Rabu, 19 Oktober 2016

Kisah Kami dari Lumer Cafe, Malam Itu...

Kisah ini merupakan sambungan dari artikel sebelumnya (klik DISINI). Nah, sore itu pas di sekre APS Unair, tim poin, anak magang dan anak-anak APS lain pada mau hunting dengan tema “long exposure” di Taman Apsari. Aku lagi males hunting, jadinya aku nungguin Esti dan Shella di sekre buat ketemuan dan cerita-cerita. Akhirnya, Esti datang dan aku teriak, “Haiiii” dengan heboh, membuat Fafa yang di dekatku kaget dan anak-anak magang menoleh ke arahku, wkwk.
Besties (love)
Esti baru saja dari rumah, langsung kemari. Kami memang sudah janjian dari beberapa minggu yang lalu untuk ketemu. Lebih tepatnya, sejak chat super panjang dan voice note setumpuk, di hari yang istimewa itu, hehe. Shella masih di perjalanan menuju sekre. Karena masih belum lengkap, dan di sekre masih banyak orang, jadi aku belum bisa cerita soal “hari itu”. Apalagi Fafa dengan wajah-wajah yang siap untuk menguping, malah bertanya langsung ke Esti, “Sopo seh? Sopo seh (anak yang disukai Nena)?”
Tapi tentu saja gak dijawab, haha.

Setelah tim poin dan anak-anak magang pergi, di sekre hanya ada aku, Esti dan Derryl. Tapi Derryl ada perlu sehingga ia harus pergi. Sempat ada Dipa yang ambil tripod, lalu pergi lagi. Dan akhirnya, sekitar jam 17:00 Shella datang. Ia curhat panjang lebar soal kondisi terkininya yang lagi kelaparan berat (karena seharian ga makan), habis ada acara di suatu tempat dan temennya yang mau diajakin makan malah cerita panjang lebar sendiri, gak peka sama kondisi Shella, haha.
Tanpa basa-basi, aku langsung menunjukkan hasil chat-ku sama seseorang. Esti membacanya dari atas ke bawah, sambil sesekali ketawa-ketawa sendiri. “Lho Nen, chat-mu terakhir kok di read aja ama dia?”
Nah itu. Hiks.
Wes, hapusen ae 2 chat terakhir itu. Daripada aku sakit hati sendiri melihatnya.” ucapku dengan wajah sebal sekaligus geli.
“Cie yang chat-chatan” ucap Shella.
“Iyaa, tapi cuman hari itu aja, sampai sekarang nggak lagi.”
“Makanya, inisiatif dong!”
“Iya, tapi ga ada ide mau bahas topik apa, hehe.”
Berhubung Shella lagi dalam kondisi lapar sehingga ia agak tidak nyambung dalam membahas sesuatu, dan hari tengah menuju petang, akhirnya pembicaraan soal si doi tertunda. Shalat maghrib dulu di sekre, berkemas-kemas, dan pergi. Tapi sebelum itu... foto dulu dong ah.
Taraaa
Kami berdebat dulu soal mau makan dimana. Awalnya sih mau ke Chirashi Zushi, sushi bar favoritku yang enak dan murah. Tapi, menimbang beberapa hal seperti Shella gak bawa uang banyak, makan sushi gak kenyang dan daerah Manyar sekitarnya jam-jam magrib selalu macet, akhirnya kami pindah destinasi. Esti menyarankan ke Lumer Cafe, karena makanannya berkisar diantara 15 ribu tapi dijamin kenyang. Lagian aku penasaran sama makanan dari Lumer Cafe, belum pernah nyoba.
Oke, akhirnya kami meluncur ke Lumer Cafe yang ada di daerah Klampis, sebelahnya Platter pas. Lebih deket pula daripada yang di Ngagel, kalau dari arah Kampus C UNAIR.
Dan ternyata...
PENUH! Parkiran motor sampai tumpeh-tumpeh. YA TUHAN! Iya  baru inget, ini kan malam minggu! Pantes aja dimana-mana macet, huft. Ya begini ini nasib para jomblo yang gak tau hari, malam minggu biasanya di rumah sambil baca-baca buku atau nonton film. Atau malah tidur, haha. Untungnya, pas kami lihat ke dalam, ada 2 meja yang kosong! Aku langsung lari-lari kecil buat naruh tas, lalu kembali ke kasir buat pesan makanan.
Aku memesan Chicken Snitz, seharga Rp. 18.200 (exclude PPN 10%) salah satu menu unggulan yang kata temen-temenku enak. Ada juga sih Chicken Mozza seharga Rp. 15.000, kedengarannya juga enak, tapi berhubung mahalan Chicken Snitz dan aku mengasumsikan yang mahal lebih enak, akhirnya aku milih Chicken Snitz wkwk. Esti juga memilih menu yang sama denganku, bedanya adalah ia pake nasi, sementara aku pakai fries (kentang goreng). Sausnya pilih BBQ, walau ada saus lain kayak teriyaki dan blackpepper. Shella pesan semacam rice bowl. Minumnya pesan es teh, as always.
Sembari menunggu, kami bercerita-cerita. Shella mengawali kisah asmaranya yang panjang dengan gebetannya. Dia bimbang harus milih yang mana, dan bingung juga menentukan mana cowok yang terlihat serius kepadanya, hehe. Well, aku gak bisa mengukur kadar keseriusan seseorang dalam menjalin romantic relationship, jadi aku menyuruhnya agar pilih mana yang bikin nyaman, hehe.
WANT MOREEEE!
Makanan datang sekitar 10 menit kemudian. Kami menghentikan obrolan dan mulai makan. Ternyata enak juga ya Chicken Snitz, fillet ayam 2 potong besar yang digoreng dengan tepung, disiram saus BBQ, ditemani dengan fries dan sayur-sayuran (potongan buncis, jagung dan wortel). Walau harus diakui sih kalau gak terlalu mengenyangkan, kecuali aku ganti fries dengan nasi.
Setelah makan, kami merasa punya energi lebih buat cerita-cerita. Ya, tentang si doi. Doiku, doinya Shella dan doinya Esti, hehe. Shella lagi diajakin doinya buat naik gunung, dan dia meminta saranku. Sementara Esti bingung harus gimana buat ngobrol ke gebetannya. Bahas topik apa, ada kah kesamaan hobi, dan sejenisnya.
Sebenernya, itu pertanyaanku juga hihi.
“Kalau mau ngobrol emang harus ada kesamaan, Tik.” ucapku ke Esti. “Masa mau mbahas kuliah, lak yo bosen, hehehe.”
“Iya Nen, apa ya. Ada sih sedikit kesamaan, kayak kami berdua sama-sama suka anime, tapi kami nge-fans anime yang berbeda, masalahnya.”
“Emang kamu nge-fans anime apa?”
Esti menyebutkan judul anime favoritnya. Aku langsung terperangah.
“He, itu anime favoritnya doi-ku juga pek.” ucapku dengan nada antusias. “Ceritain sih, gimana anime itu? Aku penasaran.”
Esti menceritakan anime-nya dengan detail. Genrenya petualangan, punya ratusan episod, ratusan judul manga, dan kisahnya super panjang. Tak ku sangka dia punya hobi nonton anime, haha, aku baru tau.
“Orang yang hobi nonton anime itu kayak gimana sih?” tanyaku.
“Ya, karakternya mungkin seneng petualangan, soalnya genre utama anime itu petualangan. Trus, bisa jadi anaknya suka jalan-jalan, dan mungkin sedikit pemberontak.”
Hm, aku membatin.
Iya juga, dia seperti itu modelnya.
Seneng jalan-jalan, gak seneng banyak aturan, rebel.
Sebenernya karakter aku dan dia agak-agak mirip. Aku juga seneng jalan-jalan, mendaki gunung, lewati lembah *eh nyanyi* trus juga gak seneng kalau banyak aturan, pemuja kebebasan, gak bisa dikekang. Hmmm.. Apa jadinya ya kalau rebel ketemu rebel, lalu saling jatuh cinta? * menghayal*
Aku juga menceritakan kalau sebenernya aku sudah memetakan si doi. Mulai dari kondisi demografisnya, keluarganya, seleranya sama cewek model apa (ini tau dari Instagram, wkwk), karakternya, and how to treat him.
“Sepertinya sih dia juga udah tau kalau aku seneng sama dia.”
“Loh iya ta, Nen?”
“Di tiap postingan Instagramku kan ada caption, nah captionku ada yang mengandung kode, dan ada yang nggak. Dia gak pernah nge-like fotoku yang mengandung kode, sebagus apapun foto itu. Bisa disimpulkan kan, jika ia baca caption-captionku?”
Bisa juga dia membaca ulang chat kami dari awal sampai akhir. Atau baca blogku.
Anything can happens.
Terlebih, I am an opened book. Aku mudah sekali dibaca, aku jarang menyembunyikan sesuatu, aku gak bisa membohongi diriku sendiri, dan aku gak keberatan juga buat cerita-cerita. Dia bisa menyimpulkan dari manapun.
I’m in love with him. Aku inget saat “hari istimewa” itu dan dia balas chatku, rasanya lututku gemeteran dan susah dibuat jalan. Lemes rasanya. Terdengar alay, dan bagi Nena yang biasanya emosinya terkontrol, itu terdengar sangat aneh.
Tapi dia in love juga nggak, sama kamu?
Tolong jangan sodorkan pertanyaan itu, wkwk.
Kami lalu bercerita-cerita lagi sampai jam 8 malam, lalu diusir secara halus sama pelayannya karena mau ada lagi orang yang ingin makan di Lumer Cafe. Yaampun, tak terasa sudah 2 jam kami ada disini.
Kami bergegas ke parkiran motor, lalu pulang ke rumah masing-masing.
Big thanks for the awesome night, Esti & Shella! Love ya!

*NOTE* Lumer Cafe bagian luar ternyata amat sangat sumuk (panas). Aku sampai keringetan terus, untung saja nggak ada nyamuk. 

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template