Bulan ini, Februari 2016, masih sama dengan
bulan lalu. Bacaanku masih didominasi oleh buku-buku fiksi seperti novel. Bahan
bacaan yang sama untuk menunjang dan memperluas wawasanku akan sastra. Meski
sebenarnya cukup was-was untuk menanti semester berikutnya yang bisa jadi
“lebih seram” dimana aku butuh memperkaya wawasanku dengan literatur ilmiah,
tapi setidaknya untuk bulan ini aku masih bisa bersantai dengan bacaan fiksi di
tangan. Dan target akan tulisanku harus tetap berjalan.
Oke, jadi inilah deretan buku-buku yang
telah ku baca bulan ini, Februari 2016. Happy
reading, fellas!
1.
Hujan dan Pelangi
Penulis:
Idawati Zhang, Mikayla Fernanda, Ch. Marcia
Penerbit:
Plot Point
Tahun
terbit: 2013
Sabrina adalah sosok paling populer dan paling
berpengaruh di sekolahnya, SMA Pelita Nusa. Sebagai sosok ketua dari Pensa
Dance, wakil ketua OSIS dan anggota aktif klub basket, hampir tidak ada murid
di SMA Pelita Nusa yang tidak mengenal dirinya. Sabrina juga populer karena
latar belakang keluarganya yang sangat berkecukupan dan memacari sosok ketua
OSIS dan bintang basket di sekolahnya, Aldo, selama dua tahun terakhir. Selain
itu, Sabrina juga terkenal karena sosoknya yang bossy, selalu ingin menjadi pusat perhatian, ME-oriented, selalu ingin menang dan tidak peduli akan perasaan
orang lain yang bisa saja sakit hati karena ulahnya.
Sementara
itu, Camm, atau Cammelia adalah murid baru, yang pindah dari SMA Bhinneka
Bangsa pada pertengahan tahun ajaran. Sosoknya ditampilkan secara misterius,
cuek dan sarkastik, memiliki kemampuan bagus dalam hal memainkan kata-kata dan
mental lawan bicaranya. Alasan Camm pindah ke SMA Pelita Nusa adalah karena
ibunya, Lydia Fransiska, yang seorang instruktur koreografi tari terkenal,
meninggal karena sakit. Dan ia harus pindah ke SMA Pelita Nusa atas dasar
permintaan kerabatnya.
Dengan terus terang, Camm menyatakan
keinginannya pada Sabrina untuk mengikuti kegiatan dan klub-klub yang Sabrina
ikuti, dengan alasan kegiatan dan klub itu pastilah keren dan bergengsi (karena
ada Sabrina, sang Queen Bee terpopuler didalamnya). Sabrina, yang terkejut
karena keterus-terangan dan statusnya sebagai anak dari koreografer tari
terkenal, langsung menyetujuinya untuk bergabung dalam klub tari. Tanpa Sabrina
sadari, dibalik permintaan itu, Camm menyimpan rencana tersendiri untuk
Sabrina.
Well,
novel ini dikerjakan oleh tiga orang sekaligus dibawah tangan seorang penulis
dan editor terkenal, Clara Ng. Aku suka bagaimana novel ini menggambarkan
konflik, apalagi saat novel ini berusaha bicara blak-blakan mengenai seks
sebelum menikah dan kehamilan diluar pernikahan, meski pada ujungnya novel ini
menyebarkan pesan moral tersembunyi bahwa seks pranikah is really bad thing to do. Beberapa kata bahkan pantas untuk dibuat
quote, namun sayangnya, novel ini
mengambil tema tipikal dan klise: lagi-lagi berputar di cewek populer yang
masuk ekskul populer: dance, basket
dan OSIS. Secara implisit menegaskan bahwa diluar ekskul itu tidaklah terlalu
keren dan populer. Apalagi saat Sabrina memacari Aldo yang ketua OSIS, sementara Sabrina sendiri adalah wakil OSIS, apa
sebegitu kebetulannya? Apa memang harus yang populer berpacaran dengan yang
populer? Klise. Begitu tipikal literatur sastra chicklit SMA. Mungkin penulisnya punya alasan tersendiri mengapa
mengambil konsep seperti ini, tapi aku sendiri lebih menyukai apabila kita
mengeksplor hal lain, seperti misal, menonjolkan ekskul Saman, Paskib, Pramuka
atau Pecinta Alam, instead of OSIS,
Basket, Band, Cheerleader atau Dance? Atau menonjolkan kisah cinta dari
dua orang yang berbeda “kasta” ?
Dan, dari awal sudah bisa ditebak siapa
Camm dan apa niat tersembunyinya terhadap Sabrina. Memang sedikit tricky sih, untuk memberikan kejutan
akan status dari sebuah tokoh di kisah fiksi, kebanyakan akan berakhir dan
ditebak dengan mudah, bahkan sebelum sampai ke konflik utamanya. Tapi,
penggambaran Sabrina sebagai “cewek pelangi” yang hidupnya selalu indah dan berpihak
kepadanya dan Camm sebagai “cewek hujan” yang hidupnya ironis, sengsara dan
menyedihkan, sudah cukup tepat, karena relasi simbol dan pemaknaan kata
Pelangi/Hujan dan apa persepsi orang mengenai hal tersebut, memiliki arti yang
sudah dipahami oleh banyak orang.
Skor:
7/10
Baca
gih bagi kamu-kamu yang suka literatur fiksi SMA, tapi kalau aku sendiri, ini
bukan seleraku.
2.
Bachelorette #1
Penulis:
Jennifer O’Connell
Penerjemah:
Farah Rachmat
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun
terbit: 2009
Sarah Divine Holmes, penulis artikel majalah Femme yang
sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak balita, ditugaskan untuk menyusup
menjadi peserta The Stag, acara yang pesertanya adalah wanita muda, lajang dan
berpenampilan sangat menarik. Sarah ditugaskan oleh Suzanne, atasannya, untuk
membongkar “kebusukan” acara tersebut, karena dianggap telah membuat harga diri
perempuan jatuh demi mengejar seorang laki-laki. Panggilan The Hen bagi 24
perempuan yang terpilih untuk mendapatkan cinta seorang laki-laki, juga tak
kalah menurunkan derajat wanita. Maka, berangkatlah Sarah untuk menuliskan
artikel tentang The Stag dari sudut pandang dirinya sebagai satu dari 24 Hen,
yang satu demi satu berguguran dalam waktu lima minggu karantina. Sarah
terpaksa harus meninggalkan Jack, suaminya dan Katie, anak perempuannya, demi
menjalani lima minggu karantina sebagai peserta The Stag.
Mulanya, pandangan Sarah pada acara The Stag sama
dengan banyak orang: perempuan yang ikut acara itu pastilah sudah putus asa dan
kurang percaya diri untuk mendapatkan cinta, perempuan cantik dengan pikiran
yang dangkal dan murahan, perempuan yang diam-diam menusuk, membicarakan di
belakang hingga menyabotase peserta lain demi keuntungannya sendiri agar
diperhatikan oleh laki-laki. Laki-laki yang menjadi Stag pun ia anggap sebagai
laki-laki brengsek yang oportunis dan suka mempermainkan wanita. Laki-laki yang
dengan kekayaan dan status sosialnya, bisa dengan mudah mendapatkan wanita
manapun yang ia inginkan, dan membuang wanita manapun yang ia kehendaki. Lengkap
sudah alasan Sarah untuk membongkar “kebiadaban” acara televisi The Stag.
Tetapi, setelah mengenal satu persatu peserta yang
menjadi Hen dalam acara The Stag, pandangan Sarah pun perlahan berubah.
Perempuan-perempuan itu sebenarnya adalah perempuan baik, yang memiliki
alasan-alasan tersendiri untuk mengikuti acara The Stag. Alasannya beragam,
mulai dari dikhianati kekasihnya, didorong oleh ibunya, mempecundangi mantan
kekasih yang telah menyia-nyiakan dirinya, mencari cinta terakhir, hingga murni
ambisi pribadi untuk menikahi pria yang kaya dan memiliki status sosial yang
tinggi. Memang ada satu peserta yang sesuai dengan stereotype Hen, yakni Holly Simpson, yang masuk dalam kategori
“Mean Girl”, yang akan melakukan apapun demi mendapatkan si Stag sebagai
kekasih dan bakal suaminya nanti. Siapa sangka, Sarah Divine Holmes yang semula
antipati pada The Hen dan si Stag, kini berbalik bersimpati pada mereka
(kecuali Holly dan produser acara, Arnie dan Sloane, yang menampilkan The Hen
menjadi wanita buruk, murahan dan menyedihkan). Sarah pun berusaha keras untuk
tidak jatuh cinta pada Chris, si Stag, dan mempertahankan ikatan pernikahannya
yang sempat goyah sedikit karena acara tersebut. Bagaimana nasib Sarah
selanjutnya? Akankah ia rela jatuh hati demi Chris dan meninggalkan keluarganya?
Akankah ia terpilih hingga akhir? Atau gugur dalam malam seremoni lilin, yang
berarti gagal mendapatkan artikel untuk majalah Femme?
Novel ini seperti tipikal novel pop-culture Amerika, tapi berbeda dengan novel “Love for Sale”
kemarin, novel Bachelorette #1 ini jauh lebih segar! Gaya penulisan yang asyik,
dari sudut pandang Sarah sebagai orang pertama, menceritakan dirinya dan acara
The Stag dengan apa adanya. Dialog-dialog yang segar. Diksi-diksi yang
terkadang sedikit bereksperimen, namun sangat menarik. Monolog yang cukup
introspektif dan berusaha jujur pada seluruh personalitas dan kondisi emosional
Sarah. Sangat pop-culture,
“So-American”, kosmopolitan dan modern. Aku bisa bertahan berjam-jam membaca
novel yang memiliki 328 halaman ini.
Skor? 9/10
Mau baca lagi suatu saat, hehe.
3.
Kerling Si Janda
Penulis:
Taufiqurrahman al-Azizy
Penerbit:
Diva Press
Tahun
terbit: 2013
Kematian Kasiyem, istrinya, saat tengah melahirkan anak
kedua, membuat langit Hardiman, seorang supir Angkudes (angkutan desa), runtuh.
Setelah perlakuannya yang buruk pada istrinya selama ini, kematian Kas
membuatnya menyesal dan merasa sangat bersalah. Terbayang kebiasaannya
mabuk-mabukan, mengasari Kas, mengabaikan Pras –anaknya, hingga berselingkuh
dengan Munah, seorang janda cantik idaman setiap laki-laki. Hardiman merasa
begitu hancur dan bertekad kuat pada dirinya untuk melakukan dua hal:
membesarkan kedua anaknya (Pras dan Imran) dan tidak lagi menerima wanita baru
lagi di kehidupannya. Imran, anak yang baru dilahirkan itu kini dirawat
bertiga, oleh Hardiman sendiri, oleh Mbok Pah, seorang wanita tua dan suaminya,
serta Ginah, sebagai ibu susu bagi Imran yang masih bayi.
Hardiman akhirnya menikmati perannya sebagai orang tua
tunggal bagi Pras dan Imran. Meski berat, senyum dan tawa Pras dan Imran mampu
membuat hatinya kembali bahagia. Tidak ada lagi yang ingin Hardiman lakukan,
kecuali membahagiakan kedua anaknya. Hardiman juga sempat mempertimbangkan
saran Pak Haji untuk menjadi petani dan menggarap lahan, meninggalkan
pekerjaannya sebagai sopir angkudes, karena mimpi berkesan yang mendatanginya
suatu malam.
Dalam perjalanannya “kembali ke jalan yang benar”, ada
saja gangguan yang menghalangi Hardiman. Mulai dari godaan dari teman sesama
supir angkudes yang mengajak Hardiman untuk kembali ke dunia yang gelap,
bisik-bisik mengenai hubungannya dengan Munah, Munah yang ingin kembali
menjalin hubungan dengannya, hingga rencana jahat pada Hardiman dari Muniri,
sesama supir angkudes yang dulu adalah ‘sahabatnya’. Apakah Hardiman sanggup
menghadapi masalah demi masalah yang mendatanginya? Dan apakah Hardiman mampu
memenuhi janji dan ikrarnya untuk tidak lagi menerima wanita baru di
kehidupannya, pasca kematian Kas?
Novel jenis ini sudah seringkali ku baca. Tipikal novel
yang menceritakan tentang kegetiran dan kesulitan hidup orang-orang “cilik”,
dilema dalam menghadapi masalah, sedikit banyak berbau religi, namun tetap
berakhiran happy ending. Kisah biasa
mengenai kehidupan orang kecil. Meski punya kecenderungan yang bisa ditebak,
namun aku tetap menikmati novel ini. Plot kisah “ayah sebagai orang tua
tunggal” cukup baru, mendobrak (karena orang tua tunggal selama ini kita pahami
diperankan oleh ibu) mampu membuatku tertarik. Ditambah momen-momen emosional
di bab awal kematian Kas dan kesedihan Hardiman, mampu mengoyak-oyak
kesedihanku. Meski gaya penceritaannya cenderung biasa saja, namun bisa ku
terima.
Skor : 7/10
Not
so impressing, tapi lumayan
untuk mengisi waktu senggang.
4.
Situs Masalah (Terjemahan dari judul The Worry
Website)
Penulis:
Jacqueline Wilson
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit: 2007 (di Indonesia, di negara aslinya 2002)
Mr. Speed, seorang guru sekolah dasar yang eksentrik,
kesulitan mencari cara untuk mendengarkan masalah dan keluhan anak didiknya,
semenjak metode “lingkaran curhat” tak terlalu efektif (karena beberapa anak
merasa malu dan sungkan menceritakan seluruh masalahnya didepan murid-murid
lain). Maka, Mr. Speed menemukan metode baru untuk membuat anak didiknya
bercerita: membuatkan website khusus
untuk curhat! Tiap anak boleh mengutarakan masalahnya, lalu anak-anak lain akan
mengomentari masalah itu dengan sudut pandangnya masing-masing.
Dimulai dari Holly yang akan memiliki ibu tiri baru
(semenjak ibu kandungnya pergi karena depresi dan telah memiliki kekasih
sendiri, sementara selama bertahun-tahun, ayah Holly merawat kedua anak
perempuannya seorang diri). Namun, Holly tak begitu senang dengan kehadiran
calon ibu tirinya, apalagi calon ibu tirinya adalah perempuan baik-baik, plus
statusnya sebagai guru pre-school
bagi adik perempuannya. Holly justru menginginkan ibu tiri yang jahat, supaya
ia bisa leluasa membenci ibu tiri barunya tersebut dengan alasan yang jelas.
Lalu, Greg, anak laki-laki yang bercerita kalau ia
sedang menyukai gadis di kelasnya. Semua orang menduga bahwa Greg menyukai
Samantha, gadis berambut pirang yang tercantik di kelasnya, namun Greg menyukai
seseorang yang lain. Seseorang yang tidak mengingatkannya dengan adik
perempuannya yang usil, pengganggu dan manja. Seseorang yang cerdas dan punya
ciri khas. Siapakah orang itu? Dan apakah Greg berhasil mendapatkan gadis itu?
Begitulah intinya. Tujuh orang anak-anak itu memiliki
masalahnya sendiri-sendiri. Ada William yang merasa minder dan kurang percaya
diri karena dia menganggap dirinya tak bisa apa-apa, ada Samantha yang terus
menerus merindukan ayah kandungnya yang pergi dan berkhianat dari istrinya, ada
Claire yang sering bermimpi buruk dan dilanda ketakutan, ada Lisa yang memiliki
masalah dengan kekerasan yang terjadi pada ibu dari ayahnya yang tidak
bertanggung jawab, namun memilih untuk tidak bercerita secara gamblang, dan ada
Natasha, seorang gadis yang lumpuh, tak bisa berbicara, yang merasa tidak ada
seorangpun yang mau menerima kondisinya apa adanya, kecuali beberapa orang
tertentu. Dan, Mr. Speed sendiri yang periang, namun dibaliknya adalah seorang
suami yang gagal mempertahankan pernikahannya.
Novel ini ditujukan untuk anak-anak, namun aku menemui
beberapa kata-kata yang terdengar kasar dan mengandung violence, dan juga
topik-topik yang anak-anak tidak terlalu paham seperti kekerasan dalam rumah
tangga, kisah cinta atau perselingkuhan (meskipun itu digambarkan dalam bahasa
anak-anak). Well, bagiku sendiri,
novel ini tidak ditujukan spesifik bagi anak-anak Indonesia, karena beberapa
kata tak pantas dan topik yang tidak relevan untuk dibaca anak-anak. Mungkin
saja di Amerika, novel seperti ini memang dikhususkan untuk anak-anak, tapi
tidak untuk anak Indonesia (dengan kebudayaan dan gaya hidup yang berbeda).
Namun secara pribadi, aku menyukai ini dan gaya bertutur serta humornya yang
segar, khas Amerika.
Skor: 8/10
Not recommended for children, jadi orang tua harus mendampingi ya, kalau
membolehkan anaknya (dibawah 10 tahun) untuk membaca.
5.
Romansick
Penulis:
Emilya Kusnaidi
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun
terbit: 2015
Audrey ‘Dre’ Kahono, adalah seorang editor di majalah fashion ternama, yang memiliki gaya
hidup high class dan hedonis. Dre memiliki
sifat yang tempramental, blak-blakan, frontal, namun memiliki masalah
pengendalian diri (terlihat dari begitu mudahnya ia getting drunk setiap kali ada masalah yang menimpa), alih-alih
menyelesaikan masalahnya, Dre justru menyelesaikannya dengan mabuk-mabukan.
Dre memiliki rekan kerja yang sangat baik, dan dua
orang sahabat cowok semenjak SMA yang selalu berada di sisinya. Kelihatannya
sempurna: karir sukses, mapan secara finansial, rekan kerja yang baik, sobat
yang menerima apa adanya, ya kan? Tapi, ternyata, Dre tidak selalu sebahagia
itu, nyatanya, ia kian tersuruk kala mengetahui bahwa Eren, sobatnya sendiri
yang telah ditaksirnya sejak SMA, akan melamar kekasihnya yang tinggal di New
York.
Dre tersuruk kian dalam, hingga ia kalut dan salah
menarik orang yang ia kira Tara, sobatnya yang lain. Cowok itu, Austin, adalah
cowok ganteng, mapan namun sangat moody
dan manipulatif. Meski mati-matian mengaku, namun dalam hatinya, Dre sangat terpikat
oleh Austin. Di kala Dre kian hancur melihat Eren yang akan melamar Ayuna,
sebuah ide dilontarkan oleh Austin: mengajak berlibur sebentar ke Pulau Bintan
bersamanya. Dre merasa sangat senang mendapati dirinya terlepas dari beban
tentang Eren dan pekerjaan yang terasa mencekiknya, apalagi ia mendapati
perasaannya terhadap Austin kian menguat. Namun, siapa sangka, di kala ia
semakin yakin bahwa Austin benar-benar menyukainya, ia harus mendapati bahwa
Austin hanya memanfaatkan kehadirannya saja untuk suatu hal. Hatinya yang telah
hancur oleh Eren, menjadi kian hancur oleh perlakuan Austin terhadapnya. Apakah
setelah peristiwa itu Dre akan melupakan Austin? Atau justru membuangnya
jauh-jauh dari kehidupannya? Atau malah memaafkannya dan menerimanya kembali?
Novel ini termasuk genre baru di Indonesia. Menyorot sisi lain dari kehidupan
masyarakat high class. Memang cukup
baru sih, karena kita jarang tahu bagaimana kehidupan masyarakat high class, dan sangat jarang yang
menuliskannya menjadi sebuah novel. Meski novel ini tetap membiarkan stereotype itu dilanggengkan (seperti stereotype bahwa orang kaya itu egois,
tak peduli pada orang lain, hanya memikirkan diri sendiri), namun setidaknya,
tema utama yang disorot bukanlah kehidupan high
class-nya, namun kisah asmaranya. Kisah asmaranya sendiri cukup tipikal,
mulai dari jatuh cinta pada sahabat, namun ujung-ujungnya berakhir bersama
dengan orang asing yang mulanya kita benci (spoiler).
Meskipun begitu, target audience novel ini bukan untuk semua orang, target audience novel ini lebih spesifik, yakni
untuk mereka yang juga termasuk dalam golongan masyarakat high class, pecinta mode dan fashion,
pelaku/pekerja di majalah dan sejenisnya. Hingga, diksi-diksi dan vocabulary yang digunakan pun
menyesuaikan dengan kehidupan mereka, seperti memakai dialog yang seringkali
menyelipkan bahasa inggris, gaya hidup serta kebiasaan mereka. But, overall, apa sih yang tidak untuk
sebuah karya sastra?
Skor:
7/10
Benar-benar
kisah Roman yang Sick (sesuai judulnya dan melihat begitu hancur dan hebohnya
kehidupan asmara Dre, tokoh utamanya, haha)
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)