8 bulan berselang
setelah pendakian pertamaku, Mei 2015 lalu. Yeah, pengalaman pertama memang
selalu mengesankan siapa saja. Kendati dulu, pas turun gunung dan ditanyain
temen, “Kapok nggak naik gunung?” aku jawab, “Gak lagi deh”. Dan kini aku tahu,
jawaban itu tidak serius. Beberapa hari setelahnya aku sudah merindukan suasana
diatas sana. Aku jatuh cinta dengan gunung, panorama dan rasa lelahnya.
Puncak
Bayangan
Aku bergabung dengan tim Jatim Backpacker, salah satu
komunitas yang suka jalan-jalan, of
course, dan tanggal 2-3 Mei 2015 ini mereka merencanakan akan naik ke
Gunung Penanggungan dan camp di areal
Puncak Bayangan. Sebenarnya aku belum terlalu kenal dengan komunitas ini karena
aku baru sekali datang kopdar, dan sekali kopdar anggotanya berjumlah puluhan.
Yang aku kenal cuma Mas Alwi, ketuanya aja huaha. Tapi, gak menyurutkan niatku
untuk melakukan pendakian pertama dalam hidupku (in fact, bukan yang pertama sih, dulu pas SMP kelas 1 pernah pendakian
juga, tapi karena gak ngerti apa-apa, cuma bawa pakaian dan duit aja sementara
sisanya dibawain pamanku, maka itu gak masuk hitungan).
Well, ga usah
lama-lama, yuk mari ikuti kisahku hehe
PRA PENDAKIAN
2-3 minggu sebelum pendakian dimulai, aku sudah bilang ke
Mas Alwi kalau mau ikutan dan bakal ajak temen. Dia sih oke-oke saja. Maka, aku
mengajak teman dekatku, Annisatul Fauziah (Atul), Bagus dan Tita. Aku bahkan
sudah prepare jauh-jauh hari dan nge-list barang apa saja yang perlu dibawa,
regulasi, nulis juga meeting point-nya
bahkan menyarankan mereka untuk olahraga sebelum naik. Ku jadikan file PDF dan
print, dan ku berikan ke mereka.
Tapi, so sad,
Tita ga bisa ikut. Tinggal Atul dan Bagus yang positif ikut, itupun setelah aku
cemas apakah orangtuanya Atul membolehkan, tapi Alhamdulillah boleh. Maka, aku
dan Atul mulai olahraga bareng, seminggu sebelum pendakian, jogging kecil mengelilingi Suramadu.
Cuma sekali sih, harusnya lebih. Semoga itu membantu.
PENDAKIAN
Brr, hari yang dinanti tiba. Nervous? Excited?
Khawatir? Iya-lah.
Aku berangkat dari rumah jam 13.30, menuju rumah Atul. Dia
bareng Bagus motorannya. Setelah itu, langsung ke meeting point, Pom Bensin Aloha, Sidoarjo. Hujan sangat deras mengguyur
ketika kami masih berada di Darmo. Sampai disana sekitar jam 16:00-an dan belum
ada siapa-siapa disana. Sesudah Maghrib, barulah satu persatu tim Jatim
Backpacker muncul. Masih dalam kondisi hujan, jam 19:00-an kami berkendara
beriringan menuju meeting point
selanjutnya: Pom Bensin Jenggolo, Sidoarjo.
Wajah-wajah
kucel
30 menitan menunggu anggota lain di Pom Bensin, kami
akhirnya benar-benar berangkat menuju Penanggungan. Sempat ada insiden ban
bocor salah satu anggota Jatim Backpacker, bocor di depan Alun-alun Sidoarjo, untungnya
masih ada tambal ban yang buka. Oh ya, Gunung Penanggungan terletak di Desa
Tamiajeng, Trawas, Mojokerto. Kami pakai jalur Tamiajeng, jalur yang lebih
pasaran dan ramai ketimbang jalur satunya, Jolotundo. FYI, di jalur Jolotundo
ini ada peninggalan sejarah: candi, gua-gua keramat dan lain sebagainya.
Menarik.
Perjalanan ke Desa Tamiajeng sungguh thrilling. Jalannya naik turun, gelap dan sepi (meski aspalnya
bagus) tapi seringkali ga ada lampunya. Meski berjalan dalam rombongan,
nyatanya aku sering tertinggal. Mesin motorku kurang bagus kalau di jalanan
seperti ini. Bahkan, sempat “nggereng”
mesinnya, keluar asap putih dari knalpot. Ini akibat kurang handal main gigi,
harusnya tetep stay di gigi 1-2, tapi
sering kelepasan di gigi 3 pas mau di tanjakan. Alhasil, ketinggalan.
Nah, pas ketinggalan ini aku ngerasa tolol dan panik. Jalanan
gelappp, penuh pepohonan tinggi dan sangat sepi. Pikiranku udah negatif semua
isinya. Aku menoleh ke belakang. Ga ada siapa-siapa. Mbatin, ini sweeper-nya mana? Karena semakin panik
dan panik, aku nyetir dengan kesetanan. Asap putih yang keluar dari knalpotku
semakin menjadi-jadi dan suara mesinku meraung-raung memprihatinkan. Aku bahkan
sampai kasih sinyal klakson terus-menerus. Berisik sih, tapi kalau gak gitu,
mana ada yang tahu kalau aku ketinggalan?
Tak sampai lima menit, aku berhasil menyusul rombongan
dengan segala sumpah serapah berbaur dengan doa dalam hati. Kombinasi yang
bagus. Rasanya pingin ngomel tapi nanti saja deh. Fokus nyetir haha.
Kami sampai di Pos pendakian Tamiajeng, sekitar jam 22:00. Mas
Alwi nyuruh kami agar makan-makan dulu atau ke kamar mandi, nanti naiknya 30
menit sampai 1 jam setelahnya. Persediaan airku tinggal 1,5 L dan logistikku
tinggal 1,5 buah roti. Agak khawatir apa itu cukup, apalagi pas naik jelas
butuh minum walau sedikit-sedikit. Oh ya, kami juga bayar 15 ribu/orang untuk
biaya sewa tenda dan harga tiket masuk Penanggungan.
Jam 23:30, tim Jatim Backpacker mulai naik. Diawali dengan
doa dulu, lalu kami berjalan beriringan. Masih santai. Masih sempet juga
bercanda, gimana nggak? Track-nya aja
masih “mulus”. Belum ada tanjakan yang akan menguras tenaga kami. Track-nya berawal dengan bebatuan, lalu
menjadi semi bebatuan berkombinasi dengan lumpur dan genangan air. Ya,
sepertinya habis hujan. Jadi selalu ada suara yang mengingatkan, “Awas, banyu
rek!”
Dari pos 2, pendakian baru saja dimulai. Jalanan menyempit,
makin terjal, lumpur makin banyak menjadikan track licin. Disinilah aku mulai terengah-engah, meski aku tidak
mengendurkan pertahananku. Kami terus melangkah. Meski 10-20 menit sekali kami break, sekedar mengatur napas lalu
berjalan kembali.
Sampai akhirnya, betisku mulai berteriak dan napas mulai
terengah, disitulah Mas Alwi menyuruhku untuk berada di barisan depan. Bukan
apa-apa, strategi semacam ini memang dipakai apabila ada yang kewalahan karena
langkah yang panjang-panjang. Dan “terima kasih” pada tubuh dan staminaku yang
membuatku kesulitan menjajari langkah tim yang cepat, seolah mereka sudah
terbiasa dengan semua ini. Huhu.
Oh ya, satu hal yang cukup menarik. Seringkali, sayup-sayup
kami mendengar suara gamelan dimainkan. Padahal kami berada di dalam rimbun
hutan, tidak ada rumah siapa-siapa disini. Kalau pun ada yang hajatan, hebat
sekali suaranya bisa terdengar sampai radius berapa kilometer seperti ini. Aku
berusaha mengabaikan, seperti teman-teman timku yang lain, mereka juga tak
berbicara apapun. Apa
jangan-jangan....hanya aku yang mendengar? batinku dalam hati.
Lanjut ke pendakian lagi.. Sekitar jam 01:00-an, tim kami
berpisah dengan sengaja. Mereka yang kuat-kuat, tanggap dan lincah, memutuskan
berjalan duluan karena selain tenaga mereka lebih besar, juga karena mereka
harus memasang tenda dahulu. Ok. Jadi, tinggal kami berenam. Aku, Atul, Bagus,
satu perempuan (mbak sori aku lupa namamu), 2 laki-laki (maafkan aku juga lupa
huhu). Mereka dengan setia mendampingi kami bertiga yang payah, juga tak
mengeluh jika kami memutuskan break
sementara. Kami bahkan bertukar cerita, seperti soal pendakian, soal kehidupan
kuliah atau kerja dan sejenisnya.
Sempet-sempetnya
foto
Alhamdulillah, mas-mas dan mbak yang baik hati dari Jatim
Backpacker tadi mengizinkan kami untuk berhenti sejenak dan foto-foto. Jam
02:31. Katanya, kami sudah hampir sampai. Dan pemandangan kota dibawah, dari
atas sini terlihat sangat indah. Mataku sampai berbinar-binar melihatnya. Ini
pertama kalinya aku melihat suasana perkotaan dan lampu-lampu yang gemerlapan
dari atas gunung. It is pretty amazing.
Setelah menghabiskan beberapa menit untuk berfoto, kami
kembali naik. Jalanan kian terjal, bebatuan bahkan memaksa kami untuk memanjat
dan mencari pegangan dari akar-akar pohon dan bebatuan lain yang lebih kokoh. Di
track inilah, kekuatan seluruh kaki
dan tanganmu diperhitungkan, bahkan sampai terpeleset berulang kali. Jangan
tanya betapa kotor dan penuh lumpurnya pakaian kami. Sudah biasa, wkwk.
Jam 03:00-an, sayup-sayup kami mendengar suara manusia yang
cukup keras, disusul dengan tawa cekikikan. Beberapa berteriak, “Ayo cepet,
diatas ada yang jualan Soto.” Tentunya bohong, mana ada penjual soto yang bisa
bawa gerobak dan panci panas demi jualan disini, haha. Yang ada tumpah semua
wkwk. Semata-mata dilakukan untuk menyemangati kami yang dibawah, agar cepat
sampai. Atau kalau nggak gitu, “Selamat datang di Alfamart, selamat belanja.”
hahah.
Kami
sampai!! Norak banget ya mereka berdua ini wkwk
Alhamdulillah.. Jam 03:15 kami berhasil sampai di Puncak
Bayangan, Gunung Penanggungan! Hampir 4 jam kami mendaki, diiringi dengan napas
yang terengah-engah, betis yang mulai kaku dan percikan lumpur di celana dan
sepatu, rasanya sebanding. Kerlap-kerlip lampu kota dibawah terasa seperti
rumah peri di negeri khayalan. Aku, Atul dan Bagus langsung tidur-tiduran di
rumput, gak kepikiran apa-apa, langsung foto-foto GJ dan ketika mbak dan
mas-mas yang barengin kita suruh taruh barang di tenda dulu, kami seperti tidak
mendengar. Maaf mbak/mas. Aku jadi merasa sangat bersalah. Ya gini ini kalau
anak norak yang pertama naik gunung, tiba di puncak. Maafkan kami mengabaikanmu
:(((
Indah kan?
Setelah foto-foto alay, aku beranjak ke tenda, menaruh tas.
Atul dan Bagus memilih di luar, tidur-tiduran di rumput sambil ngelihatin lampu
kota. Entah kenapa aku langsung tepar dan...tidur. Sampai Atul membangunkanku,
jam 05:30. Ganti celana dulu di tenda, lalu keluar buat foto-foto.
Pagi,
Penanggungan
Arjuno-Welirang
didepan mata
Little
sweet things
Tak terbayangkan rasanya berada disini. Senang. Salah satu
mimpiku terwujud sudah. Rasanya seperti aku telah berhasil menaklukan ego dan
rasa malasku yang sempat menyerang. Lagipula pemandangan disini sangatlah
indah. Ingin rasanya berlama-lama ada disini, tetapi ketika ingat kalau di
Penanggungan, terutama jalur Tamiajeng tidak ada sumber air, gak jadi deh.
Ingat, keberadaan air itu krusial.
Pasangan
berbahagia
Bertiga!
Hai gunung!
Rame bos
hehe
Kami puas-puaskan berfoto dan memandangi rumah-rumah yang
terlihat sangat kecil dari sini, hingga jam 09:00, datang awan bergulung-gulung
dan menutupi pemandangan kota di bawah. Yep, awan membawa air dan dengan
datangnya mereka, berarti dibawah lagi hujan. Kelihatannya deras.
Awan
dataaaaang
Aku juga sempet ngambil gambar khusus untuk yang mau ulang
tahun, beberapa hari lagi. Yaa, untuk Tita yang ga bisa ikut pendakian, this is
for you!
Happy
Birthday, Love
Puas-puasin foto dah, karena nanti jam 11:30, tim Jatim
Backpacker bakal turun gunung nih. Maafkan wajah kucel saya, bhahahaha. Dan sesuai janji, turun gunung jam 11:30. Sebelum itu, foto
bareng ah satu tim. Yehey! This is Jatim
Backpacker!
Thanks for
everything
Turun gunung, meski ga mengeluarkan tenaga sebanyak saat
pendakian, tapi ada hal yang harus ditingkatkan: harus fokus! Jalanan becek,
penuh bebatuan dan lumpur yang siap mencelakakanmu kapan saja, jadi kewaspadaan
harus benar-benar diperhatikan. Tekniknya? Bisa dengan berpegangan pada
akar-akar pohon yang terlihat kuat, pegangan di batu yang kokoh, posisi kaki
yang harus pas dengan batu, jangan pilih jalan di lumpur atau pasir-pasir,
pilih jalan di cekungan agar tidak mudah terpeleset dan sebagainya. Main
insting. Dan sehebat-hebatnya insting, masih bisa jatuh juga hehe
Turun
gunung
Oh ya, aku turun cuma berempat, sisanya entah berada
didepan atau malah dibelakangku. Pisah. Jadi, aku, Atul, Bagus dan satu mas-mas
dari JB. Mas-mas yang pakai baju merah, kacamata gaul, daypack hitam dan pakai celana pendek. Mas yang tak ku tahu namanya
karena lupa tanya, dan akan selalu kukenang karena dia blak-blakan haha. Dia
gak segan-segan bully aku walau gak
kenal, dan itu lucu. Katanya : “Mbak,
kacamatanya kok di-handsaplast? Terluka ya? Beli lagi dong mbak.” (ini pas
di Pom Bensin Jenggolo, Sidoarjo). Dia juga mem-bully kepanikanku pas ketinggalan berkendara, “Mbak ini berisik, tat-tet-tot melulu.” Wkwk dia denger rupanya.
Terus, “Motornya mbak kayak asap fogging
buat nyamuk DBD.” Sialan ahahah
Jam 14:00 kami sampai di Pos Tamiajeng. Waaah lega bos! Langsung
duduk-duduk di warung dan pesan minum, sembari ngelihatin sepatu yang basah dan
telapak kakiku yang bengkak. You know,
yang bengkaknya ada isi airnya itu loh, kan sakit dan kalau bengkaknya pecah
bisa perih berhari-hari. Dan beberapa lecet di kaki. I’m pretty sure ini karena sepatu yang ku pakai salah, aku pakai
sepatu kets, bukan sepatu khusus
pendakian, jadi gak heran kalau kakiku luka semua. Nanti nabung deh buat sepatu
khusus pendakian ^^
Jam
15:00-an, kami pamit ke anak Jatim Backpacker kalau pulang terlebih dahulu.
Untungnya, Bagus hapal jalannya, jadi gak nyasar dan buang-buang waktu. Aku
sampai rumah habis maghrib, langsung tepar dan jalan terpincang-pincang menuju
kamar. Sembari melihat langit-langit kamar, aku berpikir, 2,5 jam turun dan 4
jam naik, kira-kira sudah turun berapa kilo ya? *salah fokus*
PASCA PENDAKIAN
Karena nekat mendaki pas minggu efektif kuliah, alhasil
keesokan paginya (SENIN) aku gak ikut kuliah Komunikasi Antar Persona (KAP),
dan kata kelompokku, mereka presentasi hari ini. Duh, boro-boro presentasi,
bangun aja kesiangan, sementara kelasnya dimulai jam 07:00 pagi. Maaf-maaf deh,
wkwk. Jangan ditiru ya ini, gak profesional XD
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)