Karena kecintaanku pada gunung, 4 bulan berselang setelah
pendakian di Gunung Penanggungan, aku memutuskan untuk naik gunung lagi. Kali
ini, tawaran naik bareng datang dari komunitas yang berbeda, KOMPAAS (Komunitas
Pecinta Alam Arek Suroboyo). Aku dapat infonya dari Facebook, ceritanya ada anniversary komunitas pecinta alam juga,
dan mereka merayakannya dengan mengadakan camping
rame-rame (istilahnya camcer, atau camping
ceria) dan lokasi yang dipilih adalah Gunung Arjuno, tepatnya di Pos 2 Gunung
Arjuno, Pos Ontoboego, jalur Purwosari, Pasuruan, pada tanggal 5-6 September
2015.
Modalku hanya
nekat ikutan. Padahal aku belum pernah sekalipun kopdar sama KOMPAAS, eh
datang-datang malah minta ikut. Rasanya ga tau diri banget, ahaha. Tapi, karena
sifat khas dari komunitas pecinta alam adalah terbuka, ramah, suka menolong dan
menerima apa adanya (ini serius, emang bener), maka siapapun yang join akan diterima dengan lapang dada.
Begitu pula yang terjadi kepadaku. Maka, aku bersyukur sekali dan berterima
kasih karena telah diizinkan ikut seolah sudah lama kenal dan gabung ama mereka.
Jadi... Inilah
kisahku, kawan.
PRA-PENDAKIAN
Berbeda dengan
pendakian Gunung Penanggungan, 2-3 Mei 2015 lalu, kali ini aku datang
sendirian. Tak masalah, justru ini kesempatanku untuk mengenal lebih dalam
orang-orang yang ada di komunitas ini. Logikanya, kalau ada temen yang kita
kenal kan kita cenderung nempel terus ama mereka, jadi gak berbaur sama yang
lain, berbeda kalau sama sekali gak kenal, kita akan melakukan apapun untuk
mengenal dan diterima oleh mereka. Semacam penebusan dosa karena aku ngerasa
gak deket sama anak-anak Jatim Backpacker pas naik di Penanggungan silam.
Alhamdulillah,
mereka sangat baik kepadaku. Bahkan, aku yang bilang gak ada motor buat kesana,
jadi di-tebengi ama salah satu anggotanya. Baik banget. Tau sendirilah, motorku
kalau dibawa naik ke dataran tinggi kayak gimana? Aku kan udah pernah cerita di
postingan sebelumnya, hehe
Sebelum naik,
aku menyempatkan untuk jogging satu
kali, meski track jogging yang ku ambil tidak panjang,
tapi semoga itu bisa membantuku nanti dalam mengatur napasku yang mudah
terengah-engah. Sebelum naik pula aku browsing
di internet, kalau pendakian dari pos 1 ke pos 2 hanya makan waktu 1 jam.
Sungguh singkat, ga ada apa-apanya dibanding di Penanggungan kemarin. Ya,
namanya juga cuma ke Pos 2, bukan puncak, kan? Tujuannya juga cuma camping. Kalau puncak, bisa 2-3 hari
hehe
PENDAKIAN
Untuk menuju ke
meeting point (Angkringan Mayangkara,
dekat RSAL) aku minta diantar sobatku, Atul, karena ga bawa motor. Sempat
nyasar, tapi berada disana tepat waktu, sesuai janji, yakni jam 18:00. Atul
pulang beberapa saat kemudian dan aku masuk ke dalam, menemui Cak Mus, ketua
komunitas KOMPAAS, yang sudah menunggu didalam dari tadi. Belum ada anggota
lain. Aku menyapa dan mengobrol dengannya. Dia ga bisa ikut naik karena
istrinya lagi sakit.
Suasana di angkringan Mayangkara
Beberapa saat kemudian, satu
persatu anggota datang. Aku mengenal tiga anggota perempuan yang ikut KOMPAAS,
mereka adalah Mbak Fitria, Mbak Dewi dan Mbak Dila. They’re super nice and friendly. Anggota lainnya laki-laki dan
jumlah totalnya ada belasan orang. Mereka mengecek, re-packing barang bawaan dan setelah sudah yakin beres, jam 19:16
kami ngumpul di parkiran, untuk mendapatkan pengarahan dari Cak Mus dan doa
bersama sebelum berangkat. Jam 19:25 kami berangkat. Aku ditebengi Mas Fanani,
salah satu anggota KOMPAAS juga
Berangkaaaat!
Jam 22:25 kami sampai di Pos
pertama Gunung Arjuno via Purwosari, Pasuruan. Lokasinya seperti dusun kecil
yang memiliki perkebunan jagung dan kopi. Ada banyak rumah-rumah penduduk. Jalanan
ke desa ini sungguh terjal, penuh bebatuan dan lama menempuhnya. Ada sekitar
satu jam lebih untuk menuju desa dari jalanan aspal besar jalur
Surabaya-Malang. Dengan melihat jalanan ini, untunglah aku tidak membawa motor
karena jalan ini cukup parah. Sampai, langsung makan-makan dulu, karena ada
yang bawa bekal jadi dikeroyok rame-rame, ahaha. Aku kok gak kepikiran ya bawa
nasi dan lauk seperti mereka. Seenggaknya, sebelum naik kita punya energi
lebih, hehe.
Pendakian dilakukan di malam
hari. Mungkin kalian bertanya, kenapa kok malam? Bukannya gelap? Lebih dingin?
Banyak hewan yang keluar malam? Kenapa gak siang aja? Ya, ada alasan khusus
kenapa dipilih pendakian malam. Aku bertanya ke banyak orang, dan ini
alasannya:
1.
Pendakian
malam dilakukan karena ada anggota yang pulang kerja sore hari, jadi baru bisa
berangkat malam dan otomatis, pendakiannya malam pula
2.
Pendakian
malam lebih menantang, karena gelap jadi kita gak tau udah dekat atau belum
dengan pos berikutnya dan ini membuat kita tetap jalaaaan terus. Beda kalau
siang, kita melihat track-nya dengan
jelas dan kadang kita mikir, “Aduh, masih jauh ya?” “Aduh, kelihatannya terjal
nih.” dan sebagainya.
3.
Pendakian
malam lebih sejuk. Tidak ada istilah ‘dingin’ kalau kita tetap mendaki dan
berjalan, karena tubuh kita membakar kalori dan mengeluarkan rasa hangat.
Sementara, pendakian siang, meski bisa melihat pemandangan yang bagus, tapi
panas, jadi tubuh kita membakar kalori dan energi lebih banyak, yang membuat
kita menghabiskan lebih banyak air dan makanan daripada pendakian malam.
4.
Setelah
mendaki malam hari, kita bisa langsung pasang tenda dan tidur, hahaha
5.
Soal hewan,
aku pribadi belum pernah melihat hewan, terutama yang buas, di malam hari.
Mungkin karena jam terbangku saja yang kurang tinggi, tapi potensi bahaya tetap
ada baik siang atau malam, jadi tingkat kewaspadaan harus tetap tinggi, tak
peduli pendakian itu dilakukan siang atau malam
Sampai di pos pendakian
Langsung budal
Jam 22:55 kami mengisi form data pendaki, setelah itu langsung
naik. Jalanan yang semula paving,
berubah jadi setapak. Belum apa-apa, track-nya
sudah curam, bahkan seringkali sampingnya jurang. Widih. Sebenarnya ada dua
jalur, yang sama-sama mengarah ke Pos 2, tetapi kita pilih yang curam dulu
karena katanya setelah ini jalanan bakal enak, mulus dan lebar.
Jalannya jadi lebar
Break dulu
Benar juga, track yang curam ini cukup singkat, tak sampai 15 menit. Setelah
itu jalanannya berubah jadi lebar dan tak terlalu curam. Kami berjalan dengan
nyantai, melodi lagu yang disetel berbaur dengan suara jangkrik dan suasana
yang sunyi. Tak jarang, ada yang bilang, “Ayo semangat, kurang 10 menit lagi!”
Perasaan dari tadi bilang 10 menit terus tapi gak nyampe-nyampe, haha.
Sampai cuy!
Jam 23:50, kami sampai di Pos 2
Gunung Arjuno, Pos Gua Ontoboego. Dengar, hanya 50 menit? You serious? Tiba-tiba udah sampai aja, waw. Kami langsung
salam-salaman ama member dan
komunitas lain, seperti dari Komunitas KOPIALAS (Komunitas Pecinta Alam Bebas),
lalu langsung ikut bantuin masak-masak. Mbak Fitria malah mengeluarkan rujak
dalam porsi besar!
Masak tengah malam
Siluet dalam kegelapan
Setelah masak dan ngicip makanan,
aku nyoba jalan-jalan disekitar area camp.
Mengobservasi. Ada yang ngobrol, ada yang masak-masak, ada yang nyanyi dan
gitaran disekitar api unggun. Dan... ada kamar mandi cuy! Cukup mengejutkan,
mengingat di Penanggungan dulu kamar
mandi = semak-semak. Selain itu, ada area yang di keramik, ada patung dan
juga gua Ontoboego, yang menurut internet, dikeramatkan. Beberapa bangunan dan
monumen tertulis: dibangun oleh KOSTRAD. Oh wow.
Jam 02:00 aku masuk tenda dan
tidur, satu tenda isi empat orang (aku, Mb Fitria, Mb Dila dan Mb Dewi), lalu bangun
jam 05:00. Disini, jam 5 pagi pun sudah sangat terang, matahari menyinari dan
seluruh area yang kulihat sudah terang benderang. Cerah, Setelah mengerjapkan
mata, aku langsung merekam suasana sekitar. Tempat ini sangat bagus! Akhirnya,
tanpa mencuci muka atau apa, aku langsung jalan-jalan mengelilingi sekitar area
camp, main-main dulu lah bentar hehe
Pagi,
Arjuno!
Tendaku
Monumen naga
Rame cuy!
Gua ontoboego, dari inilah nama
pos 2 berasal
Kelihatan ga, bangunan kamar
mandinya?
Menuju puncak!
Wih asik, tempat tidur gantung
:((
Pamer ular hehe
Jam 05:45 aku balik dan lihat tim
KOMPAAS udah mulai masak-masak. Bahannya lengkap, mulai dari protein hewani
(sosis, ikan teri) sampai protein nabati (tempe, tahu, sayuran), hehe. Gini
jadi kepikiran lagi, harusnya aku bawa bahan mentahan kalau tau ada yang bawa
alat masak. Seperti biasa cuma bawa roti. Duh gak berguna peranku disini.
Masak, masak sendiri *nyanyi*
Nyantai sambil nunggu masakan
jadi
Yaudah, akhirnya bantuin dikit,
sampai semua member selesai nyamil
atau makan, jam 08:00 pagi ada pelatihan singkat navigasi darat oleh seorang
bapak-bapak handal yang aku lupa namanya. Banyak orang mengerubungi, jadi aku
ikutan. Kali aja dapat ilmu yang berguna, hehe
Pelatihan singkat navigasi darat
Bapak pelatihnya
Membidik kompas dengan baik dan
benar hehe
Cuma satu jam aku ikutan
pelatihan, suasananya kurang kondusif karena banyak orang dan alatnya terbatas,
kata bapaknya kalau alatnya banyak, orang-orang boleh praktekin. Jadi yang ku
dengerin cuma sebatas teori plus lihat peragaannya saja dari bapaknya, kaya
baca peta atau bidik kompas. Ya, kalau memang bener-bener minat dan mau
menguasai navigasi darat, kontak aja bapaknya, kali aja dapat pelatihan privat
hehe
Jam 09:30-an,
aku ngajakin Mb Fitria, Mb Dewi dan Mb Dila hunting
foto. Kami menjelajahi seluruh ground,
mencari-cari background menarik. Eh,
nyasarnya malah foto-foto sama orang-orang ini. FYI, mas yang pake seragam SD
itu katanya sering naik gunung pake sepeda tua lho. Dan dia sudah menapaki
banyak gunung dengan cara unik itu.
This is us, hehe
Ceritanya ‘hunting’
Mbak Dew, fotomu tak pajang ya? Bagus soalnya ^^
Sejam lebih hunting, tiba-tiba udah disuruh packing lagi. Mau turun katanya. Okelah.
Lagian camp ground udah mulai sepi. Banyak yang udah balik jam 10 tadi. Habis
beres-beres, mulai deh gabut dan nganggur. Ngelihatin Mbak Fitria minta
dibikinin gelang ama Bang Wanto, sampai eyel-eyelan soalnya minta dibikinin
banyak tapi Bang Wanto gak mau haha. Ngobrol-ngobrol juga sama yang lain, ada
pula yang beresin tenda, nimbun sampah makanan di tanah atau mungutin sampah
buat dibawa turun. Itu baru pecinta alam sejati, hehe
Ceritanya lagi bikin gelang
Dibawah naungan pepohonan
Tanda cinta dari hutan
Enak-enak
tiduran di atas rumput, dibawah rimbun pohon, ternyata aku ketiduran. Sejuk
sih. Sepoi-sepoi gitu. Dan terima kasih Tuhan, pas aku bangun ternyata anak
KOMPAAS masih ada, gak ditinggal haha. Jam 13:00 semuanya udah beres dan
saatnya turun gunung!
Camp ground udah mulai sepi
Balik ke peradaban
Oh ya, sekedar
cerita. Banyak sih yang tanya gini ke aku, “Ngapain
mbak ngerekam-ngerekam?” (nada penasaran, bukan nada ofensif) atau “Lagi bikin video dokumenter ya?” Hm,
semencolok itukah aksiku? Wkwk. Tapi akhirnya ku jelaskan juga kalau aku memang
bikin video dokumenter untuk kepentingan pribadiku, bukan untuk tugas. Sekedar
seneng aja sih. Lagian, kalau niat buat dokumenter serius, please, siapapun tidak akan pernah memakai kamera compact/kamera saku untuk merekam. Pakai
yang HD (720 p) pun masih jelek banget :(( Gampang shaking, gak ada manual
fokus, auto fokus payah, kadang gelap, wes pokoknya jelek pol lah. Apalagi
kalau malam, noise tok isine :(( Tapi,
bagaimanapun, ini satu-satunya kamera yang ku miliki :’)
Alhamdulillah nyampe peradaban
Suasana sekitar pos perizinan pendakian
30 menit saja
kami sudah sampai di pos perizinan! Jam 13:00 sampai 13:32, singkat sekali. Wah
senangnya. Setelah melaporkan identitas kami di pos perizinan (semacam check out), jam 14:00 aku langsung
pulang. Maklum nebeng, dan yang ditebengi (Mas Fanani) ada acara nanti malam,
jadinya langsung balik secepatnya, sementara yang lain masih duduk-duduk di pos
perizinan.
PASCA PENDAKIAN
Pulaaang pulaaang
Pendaki yang berseragam SD itu beneran ngontel,
kawan!
Aku request ke Mas Fanani agar diturunkan di
Terminal Bungurasih, mengingat aku gak bawa motor. Nanti bisa naik bis kota ke
JMP lalu lanjut naik mikrolet/bemo ke rumah. Asik. Aku justru seneng punya
kesempatan untuk naik kendaraan umum, jarang-jarang ada kesempatan kayak gini. Suasananya
berbeda dibanding naik motor (dan paling utama : keadaan mengharuskan
demikian). Anyway, thanks poll buat Mas Fanani, atas
tumpangannya.
Terminal Bungurasih
Didalam bis tujuan JMP, Surabaya
Satu setengah
jam (14:00 ke 15:30) berkendara dari Purwosari, Pasuruan menuju Terminal
Bungurasih. Hari memang sudah tidak terik tapi debu berterbangan dimana-mana.
Jangan tanya seberapa kucel wajahku. Setelah berterima kasih dan berpamitan ke
Mas Fanani, aku langsung melangkahkan kaki menuju dalam terminal. Mencari bis
jurusan JMP, Surabaya.
Jam 15:37 aku
sudah duduk diatas kursi bis yang keras. Bis belum berangkat, tapi mesinnya
meraung-raung karena lagi dipanaskan. Biasa, bis belum penuh, kursi-kursi masih
banyak yang kosong dan demi kejar setoran, pengemudi bis masih setia menunggu
penumpang selanjutnya. Bis kemudian berjalan ketika sudah penuh.
Mulanya tak ada
yang mencurigakan. Bis berjalan dengan kecepatan sedang. Aku memandangi siluet
gunung yang angkuh dan sombong, yang baru saja kudaki semalam. Gunung itu bisa
terlihat apabila cuaca cerah tanpa ada awan yang menghalang. Aku jadi ingat
Novel Bumi Manusia yang kupinjam dari temanku, Ardila. Di novel ini
menceritakan tokoh Anneliesse, anak orang kaya yang blasteran (keturunan
Indonesia-Belanda), yang suka memandangi gunung dari rumah megahnya di daerah
Wonokromo. Aku jadi curiga, gunung yang dimaksud adalah gunung Arjuno-Welirang
ini. Kenapa? Karena memang gunung ini bisa terlihat dari Surabaya, seperti yang
kulihat tadi, terlihat jika cuacanya cerah. Dari jauh ia lebih memesona ^^ Oke,
aku jadi ngobrol kemana-mana. Dan aku jadi ingat kalau novelnya Ardila sudah
ada di aku selama satu semester *merasa bersalah*
Bisnya bermasalah, penumpang gelisah :((
Tapi,
tiba-tiba, bis berhenti ketika berada didalam area tol. Mesin dimatikan, sopir
bis turun untuk mengecek dan penumpang mulai gelisah. Tak lama, sopir bis
mengumumkan bahwa ada masalah pada bis dan kita disuruh untuk cari bis lain.
Waduh. Sekali naik bis, eh dapet yang bermasalah, hehe. Tapi aku masih nyantai.
Justru menarik bagiku.
Belasan menit
kami menanti, ada bis yang berhenti dan penumpang berkejaran, berebut masuk.
Tapi yang bisa terangkut hanya sebagian. Sisanya, sekitar 10 orang (termasuk
aku) menanti bis selanjutnya. Aku tanya ke ibu-ibu yang tadi duduk disebelahku,
kira-kira bayar lagi gak ya? Katanya sih gak, karena bisa jadi hal ini sering
terjadi dan sopir bis biasanya kenal dengan sesama supir bis, yang menjadikan
mereka sering membantu jika dilanda situasi seperti ini.
Setelah sabar
menanti, aku dan ibu berbaju hijau tosca masuk, dan duduk terpisah. Tadi
ngobrol sebentar katanya dia mau ke rumah anaknya di daerah Bulak Banteng.
Malah disuruh mampir pula. Tapi kutepis tawarannya dengan halus, sembari
menjelaskan bahwa esok pagi aku ada kelas.
Didalam bemo R2
Turun dari bis,
kami berjalan beriringan mencari bemo yang sama, yakni R2 berwarna hijau muda.
Tinggal dua bemo tersisa, karena hari sudah hampir gelap. Bersyukur, masih ada
bemo. Kalau lewat maghrib, jangan harap ada R2 nangkring di JMP :’)
Bemo berjalan lambat, jam 17:30,
mengantarkan kami ke tujuan masing-masing. Agak sedih melihat penumpangnya bisa
dihitung jari (kalau gak salah, cuma 6, padahal kapasitas sekali angkut bisa 15
orang (termasuk sopir). Ditengah jalan ada sih, 2-3 orang yang naik. Aku jadi
mikir, sebanding gak ya? Apa nutupin biaya bensinnya? Dapet berapa ya sopirnya
hari ini? Bisa nutup setoran gak ya? Aku jadi kepikiran. Ngerasa bersalah
karena gak bisa bantu banyak, karena tiap hari naik kendaraan pribadi terus.
Tapi... Yaudahlah. Namanya juga
kehidupan. Semangat pak sopir angkutan umum, dimanapun kalian berada!
NOTE:
-
Maaf
jika kualitas foto yang kutayangkan jelek. Beberapa foto memang diambil dari screenshoot file video HD 720 p,
kameraku (Nikon S3500) memang jelek kalau urusan video.
-
Kalau
mau lihat video dokumenter yang telah ku buat, mampir di sini ya (LINK YOUTUBE) : https://www.youtube.com/watch?v=4QpSVaITtJo
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)