Ketika kalian bertanya padaku, “Apa genre musik favoritmu, dan mengapa itu bisa mencerminkan
kepribadianmu?” maka akan ku jawab “Punk”.
Ya, aku juga suka sih genre lain, seperti Post Hardcore, tapi keterwakilan
“jiwaku” lebih condong ke arah punk.
Sejak dulu, dari tahun 2010, aku adalah militan
garis keras dari band punk rock, Green Day, aku tentunya hapal luar dalam band
asal California, USA itu. Lagu-lagunya, dari album awal sampai akhir, personil
dan mantan personil serta fakta-fakta seputar mereka, transformasi dan
dipengaruhi genre-genre lain (opera, rock and roll, country) hingga isu-isu
yang diangkat dalam lagu-lagunya. Bukan cuma itu, aku juga berperan aktif
dengan join ke komunitas Green
Day/Idiot Club Indonesia Regional Jatim. Banyak sekali hal yang telah kulakukan
bersama komunitas itu, mulai dari kumpul-kumpul, jamming, main ke luar kota hingga bergerak dalam aksi-aksi sosial.
Refrensi band punk dari luar negeri
bagiku cukup sempit, hanya berkutat di Blink 182, Sum 41, Ramones, The Network,
The Clash, Paramore... ya itu saja. Begitu dangkal kan? Bahkan, aku sendiri
agak tidak yakin apa aku cukup berkompeten dan pantas untuk menulis tentang
musik seperti ini.
Aku menikmati mendengarkan karya mereka.
Beberapa lirik didalam lagu-lagu mereka sangat dalam (deep), cerminan jiwa-jiwa dan perasaan yang tak terkatakan. Seorang
user Ask.fm (yang aku lupa itu siapa)
pernah berkata bahwa musik Punk seperti akar dari realita yang dialami manusia.
Perasaan-perasaan yang tak terwakili, kemarahan, pengabaian, depresi, tekanan
jiwa, kesedihan, terguncang, ditinggalkan, putus asa, pemberontakan, penuntutan,
dendam, tercermin dalam lirik lagu-lagu Punk.
Karena mewakili perasaan yang tak
terkatakan, maka suatu hal yang wajar jika Punk terkadang berbicara tentang
perasaan cinta. Ada, yang menggambarkan cinta begitu cheesy, datar dan mengulasnya dengan dangkal, tapi tak jarang pula
yang menggubahnya dengan segenap perasaan dan menjadikan sebuah lagu menjadi masterpiece, senjata powerful ampuh dalam balutan melodi khas
Punk.
Setelah sekian lama hanya mendengarkan
Punk dari refrensi luar, aku jadi berpikir apakah root Punk lokal sebagus negeri asalnya? Maka, aku mulai mencari.
Perkenalan pertamaku dengan band-band punk lokal adalah ketika aku SMA. Waktu
itu, lingkungan pergaulanku lagi suka dengan lagu dari genre punk (bandingkan dengan tren sekarang, yang bergeser ke
Pop-Hollywood dan EDM, hehe). Teman-temanku mulai bertandang ke gigs musik lokal, beberapa kali malah
sekolah SMA-ku mendatangkan band-band punk yang tengah digemari. Let’s call Angry Bird, The Flinstone, Boringday,
Blingsatan, Vertical Jump, Fun-Fun For Me, dan sebagainya (yang kusebut ini
adalah nama-nama band yang ku kenal dan kulihat live dalam beberapa gigs,
bukan hanya yang didatangkan ke sekolahku saja). Bahkan, kami sempat punya
masa-masa dimana lagu dari Remember of Today (Jakarta) – Pergi, Hilang dan
Lupakan, menjadi sangat tren dan bertahan selama berbulan-bulan.
Teman-teman bandku (dulu) sempat
mengenalkanku pada ReverbNation, tempat dimana kita dapat melihat musisi-musisi
lokal dan internasional dan mendengarkan karya-karya mereka. Sebagian besar
dari musisi lokal cenderung memasang lagunya untuk diunduh secara gratis. ReverbNation
sungguh merupakan batu loncatan besar bagiku dimana aku bisa mengenal musisi-musisi
punk di luar wilayah dan jangkauanku. Maka, aku mengenal nama-nama seperti
Little Heroes (this is my favorite one!), Just Kidd, Kingkong Jump, No More
Heroes, Starting to Fun, Bumblebee, Speak and Say, Broken Glass, dan
sebagainya. Beberapa diantara band itu sudah ada yang vakum sih (sedih).
Beberapa band juga kudapat dari relasi
pertemanan, seperti Suckterday (Hai
Angga! Hahah), Black Independent (band-nya anak ICI), Dogies Barks (dari
Anisah), Sweet Some Stories (temannya teman), Out Of Control Bogor (yang kini
berubah jadi Dairy Five, punya temen, Bang Karim), Upside (punya Angga lagi-_-),
dan beberapa band anak ICI Jatim: Class of 13, Nuclear Family, etc aku lupa, aku gak punya lagu kalian guys
:(
Begitu banyak nama yang telah kusebut,
tetapi aku masih ngerasa kuper.
Alasannya, aku jarang banget datang ke gigs
sekarang. Padahal, harusnya, untuk denger dan merasakan musik yang
sesungguhnya, adalah harus nge-gigs
sering-sering. Sing a long ama banyak
orang, moshing, tata stage dan cahaya hingga atraksi memukau
dari band-band yang tampil live,
adalah momen-momen termagis didunia ini.
Oh ya, aku akan memaparkan beberapa tema
yang sering diangkat ke dalam lagu oleh band-band punk lokal. Punk lokal sendiri,
yang sering kudengar, kebanyakan bermain di genre Pop Punk (a mixing between Popular and Punk, of course),
Melodic Pop Punk, Scream Punk (eh asli
ini ada lho) dan Power Pop Punk. Yang aku tahu, cuma itu.
Pembedaan genre hanya didasarkan dari penggunaan alat musik tambahan (synth, keyboard, etc) dan teknik bermainnya. Tapi, untuk urusan lirik dan
tema lagu, kurasa tidak ada pembedaan dari genre-nya.
Ada tiga garis besar tema di band-band
punk lokal : 1) Cinta 2) Motivasi dan 3) Persahabatan. Puluhan judul lagu dari
berbagai band punk sudah kudengarkan, dan intinya bisa disimpulkan dari tiga
garis besar itu. Cukup menarik, karena root-nya
Punk asli (luar negeri) adalah isi lagunya cenderung “berkeluh kesah”,
marah-marah dan memberontak sementara di Indonesia sendiri, berkisah seputar
cinta, persahabatan dan motivasi. Kenapa bisa begitu?
Analisaku adalah : karena rentang usia
personil band-nya dan target/sasaran pendengar musik mereka.
Sederhana saja, band-band punk lokal cenderung diisi anak-anak muda (kebanyakan
laki-laki), dari rentang usia SMP-kuliah. Usia belasan hingga pertengahan dua
puluh tahun. Ada juga sih yang diatas tiga puluhan yang masih setia menggarap
lagu ber-genre punk dan memang
menjadikan itu sebagai hobi sekaligus pekerjaan.
Maka, tak heran apabila lirik dan tema
lagunya seputar asmara, persahabatan dan motivasi. Ada lagi topik lain, tapi
skala-nya mikro, yaitu gaya hidup (yang biasanya diisi dengan gaya hidup urban
seperti minum-minum, having sex, tapi
hanya diceritakan sekilas, tidak secara mendalam). It’s kind of strange ketika anak-anak muda kita dalam band punk
berbicara soal pemberontakan dan pembelotan pada kebijakan publik/politik. Bukan hal yang umum di Indonesia,
tetapi hal yang biasa bagi band punk
asal luar negeri sana. Jelas bukan tema yang bagus bagi target/sasaran
pendengar musik mereka di Indonesia.
Ini juga bisa dikaitkan dengan masalah budaya, dimana di Indonesia, kita
cenderung didorong untuk berbicara yang baik, karena ucapan kita adalah doa
bagi kita. Maka, lagu-lagu yang muncul adalah tentang memotivasi dan mendorong orang lain untuk tetap memiliki harapan di
hidupnya. Kita (orang Indonesia) tak dididik untuk mengeluh. Mungkin itulah
alasan dari segi budaya mengapa band-band punk lokal memiliki kecenderungan
untuk memotivasi orang lain. Berikut ini penggalan lirik lagu dari band-band
punk yang pernah ku dengar :
“Jangan
kau menyerah//Sebelum kau raih//Sebab saat kau menyerah, semua harapan pun
pergi...” (No More Heroes,
Ambisi)
“Karena
kita//Hidup didunia//Tak kan lama//Hanya sementara//Maka lakukanlah saja//Apa
yang...buatmu bahagia!” (Sweet Some
Stories – Dunia Milik Kita)
“Mulai
kurangkai kembali semangat//Dan tak dengarkan omong kosong yang jadikan
beban//Demi sebuah angan indahku kelak//Melompatlah!//Berlarilah!” (Vertical Jump – Pasti Bisa)
Dari segi persahabatan :
“Mungkinkah
kini waktu yang memisahkan kita?//Jalan yang indah yang pernah kita ukir
bersama//Cobalah mengerti keadaanku kini//Dan mungkin inilah saatnya kuraih
semua impianku..” (Little Heroes
– Sejenak Lupakan Mimpi)
“Apakah
yang terjadi?//Arti semua ini?//Kita hadapi bersama!//Yakinkan dirimu!//Katakan
sendiri//Karena kita semua bergegas menghiburmu!” (Speak and Say – Kami Disini)
Dan....soal cinta :
“Ketika..Kucoba
tuk dekatimu kembali//Sadar bahwa kini kau tak lagi sendiri//Lupakanlah saja
dia yang tak pernah mengerti//Disini ku menanti...” (Suckterday – Kemarin, Hari Ini dan Nanti)
“Ku berharap kau lah yang terakhir untukku//Disaat
ini//Aku hanya milikmu//Seutuhnya//Dan biarkan waktu teruslah berputar//Terus
berjalan//Karena ku tak kan pernah sendiri disini...” (Dairy Five – Kau yang Terakhir)
Oke, itulah alasan-alasan dan sederet
analisaku mengenai band punk lokal, mengapa aku sangat menyukai mereka, apa
yang membuat mereka keren, latar belakang sosial dan budaya antara band punk
luar negeri dan lokal (Indonesia), serta pengaruhnya ke tema yang diangkat
dalam lagu.
Oh ya, silahkan kalau mau menambahkan, menyanggah atau mengoreksi analisa saya! Yuk diskusi seputar ini :)
Oh ya, silahkan kalau mau menambahkan, menyanggah atau mengoreksi analisa saya! Yuk diskusi seputar ini :)
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)