Sendirian atau ditemani.
08:11
Seorang wanita berusia
30-an datang dengan sepeda kayuh, berjilbab pendek pink dan mengenakan tas
kecil. Sepertinya ini dokternya,
tukas Ayahku. Dan ternyata benar. Wanita itu merogoh sakunya, menemukan kunci
dan membuka pintu. Dibantu oleh seorang wanita tua yang memintai KTP asli kami
masing-masing. Aku berada di nomor urut ketiga, disalip oleh orang lain satu
nomor. Ugh.
Klinik
itu sangat kecil, berukuran kira-kira hanya 3,5 x 2 meter. Ada kursi plastik
tunggu untuk kami, pemohon SIM, berjumlah 5-6 buah. “Mbak-yang-terlihat-baik”
tadi dipanggil untuk ditanyai tentang usianya, tinggi badan dan disodori buku
tentang tes buta warna, yang kurasa hanya sekedar formalitas belaka. Gimana gak
formalitas, kita hanya disodori satu lembar gambar tes buta warna dan disuruh
menyebutkan angkanya, lalu sudah.
Ditarik biaya 55 ribu, 30 ribu untuk premi asuransi (yang bahkan kami tidak
diberitahu tentang ini kecuali dari banner)
dan 25 ribu untuk tes “kesehatan”.
Yaay, aku sehat! Aku bisa baca angka di tes
buta warna! *sarkas*
Setelah
tes “kesehatan”, aku mendapatkan selembar kertas berwarna pink yang menunjukkan
nama, usia, tinggi badan, sehat dan apa gitu, lupa. Dan disuruh langsung ke
prosedur berikutnya. Ke ruangan dimana kita menyerahkan fotokopi KTP dan hasil
tes kesehatan, dan langsung diberi satu map berisi formulir pendaftaran. Kertas
formulir dan map-nya bagus. Modal
lah.
Aku
membawa map itu keluar dan mengisinya sambil bersandar di tembok,
bernyanyi-nyanyi lagu dari Little Heroes tadi. Mengisinya dengan hati-hati,
lalu membaca ulang, takut ada yang salah. Setelah itu, aku menuju ke Knowledge
Room, membuka pintunya dan bertanya pada petugasnya. Rupanya salah alamat,
bung. Formulir ini ya diserahkan ke tempat awal tadi aku pertama mengambilnya. Dari
sini, aku mendapat nomor urut (058) dan harus menunggu untuk masuk ke Knowledge
Room.
Di
Knowledge Room (yang aku sendiri suka namanya), ada puluhan kursi single seperti kursi kuliah, diatasnya
ada diktat yang berisi soal-soal ujian SIM yang sudah dikasih jawaban yang
benar. Ada 80 soal untuk teori SIM C, tapi hanya 30 soal pertama yang ada
jawabannya. Aku menempati kursi terdepan. Membaca isinya, menghapal beberapa keywords-nya. Mencoba menyerap sebanyak
mungkin yang ku bisa. Ada slideshow
di samping kiri yang menampilkan video sosialisasi patuh lalu lintas dan
beberapa kecelakaan berdarah-darah. Mengerikan.
Lima
atau tujuh menit berlalu, seorang polisi dengan nama Budi P, memasuki ruangan. Ia
berusia kira-kira lima puluhan, dengan tubuhnya yang masih tegap dan terlihat
gembira. Laki-laki yang memiliki sedikit uban dirambutnya itu menyapa ruangan
dengan gaya yang friendly sekali,
memperkenalkan dirinya dan mulai bercerita tentang betapa pentingnya taat lalu
lintas.
“Saudara-saudara
sekalian, saya harap ketika anda pulang dari sini, anda akan jadi pribadi yang
patuh pada lalu lintas!” Pak Budi mengakhiri arahannya. “Sekian dan terima
kasih.”
09:15
Keluar dari Knowledge
Room, kami langsung berjalan menuju Ruang Tunggu Teori, yang ada di pojokan dan
dekat dengan gudang arsip. Ada puluhan orang yang duduk disana, kebanyakan
menampilkan raut tegang diwajahnya. Ada beberapa anak SMA yang masih mengenakan
seragam, pramuka atau batik, sama-sama menunggu untuk mengurus SIM.
Di
ruang tunggu, aku masih membaca-baca buku yang ku bawa. Adib Bahari, S.H, 2009,
Panduan Praktis Ujian SIM, Mengurus STNK dan BPKB. Buku yang ku beli beberapa
tahun yang lalu di Gramedia Basuki Rahmat. Harganya sekitar 10 ribu. Obralan, hehew.
Ketika
bosan menghapal keywords, aku melihat
spanduk yang berisi gambar-gambar rambu dan menghapalnya. Atau melihat tayangan
preview tentang cara mengerjakan
ujian teori. Menurut preview, caranya
adalah :
1.
Isi
nomor registrasi dengan nomor KTP, klik enter 3 kali
2.
Setelahnya,
akan muncul tiga soal pertama sebagai pemanasan, ada soal dengan empat pilihan
jawaban. Tekan A, B, C, atau D di keyboard,
lalu enter.
3.
Setelahnya,
akan muncul hasil ujian dengan bertuliskan lulus, hiraukan saja karena itu
hanya bagian dari pemanasan tadi
4.
Lanjut
ke soal teori yang asli. Ada sekitar 30 soal, dengan waktu 25 detik untuk
menjawab masing-masing soal. Jika tak diisi dalam waktu 25 detik, soal akan
langsung berganti.
5.
Akan
muncul hasil tes, dengan nama, skor dan lulus/tidaknya
Sampai
disini aku bergidik. Skor lulus minimal 70, di banner. Duh.
Akhirnya,
setelah menunggu, rombongan nomor urut 50-100 disuruh masuk ruang teori. Di briefing sebentar ama mas-mas yang entah
polisi atau bukan, pakai baju batik. Seperti kata orang di Kaskus, polisi
disini muda dan bersahabat. Yah, aku baru nemu dua. Pak Budi tadi sama mas yang
ini.
Mas
berbaju batik ini menjelaskan dengan tegas tapi friendly, sesekali ngajak bercanda calon-calon pejuang SIM yang ada
didepannya. Beberapa ibu-ibu yang nyeletuk spontan menambah hangat suasana,
padahal dalam hati mah deg-degan banget!
Mas
ini juga menjelaskan kalau ada dua orang, hari ini, yang disuruh pulang karena
apa sobat......buta huruf! Wadoeww,
berani juga ngurus SIM tapi gak bisa baca tulis. Gimana ngerjain soal-soalnya?
Masnya juga tanya, kalau ada yang buta huruf, segeralah mengaku. Tapi, semuanya
diam. Semuanya bisa, sepertinya.
Setelah
itu, berkas kami tadi (yang map dan formulirnya bagus) dikasihkan ke kami dan
dipanggil nama satu persatu, lalu diarahkan ke meja komputer. Njir, tanganku
dingin banget. Mengetikkan nomor KTP di layar dan memastikan bahwa itu benar.
Lalu, enter 3x.
Dan...soalnya
muncul! Ini masih soal pemanasan seperti yang kubilang tadi, tapi deg-degannya subhanallah. Membaca berulang-ulang dan
memastikan jawaban benar, lalu klik enter. Begitu sampai soal yang ketiga, lalu
ada notifikasi LULUS. Yay! Jangan senang dulu, ini baru
pemanasan. Huft.
Menuju
ke soal yang sebenarnya. Berusaha tenang dan membaca dengan detail, lalu
mencari jawaban. Ketika sudah benar, ku pastikan ulang, sembari melirik ke
kotak waktu yang ada diujung kanan atas. 25 detik bukan waktu yang lama, sobat.
Disini kita akan belajar bagaimana menghargai waktu!
Ada
beberapa soal yang belum pernah ku jumpai di 3 buku yang kumiliki, diktat di
Knowledge Room dan soal di internet. Tentang rambu-rambu. Jawabannya
mirip-mirip, kurang ajar. Jadi dilema.
Plasssh!
Langsung lemes dah. Kok bisa??? Salah apa aku Tuhan? Salah apa aku, pak pol? Mengapa
nasibku seperti ini? Padahal sudah belajar dua hari dua malam.
#NP: Ratapan Anak Tiri
Sambil
menyeret tas ransel yang jebol, menuju ke meja dan memberikan hasilnya ke
polisi yang ada disana. Polisi ganteng, namanya Wira #SalahFokus. Keceplosan
curhat ke Mas Wira, “Mas kok dapet
segini? Padahal udah belajar.” Eh dianya malah nyengir, setengah senyum.
Njir. Kwkwkw. Masih sempet-sempetnya genit.
Polwan
yang usianya 40-an lebih tegas, nyuruh aku ke meja lain untuk fotokopi hasil
ujian teori. Lalu balik ke dia lagi untuk tanda tangan. Dikertasnya, juga
ditulis tanggal kapan aku harus balik untuk remidi
ngulang. 14 Agustus.
Dua minggu dari sekarang.
Aku
berjalan dengan kepala masih dipenuhi rasa gak percaya. Aku ngulang? Serius,
ngulang? Jawabannya udah plek ama buku dan diktat, lho. Ekspetasi bakal dapat
nilai 8 eh yang muncul kok 57. Ada konspirasi kah? Konspirasi kemakmuran?
Kontroversi hati? #Vicky-nisasi
Aku
menemukan ayahku duduk-duduk di kursi tunggu depan bank, menanyakan hasilnya.
Akhirnya omelanku di kepala tumpah juga, haha. Ayahku bilang, “Kebanyakan yang keluar dari ruang teori kok
langsung antri di depan bank untuk bayar? Kok gak praktek?” NAH LO. Bener
kan, konspirasi.
Masih
belum jam 11. Terlalu pagi untuk pulang. Aku memutuskan untuk melihat-lihat
terlebih dahulu. Didepanku, saat jalan, ada dua anak muda sepertiku, cowok,
masing-masing memegang kertas kecil seperti yang kupunya. Wah, ngulang juga ini
sepertinya. Akhirnya punya temen.
Mbak-mbak
yang “seems nice” tadi menunggu di
dekat lapangan praktek. Dia lulus. Meski gak tau namanya, aku mengagumi mbak
ini. Mengagumi kemandiriannya. Ada keteguhan di matanya. Dia sangat tenang dan
pendiam, tapi ketika diajak ngobrol ramah sekali. Aku mengungkapkan
ketidakpercayaanku kenapa gak lulus #LagiLagiKeceplosanCurhat
dan dia bilang “Aku lulus, dek. Tapi gak ku lihat nilaiku berapa. Aku langsung
kesini (lapangan praktek).”
Setelah
melihat sebentar seorang cowok yang seumuran denganku, mengendarai motor yang
disediakan Satpas Colombo, Honda gigian. Dia mengendarai dengan tenang, sedikit
nyerempet beberapa senti pas di lintasan angka 8, tapi keseluruhan well done. Di lapangan praktek ini gak
ada polisi yang jaga di luar, adanya didalam pos. Mungkin mereka mengamati di
pos, mungkin juga tersembunyi disuatu tempat. Entahlah.
I’m done with all of this. Aku
memutuskan pergi. Berpamitan dengan mbak tadi.
“Semangat
ya dek! Belajar terus!” teriaknya, ketika aku sudah berjalan beberapa meter.
“Iya mbak, makasih.” jawabku, menoleh singkat lalu berlalu.
Masih
belum jam 11, ayah memutuskan untuk balik kerja sementara aku.......mampir ITC.
Kwkwkw. Beli DVD 3 biji. Poltergeist, The Boy Next Door dan Despicable Me. Oke,
ini bukan sesuatu yang bisa dibanggakan karena I’m buying piracy stuffs. I’m sorry about this. Tapi, daripada
“gila” setelah pulang dari Colombo dengan kegagalan?
Better luck next time, pejuang SIM!
Hai Nena, aku juga punya pengalaman yg samaaaa bedanya nilaiku bahkan lebih buruk XD opsi jawabannya menjebak banget sih. Mana nervousnya gak ketulungan sampe baca soalnya ngulang terus, jadinya jawab ngawur deh, maklum pergi ngurus sim cuma modal doa ama sarapan doang haha. Btw sekarang udah dapet belum simnya? ;)
BalasHapusHai Anin! Iya emang gitu pengalaman pertama, pasti banyak bingung dan gugupnya (at least kita punya kesamaan, sama sama bingung wkwk).
HapusMinggu depan aku mau ngulang ujian praktek lagi :(
Kamu kapan? Udah dapet SIM?
akhirnya ketemu juga
BalasHapustempat sim yang dicari dari tadi
terima kasih ya
iya betul itu...
BalasHapusseharusnya kita sebagai pemohon pembuatan sim harus di kasih info dulu bahwa asuransi itu tidak wajib
jadi kita bisa memilih sendiri apakah pake asuransi apa tidak
tgl 8mei2017 tadi saya juga gitu pas di dokter umum seberang satpas colombo surabaya saya minta surat kesehatan 1sim 1surat kesehatan 25ribu
saya perpanjang sim A&C
saya diwajibkan membayar biaya 50 ribu untuk 2 surat kesehatan
setelah dari meja surat kesehatan saya di anjurkan ke meja asuransi untuk membayar 2kartu asuransi yg seakan" wajib untuk pengurusan sim
tolong kpd pihak terkait...
klo bisa masyarakat di pintarkan
jangan dibodohi / dibodohkan
klo secara logika satu lembar surat kesehatan kan bisa untuk keperluan macam"
padahal saya sudah komplain tuh kpd petugas sipil didokter umum sbrg satpas colombo surabaya
satu surat kesehatan kan udah cukup buat menerangkan klo kita sudah di klaim sehat oleh sidokter umum meskipun mekanismenya cmn baca angka dihutan titik2 warnawarni
klo emang peraturannya diwajibkan 2surat kesehatan untuk persyaratan perpanjangan 2 sim
bisa tekor biaya kita misalkan kita naik kepuncak semeru dengan pemeriksaan pos"
misalkan ada 10pos penjagaan untuk mengecek persyaratan sebagai pendaki kita diwajibkan untuk melampirkan surat kesehatan kita
pos prtama 1surat kesehatan diambil (25ribu melayang)
pos ke 2 diambil lagi 1surat kesehatan (50ribu melayang)
pos ke 3 dan seterusnya klo ditotal jadi 250ribu untuk 10pos
oh ya yg bikin saya ngakak sendiri waktu saya daftar diloket perpanjangan sekitar jam 11 persyaratan semua udah saya kasihkan kepetugas
lalu bapak petugas memilihkan struk antrian bahwasannya klo kita parkir dimall kita pencet tombol lanksung keluar struk ...ini bpk petugas gk pake pencet saya lihat struk antrian udah kluar dari mesinnya sebelum dipencet tombolnya...mungkin alatnya skrg udah canggih ...gk pake di pencet tombolnya udah keluar sendiri struk antriannya (- 7struk yg saya lihat
saya dikasih struk antrian foto
pas aq lihat struknya tertera jam 7:45:49
itu sangking canggih mesinnya atau gmn ya...jam11 daftar ...yg tertera distruk jam 7:45:49
itu pengalaman saya sebagai warga surabaya pas ngurus perpanjangan sim C & penurunan golongan dari sim B1 ke sim A
thanks kpd satpas colombo surabaya sim saya udah jadi semua & Thanks kepada ibu petugas berhijab diloket pencetakan sim , mnurut saya cmn ibu yg paling ramah pelayanannya meskipun diluar cuaca panas sangat...terasa adem waktu diloket pencetakan sim
iya betul itu...
BalasHapusseharusnya kita sebagai pemohon pembuatan sim harus di kasih info dulu bahwa asuransi itu tidak wajib
jadi kita bisa memilih sendiri apakah pake asuransi apa tidak
tgl 8mei2017 tadi saya juga gitu pas di dokter umum seberang satpas colombo surabaya saya minta surat kesehatan 1sim 1surat kesehatan 25ribu
saya perpanjang sim A&C
saya diwajibkan membayar biaya 50 ribu untuk 2 surat kesehatan
setelah dari meja surat kesehatan saya di anjurkan ke meja asuransi untuk membayar 2kartu asuransi yg seakan" wajib untuk pengurusan sim
tolong kpd pihak terkait...
klo bisa masyarakat di pintarkan
jangan dibodohi / dibodohkan
klo secara logika satu lembar surat kesehatan kan bisa untuk keperluan macam"
padahal saya sudah komplain tuh kpd petugas sipil didokter umum sbrg satpas colombo surabaya
satu surat kesehatan kan udah cukup buat menerangkan klo kita sudah di klaim sehat oleh sidokter umum meskipun mekanismenya cmn baca angka dihutan titik2 warnawarni
klo emang peraturannya diwajibkan 2surat kesehatan untuk persyaratan perpanjangan 2 sim
bisa tekor biaya kita misalkan kita naik kepuncak semeru dengan pemeriksaan pos"
misalkan ada 10pos penjagaan untuk mengecek persyaratan sebagai pendaki kita diwajibkan untuk melampirkan surat kesehatan kita
pos prtama 1surat kesehatan diambil (25ribu melayang)
pos ke 2 diambil lagi 1surat kesehatan (50ribu melayang)
pos ke 3 dan seterusnya klo ditotal jadi 250ribu untuk 10pos
oh ya yg bikin saya ngakak sendiri waktu saya daftar diloket perpanjangan sekitar jam 11 persyaratan semua udah saya kasihkan kepetugas
lalu bapak petugas memilihkan struk antrian bahwasannya klo kita parkir dimall kita pencet tombol lanksung keluar struk ...ini bpk petugas gk pake pencet saya lihat struk antrian udah kluar dari mesinnya sebelum dipencet tombolnya...mungkin alatnya skrg udah canggih ...gk pake di pencet tombolnya udah keluar sendiri struk antriannya (- 7struk yg saya lihat
saya dikasih struk antrian foto
pas aq lihat struknya tertera jam 7:45:49
itu sangking canggih mesinnya atau gmn ya...jam11 daftar ...yg tertera distruk jam 7:45:49
itu pengalaman saya sebagai warga surabaya pas ngurus perpanjangan sim C & penurunan golongan dari sim B1 ke sim A
thanks kpd satpas colombo surabaya sim saya udah jadi semua & Thanks kepada ibu petugas berhijab diloket pencetakan sim , mnurut saya cmn ibu yg paling ramah pelayanannya meskipun diluar cuaca panas sangat...terasa adem waktu diloket pencetakan sim