Jumat, 15 Januari 2016

Pendakian Pertama, Penanggungan, Mei 2015

8 bulan berselang setelah pendakian pertamaku, Mei 2015 lalu. Yeah, pengalaman pertama memang selalu mengesankan siapa saja. Kendati dulu, pas turun gunung dan ditanyain temen, “Kapok nggak naik gunung?” aku jawab, “Gak lagi deh”. Dan kini aku tahu, jawaban itu tidak serius. Beberapa hari setelahnya aku sudah merindukan suasana diatas sana. Aku jatuh cinta dengan gunung, panorama dan rasa lelahnya.
Puncak Bayangan
          Aku bergabung dengan tim Jatim Backpacker, salah satu komunitas yang suka jalan-jalan, of course, dan tanggal 2-3 Mei 2015 ini mereka merencanakan akan naik ke Gunung Penanggungan dan camp di areal Puncak Bayangan. Sebenarnya aku belum terlalu kenal dengan komunitas ini karena aku baru sekali datang kopdar, dan sekali kopdar anggotanya berjumlah puluhan. Yang aku kenal cuma Mas Alwi, ketuanya aja huaha. Tapi, gak menyurutkan niatku untuk melakukan pendakian pertama dalam hidupku (in fact, bukan yang pertama sih, dulu pas SMP kelas 1 pernah pendakian juga, tapi karena gak ngerti apa-apa, cuma bawa pakaian dan duit aja sementara sisanya dibawain pamanku, maka itu gak masuk hitungan).
          Well, ga usah lama-lama, yuk mari ikuti kisahku hehe


PRA PENDAKIAN
          2-3 minggu sebelum pendakian dimulai, aku sudah bilang ke Mas Alwi kalau mau ikutan dan bakal ajak temen. Dia sih oke-oke saja. Maka, aku mengajak teman dekatku, Annisatul Fauziah (Atul), Bagus dan Tita. Aku bahkan sudah prepare jauh-jauh hari dan nge-list barang apa saja yang perlu dibawa, regulasi, nulis juga meeting point-nya bahkan menyarankan mereka untuk olahraga sebelum naik. Ku jadikan file PDF dan print, dan ku berikan ke mereka.
          Tapi, so sad, Tita ga bisa ikut. Tinggal Atul dan Bagus yang positif ikut, itupun setelah aku cemas apakah orangtuanya Atul membolehkan, tapi Alhamdulillah boleh. Maka, aku dan Atul mulai olahraga bareng, seminggu sebelum pendakian, jogging kecil mengelilingi Suramadu. Cuma sekali sih, harusnya lebih. Semoga itu membantu.

PENDAKIAN
          Brr, hari yang dinanti tiba. Nervous? Excited? Khawatir? Iya-lah.
          Aku berangkat dari rumah jam 13.30, menuju rumah Atul. Dia bareng Bagus motorannya. Setelah itu, langsung ke meeting point, Pom Bensin Aloha, Sidoarjo. Hujan sangat deras mengguyur ketika kami masih berada di Darmo. Sampai disana sekitar jam 16:00-an dan belum ada siapa-siapa disana. Sesudah Maghrib, barulah satu persatu tim Jatim Backpacker muncul. Masih dalam kondisi hujan, jam 19:00-an kami berkendara beriringan menuju meeting point selanjutnya: Pom Bensin Jenggolo, Sidoarjo.

Wajah-wajah kucel
          30 menitan menunggu anggota lain di Pom Bensin, kami akhirnya benar-benar berangkat menuju Penanggungan. Sempat ada insiden ban bocor salah satu anggota Jatim Backpacker, bocor di depan Alun-alun Sidoarjo, untungnya masih ada tambal ban yang buka. Oh ya, Gunung Penanggungan terletak di Desa Tamiajeng, Trawas, Mojokerto. Kami pakai jalur Tamiajeng, jalur yang lebih pasaran dan ramai ketimbang jalur satunya, Jolotundo. FYI, di jalur Jolotundo ini ada peninggalan sejarah: candi, gua-gua keramat dan lain sebagainya. Menarik.
          Perjalanan ke Desa Tamiajeng sungguh thrilling. Jalannya naik turun, gelap dan sepi (meski aspalnya bagus) tapi seringkali ga ada lampunya. Meski berjalan dalam rombongan, nyatanya aku sering tertinggal. Mesin motorku kurang bagus kalau di jalanan seperti ini. Bahkan, sempat “nggereng” mesinnya, keluar asap putih dari knalpot. Ini akibat kurang handal main gigi, harusnya tetep stay di gigi 1-2, tapi sering kelepasan di gigi 3 pas mau di tanjakan. Alhasil, ketinggalan.
          Nah, pas ketinggalan ini aku ngerasa tolol dan panik. Jalanan gelappp, penuh pepohonan tinggi dan sangat sepi. Pikiranku udah negatif semua isinya. Aku menoleh ke belakang. Ga ada siapa-siapa. Mbatin, ini sweeper-nya mana? Karena semakin panik dan panik, aku nyetir dengan kesetanan. Asap putih yang keluar dari knalpotku semakin menjadi-jadi dan suara mesinku meraung-raung memprihatinkan. Aku bahkan sampai kasih sinyal klakson terus-menerus. Berisik sih, tapi kalau gak gitu, mana ada yang tahu kalau aku ketinggalan?
          Tak sampai lima menit, aku berhasil menyusul rombongan dengan segala sumpah serapah berbaur dengan doa dalam hati. Kombinasi yang bagus. Rasanya pingin ngomel tapi nanti saja deh. Fokus nyetir haha.
          Kami sampai di Pos pendakian Tamiajeng, sekitar jam 22:00. Mas Alwi nyuruh kami agar makan-makan dulu atau ke kamar mandi, nanti naiknya 30 menit sampai 1 jam setelahnya. Persediaan airku tinggal 1,5 L dan logistikku tinggal 1,5 buah roti. Agak khawatir apa itu cukup, apalagi pas naik jelas butuh minum walau sedikit-sedikit. Oh ya, kami juga bayar 15 ribu/orang untuk biaya sewa tenda dan harga tiket masuk Penanggungan.
          Jam 23:30, tim Jatim Backpacker mulai naik. Diawali dengan doa dulu, lalu kami berjalan beriringan. Masih santai. Masih sempet juga bercanda, gimana nggak? Track-nya aja masih “mulus”. Belum ada tanjakan yang akan menguras tenaga kami. Track-nya berawal dengan bebatuan, lalu menjadi semi bebatuan berkombinasi dengan lumpur dan genangan air. Ya, sepertinya habis hujan. Jadi selalu ada suara yang mengingatkan, “Awas, banyu rek!”
          Dari pos 2, pendakian baru saja dimulai. Jalanan menyempit, makin terjal, lumpur makin banyak menjadikan track licin. Disinilah aku mulai terengah-engah, meski aku tidak mengendurkan pertahananku. Kami terus melangkah. Meski 10-20 menit sekali kami break, sekedar mengatur napas lalu berjalan kembali.
          Sampai akhirnya, betisku mulai berteriak dan napas mulai terengah, disitulah Mas Alwi menyuruhku untuk berada di barisan depan. Bukan apa-apa, strategi semacam ini memang dipakai apabila ada yang kewalahan karena langkah yang panjang-panjang. Dan “terima kasih” pada tubuh dan staminaku yang membuatku kesulitan menjajari langkah tim yang cepat, seolah mereka sudah terbiasa dengan semua ini. Huhu.
          Oh ya, satu hal yang cukup menarik. Seringkali, sayup-sayup kami mendengar suara gamelan dimainkan. Padahal kami berada di dalam rimbun hutan, tidak ada rumah siapa-siapa disini. Kalau pun ada yang hajatan, hebat sekali suaranya bisa terdengar sampai radius berapa kilometer seperti ini. Aku berusaha mengabaikan, seperti teman-teman timku yang lain, mereka juga tak berbicara apapun. Apa jangan-jangan....hanya aku yang mendengar? batinku dalam hati.
          Lanjut ke pendakian lagi.. Sekitar jam 01:00-an, tim kami berpisah dengan sengaja. Mereka yang kuat-kuat, tanggap dan lincah, memutuskan berjalan duluan karena selain tenaga mereka lebih besar, juga karena mereka harus memasang tenda dahulu. Ok. Jadi, tinggal kami berenam. Aku, Atul, Bagus, satu perempuan (mbak sori aku lupa namamu), 2 laki-laki (maafkan aku juga lupa huhu). Mereka dengan setia mendampingi kami bertiga yang payah, juga tak mengeluh jika kami memutuskan break sementara. Kami bahkan bertukar cerita, seperti soal pendakian, soal kehidupan kuliah atau kerja dan sejenisnya.
Sempet-sempetnya foto
          Alhamdulillah, mas-mas dan mbak yang baik hati dari Jatim Backpacker tadi mengizinkan kami untuk berhenti sejenak dan foto-foto. Jam 02:31. Katanya, kami sudah hampir sampai. Dan pemandangan kota dibawah, dari atas sini terlihat sangat indah. Mataku sampai berbinar-binar melihatnya. Ini pertama kalinya aku melihat suasana perkotaan dan lampu-lampu yang gemerlapan dari atas gunung. It is pretty amazing.
          Setelah menghabiskan beberapa menit untuk berfoto, kami kembali naik. Jalanan kian terjal, bebatuan bahkan memaksa kami untuk memanjat dan mencari pegangan dari akar-akar pohon dan bebatuan lain yang lebih kokoh. Di track inilah, kekuatan seluruh kaki dan tanganmu diperhitungkan, bahkan sampai terpeleset berulang kali. Jangan tanya betapa kotor dan penuh lumpurnya pakaian kami. Sudah biasa, wkwk.
          Jam 03:00-an, sayup-sayup kami mendengar suara manusia yang cukup keras, disusul dengan tawa cekikikan. Beberapa berteriak, “Ayo cepet, diatas ada yang jualan Soto.” Tentunya bohong, mana ada penjual soto yang bisa bawa gerobak dan panci panas demi jualan disini, haha. Yang ada tumpah semua wkwk. Semata-mata dilakukan untuk menyemangati kami yang dibawah, agar cepat sampai. Atau kalau nggak gitu, “Selamat datang di Alfamart, selamat belanja.” hahah.

Kami sampai!! Norak banget ya mereka berdua ini wkwk
          Alhamdulillah.. Jam 03:15 kami berhasil sampai di Puncak Bayangan, Gunung Penanggungan! Hampir 4 jam kami mendaki, diiringi dengan napas yang terengah-engah, betis yang mulai kaku dan percikan lumpur di celana dan sepatu, rasanya sebanding. Kerlap-kerlip lampu kota dibawah terasa seperti rumah peri di negeri khayalan. Aku, Atul dan Bagus langsung tidur-tiduran di rumput, gak kepikiran apa-apa, langsung foto-foto GJ dan ketika mbak dan mas-mas yang barengin kita suruh taruh barang di tenda dulu, kami seperti tidak mendengar. Maaf mbak/mas. Aku jadi merasa sangat bersalah. Ya gini ini kalau anak norak yang pertama naik gunung, tiba di puncak. Maafkan kami mengabaikanmu :(((

Indah kan?
          Setelah foto-foto alay, aku beranjak ke tenda, menaruh tas. Atul dan Bagus memilih di luar, tidur-tiduran di rumput sambil ngelihatin lampu kota. Entah kenapa aku langsung tepar dan...tidur. Sampai Atul membangunkanku, jam 05:30. Ganti celana dulu di tenda, lalu keluar buat foto-foto.
Pagi, Penanggungan
Arjuno-Welirang didepan mata
Little sweet things
          Tak terbayangkan rasanya berada disini. Senang. Salah satu mimpiku terwujud sudah. Rasanya seperti aku telah berhasil menaklukan ego dan rasa malasku yang sempat menyerang. Lagipula pemandangan disini sangatlah indah. Ingin rasanya berlama-lama ada disini, tetapi ketika ingat kalau di Penanggungan, terutama jalur Tamiajeng tidak ada sumber air, gak jadi deh. Ingat, keberadaan air itu krusial.
Pasangan berbahagia

Bertiga!
Hai gunung!
Rame bos hehe
          Kami puas-puaskan berfoto dan memandangi rumah-rumah yang terlihat sangat kecil dari sini, hingga jam 09:00, datang awan bergulung-gulung dan menutupi pemandangan kota di bawah. Yep, awan membawa air dan dengan datangnya mereka, berarti dibawah lagi hujan. Kelihatannya deras.

Awan dataaaaang
          Aku juga sempet ngambil gambar khusus untuk yang mau ulang tahun, beberapa hari lagi. Yaa, untuk Tita yang ga bisa ikut pendakian, this is for you!
Happy Birthday, Love
          Puas-puasin foto dah, karena nanti jam 11:30, tim Jatim Backpacker bakal turun gunung nih. Maafkan wajah kucel saya, bhahahaha. Dan sesuai janji, turun gunung jam 11:30. Sebelum itu, foto bareng ah satu tim. Yehey! This is Jatim Backpacker!
Thanks for everything
          Turun gunung, meski ga mengeluarkan tenaga sebanyak saat pendakian, tapi ada hal yang harus ditingkatkan: harus fokus! Jalanan becek, penuh bebatuan dan lumpur yang siap mencelakakanmu kapan saja, jadi kewaspadaan harus benar-benar diperhatikan. Tekniknya? Bisa dengan berpegangan pada akar-akar pohon yang terlihat kuat, pegangan di batu yang kokoh, posisi kaki yang harus pas dengan batu, jangan pilih jalan di lumpur atau pasir-pasir, pilih jalan di cekungan agar tidak mudah terpeleset dan sebagainya. Main insting. Dan sehebat-hebatnya insting, masih bisa jatuh juga hehe

Turun gunung
          Oh ya, aku turun cuma berempat, sisanya entah berada didepan atau malah dibelakangku. Pisah. Jadi, aku, Atul, Bagus dan satu mas-mas dari JB. Mas-mas yang pakai baju merah, kacamata gaul, daypack hitam dan pakai celana pendek. Mas yang tak ku tahu namanya karena lupa tanya, dan akan selalu kukenang karena dia blak-blakan haha. Dia gak segan-segan bully aku walau gak kenal, dan itu lucu. Katanya : “Mbak, kacamatanya kok di-handsaplast? Terluka ya? Beli lagi dong mbak.” (ini pas di Pom Bensin Jenggolo, Sidoarjo). Dia juga mem-bully kepanikanku pas ketinggalan berkendara, “Mbak ini berisik, tat-tet-tot melulu.” Wkwk dia denger rupanya. Terus, “Motornya mbak kayak asap fogging buat nyamuk DBD.” Sialan ahahah
          Jam 14:00 kami sampai di Pos Tamiajeng. Waaah lega bos! Langsung duduk-duduk di warung dan pesan minum, sembari ngelihatin sepatu yang basah dan telapak kakiku yang bengkak. You know, yang bengkaknya ada isi airnya itu loh, kan sakit dan kalau bengkaknya pecah bisa perih berhari-hari. Dan beberapa lecet di kaki. I’m pretty sure ini karena sepatu yang ku pakai salah, aku pakai sepatu kets, bukan sepatu khusus pendakian, jadi gak heran kalau kakiku luka semua. Nanti nabung deh buat sepatu khusus pendakian ^^
          Jam 15:00-an, kami pamit ke anak Jatim Backpacker kalau pulang terlebih dahulu. Untungnya, Bagus hapal jalannya, jadi gak nyasar dan buang-buang waktu. Aku sampai rumah habis maghrib, langsung tepar dan jalan terpincang-pincang menuju kamar. Sembari melihat langit-langit kamar, aku berpikir, 2,5 jam turun dan 4 jam naik, kira-kira sudah turun berapa kilo ya? *salah fokus*

PASCA PENDAKIAN

          Karena nekat mendaki pas minggu efektif kuliah, alhasil keesokan paginya (SENIN) aku gak ikut kuliah Komunikasi Antar Persona (KAP), dan kata kelompokku, mereka presentasi hari ini. Duh, boro-boro presentasi, bangun aja kesiangan, sementara kelasnya dimulai jam 07:00 pagi. Maaf-maaf deh, wkwk. Jangan ditiru ya ini, gak profesional XD

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template