Kisah ini merupakan sambungan dari
artikel sebelumnya (klik DISINI). Nah,
sore itu pas di sekre APS Unair, tim poin, anak magang dan anak-anak APS lain
pada mau hunting dengan tema “long exposure” di Taman Apsari. Aku lagi
males hunting, jadinya aku nungguin Esti dan Shella di sekre buat ketemuan dan
cerita-cerita. Akhirnya, Esti datang dan aku teriak, “Haiiii” dengan heboh,
membuat Fafa yang di dekatku kaget dan anak-anak magang menoleh ke arahku, wkwk.
Besties
(love)
Esti baru saja dari rumah, langsung
kemari. Kami memang sudah janjian dari beberapa minggu yang lalu untuk ketemu.
Lebih tepatnya, sejak chat super
panjang dan voice note setumpuk, di hari
yang istimewa itu, hehe. Shella masih di perjalanan menuju sekre. Karena
masih belum lengkap, dan di sekre masih banyak orang, jadi aku belum bisa
cerita soal “hari itu”. Apalagi Fafa dengan wajah-wajah yang siap untuk
menguping, malah bertanya langsung ke Esti, “Sopo seh? Sopo seh (anak yang disukai Nena)?”
Tapi tentu saja gak dijawab, haha.
Setelah tim poin dan anak-anak magang
pergi, di sekre hanya ada aku, Esti dan Derryl. Tapi Derryl ada perlu sehingga
ia harus pergi. Sempat ada Dipa yang ambil tripod,
lalu pergi lagi. Dan akhirnya, sekitar jam 17:00 Shella datang. Ia curhat
panjang lebar soal kondisi terkininya yang lagi kelaparan berat (karena
seharian ga makan), habis ada acara di suatu tempat dan temennya yang mau
diajakin makan malah cerita panjang lebar sendiri, gak peka sama kondisi
Shella, haha.
Tanpa basa-basi, aku langsung
menunjukkan hasil chat-ku sama
seseorang. Esti membacanya dari atas ke bawah, sambil sesekali ketawa-ketawa
sendiri. “Lho Nen, chat-mu terakhir
kok di read aja ama dia?”
Nah itu. Hiks.
“Wes,
hapusen ae 2 chat terakhir itu.
Daripada aku sakit hati sendiri melihatnya.” ucapku dengan wajah sebal
sekaligus geli.
“Cie yang chat-chatan” ucap Shella.
“Iyaa, tapi cuman hari itu aja, sampai
sekarang nggak lagi.”
“Makanya, inisiatif dong!”
“Iya, tapi ga ada ide mau bahas topik
apa, hehe.”
Berhubung Shella lagi dalam kondisi
lapar sehingga ia agak tidak nyambung dalam membahas sesuatu, dan hari tengah
menuju petang, akhirnya pembicaraan soal si doi tertunda. Shalat maghrib dulu
di sekre, berkemas-kemas, dan pergi. Tapi sebelum itu... foto dulu dong ah.
Taraaa
Kami berdebat dulu soal mau makan
dimana. Awalnya sih mau ke Chirashi Zushi, sushi
bar favoritku yang enak dan murah. Tapi, menimbang beberapa hal seperti
Shella gak bawa uang banyak, makan sushi
gak kenyang dan daerah Manyar sekitarnya jam-jam magrib selalu macet, akhirnya kami
pindah destinasi. Esti menyarankan ke Lumer Cafe, karena makanannya berkisar
diantara 15 ribu tapi dijamin kenyang. Lagian aku penasaran sama makanan dari
Lumer Cafe, belum pernah nyoba.
Oke, akhirnya kami meluncur ke Lumer
Cafe yang ada di daerah Klampis, sebelahnya Platter pas. Lebih deket pula
daripada yang di Ngagel, kalau dari arah Kampus C UNAIR.
Dan ternyata...
PENUH! Parkiran motor sampai tumpeh-tumpeh. YA TUHAN! Iya baru inget, ini kan malam minggu! Pantes aja
dimana-mana macet, huft. Ya begini ini nasib para jomblo yang gak tau hari, malam
minggu biasanya di rumah sambil baca-baca buku atau nonton film. Atau malah
tidur, haha. Untungnya, pas kami lihat ke dalam, ada 2 meja yang kosong! Aku
langsung lari-lari kecil buat naruh tas, lalu kembali ke kasir buat pesan
makanan.
Aku memesan Chicken Snitz, seharga Rp.
18.200 (exclude PPN 10%) salah satu
menu unggulan yang kata temen-temenku enak. Ada juga sih Chicken Mozza seharga Rp. 15.000,
kedengarannya juga enak, tapi berhubung mahalan Chicken Snitz dan
aku mengasumsikan yang mahal lebih enak, akhirnya aku milih Chicken Snitz wkwk.
Esti juga memilih menu yang sama denganku, bedanya adalah ia pake nasi,
sementara aku pakai fries (kentang
goreng). Sausnya pilih BBQ, walau ada saus lain kayak teriyaki dan blackpepper.
Shella pesan semacam rice bowl. Minumnya
pesan es teh, as always.
Sembari menunggu, kami
bercerita-cerita. Shella mengawali kisah asmaranya yang panjang dengan
gebetannya. Dia bimbang harus milih yang mana, dan bingung juga menentukan mana
cowok yang terlihat serius kepadanya, hehe. Well,
aku gak bisa mengukur kadar keseriusan seseorang dalam menjalin romantic relationship, jadi aku
menyuruhnya agar pilih mana yang bikin nyaman, hehe.
WANT
MOREEEE!
Makanan datang sekitar 10 menit
kemudian. Kami menghentikan obrolan dan mulai makan. Ternyata enak juga ya
Chicken Snitz, fillet ayam 2 potong
besar yang digoreng dengan tepung, disiram saus BBQ, ditemani dengan fries dan sayur-sayuran (potongan
buncis, jagung dan wortel). Walau harus diakui sih kalau gak terlalu mengenyangkan,
kecuali aku ganti fries dengan nasi.
Setelah makan, kami merasa punya
energi lebih buat cerita-cerita. Ya, tentang si doi. Doiku, doinya Shella dan
doinya Esti, hehe. Shella lagi diajakin doinya buat naik gunung, dan dia
meminta saranku. Sementara Esti bingung harus gimana buat ngobrol ke
gebetannya. Bahas topik apa, ada kah kesamaan hobi, dan sejenisnya.
Sebenernya, itu pertanyaanku juga
hihi.
“Kalau mau ngobrol emang harus ada
kesamaan, Tik.” ucapku ke Esti. “Masa mau mbahas kuliah, lak yo bosen, hehehe.”
“Iya Nen, apa ya. Ada sih sedikit
kesamaan, kayak kami berdua sama-sama suka anime,
tapi kami nge-fans anime yang berbeda, masalahnya.”
“Emang kamu nge-fans anime apa?”
Esti menyebutkan judul anime favoritnya. Aku langsung terperangah.
“He, itu anime favoritnya doi-ku juga pek.” ucapku dengan nada antusias. “Ceritain
sih, gimana anime itu? Aku penasaran.”
Esti menceritakan anime-nya dengan detail. Genrenya petualangan, punya ratusan
episod, ratusan judul manga, dan
kisahnya super panjang. Tak ku sangka dia punya hobi nonton anime, haha, aku baru tau.
“Orang yang hobi nonton anime itu kayak gimana sih?” tanyaku.
“Ya, karakternya mungkin seneng
petualangan, soalnya genre utama anime itu petualangan. Trus, bisa jadi
anaknya suka jalan-jalan, dan mungkin sedikit pemberontak.”
Hm, aku membatin.
Iya juga, dia seperti itu modelnya.
Seneng jalan-jalan, gak seneng banyak
aturan, rebel.
Sebenernya karakter aku dan dia
agak-agak mirip. Aku juga seneng jalan-jalan, mendaki gunung, lewati lembah *eh nyanyi* trus juga gak seneng kalau
banyak aturan, pemuja kebebasan, gak bisa dikekang. Hmmm.. Apa jadinya ya kalau
rebel ketemu rebel, lalu saling jatuh cinta? * menghayal*
Aku juga menceritakan kalau sebenernya
aku sudah memetakan si doi. Mulai dari kondisi demografisnya, keluarganya,
seleranya sama cewek model apa (ini tau dari Instagram, wkwk), karakternya, and how to treat him.
“Sepertinya sih dia juga udah tau
kalau aku seneng sama dia.”
“Loh iya ta, Nen?”
“Di tiap postingan Instagramku kan ada
caption, nah captionku ada yang mengandung kode, dan ada yang nggak. Dia gak
pernah nge-like fotoku yang
mengandung kode, sebagus apapun foto itu. Bisa disimpulkan kan, jika ia baca caption-captionku?”
Bisa juga dia membaca ulang chat kami dari awal sampai akhir. Atau
baca blogku.
Anything can happens.
Terlebih, I am an opened book. Aku mudah sekali dibaca, aku jarang
menyembunyikan sesuatu, aku gak bisa membohongi diriku sendiri, dan aku gak
keberatan juga buat cerita-cerita. Dia bisa menyimpulkan dari manapun.
I’m in love with him. Aku inget saat “hari istimewa” itu dan dia balas chatku, rasanya lututku gemeteran dan susah dibuat jalan. Lemes
rasanya. Terdengar alay, dan bagi Nena yang biasanya emosinya terkontrol, itu
terdengar sangat aneh.
Tapi dia in love juga nggak, sama kamu?
Tolong jangan sodorkan pertanyaan itu,
wkwk.
Kami lalu bercerita-cerita lagi sampai
jam 8 malam, lalu diusir secara halus sama pelayannya karena mau ada lagi orang
yang ingin makan di Lumer Cafe. Yaampun, tak terasa sudah 2 jam kami ada
disini.
Kami bergegas ke parkiran motor, lalu
pulang ke rumah masing-masing.
Big thanks for the awesome night, Esti & Shella! Love ya!
*NOTE* Lumer Cafe bagian luar ternyata amat sangat
sumuk (panas). Aku sampai keringetan terus, untung saja nggak ada nyamuk.
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)