Minggu sore (18/10), aku telah resmi sepuluh kali donor darah. Usiaku 19 tahun 3 bulan saat aku membuat pencapaian itu. Dan aku akan menceritakan kepada kalian apa saja yang selama ini kurasakan selama menjadi pendonor.
Golongan darahku O rhesus positif (O+). It surprises me karena selama ini aku menganggap memiliki golongan darah B+ meski belum pernah sama sekali menjalani tes darah. Alasan dibalik keyakinan dan asumsiku adalah golongan darah kedua orang tuaku, yang sama-sama B+. Aku percaya bahwa anak keturunan mereka absolutely bergolongan darah B+ juga. Don’t blame me, karena waktu itu aku belum menerima pelajaran Biologi mengenai persilangan golongan darah.
Donor darah pertamaku dimulai saat ramadhan hampir berakhir. Agustus 2013. Ada event bernama Pundi Amal SCTV dan rutin tiap tahun dilaksanakan di UDD PMI Kota Surabaya di jalan Embong Ploso. Pundi Amal SCTV 2013, hari pertama, waktu itu, dimana aku berhasil lolos dalam screening awal (dengan menempatkan jurus : makan yang high protein), sementara Mamaku sendiri tidak lolos.
Rasanya donor darah pertama? Mak! Deg-degan sekali! Apalagi di event Pundi Amal SCTV 2013 ini aku ambil jam malam (19.00), otomatis banyak banget yang ngantri untuk donor (logikanya: mereka abis buka puasa dan punya energi yang cukup besar untuk donor). Waktu itu, donornya di lantai 3, semacam aula. Terbagi dalam beberapa unit : 1) Tes darah (Hemoglobin, HCT), 2) Tes dokter (tensi/tekanan darah) 3) Unit donor darah (setelah lolos dua tes awal tadi) 4) Pemberian dari Pundi Amal SCTV (berupa paket KFC dan kaos) dan dari PMI sendiri (roti, mie, susu dan multivitamin Corovit).
Waktu ketahuan bahwa golongan darahku O+, aku cukup kaget, jadi aku tanya ke mbak PMI yang ngambil darahku,
“Mbak, kedua orang tuaku B, aku kok bisa O sendiri?”
“Itu berarti yang dominan O, bukan B.”
“Maksudnya?”
“B dengan B, kemungkinan menghasilkan keturunan B sebesar 75%, sisa 25% nya akan muncul O.” urai mbaknya panjang lebar.
Aku mengangguk (setengah paham) dan segera update status di FB XD
Berbulan-bulan kemudian, guru Biologi SMA-ku menjelaskan hal ini, barulah aku mengerti, ada rumus dibalik persilangan golongan darah. Sejak saat itu, aku mulai penasaran akan “misteri” dibalik golongan darah dan bahkan....follow akun Sifat Dibalik Golongan Darah dan mulai membuat self-fullfilling prophecy mengenai korelasi sifat seseorang dan golongan darah yang dia miliki. I start to believe bahwa : “O itu berjiwa pemimpin” “O itu berjiwa sosial” “O itu tipe orang yang ceria, ekspresif, meledak-ledak” and so on.
(yang akhirnya kusadari bahwa itu tidak ilmiah sama sekali...and I stop believing)
Oh ya, aku memang sudah merencanakan untuk rutin donor darah secepat yang aku bisa. Aku sudah menghitung dari sebelum memiliki KTP, bahwa di usia 19 tahun lebih sedikit, aku sudah donor sepuluh kali.
Influence dari donor darah, tentu saja dari kedua orang tuaku. Mereka, di usianya yang 48 tahun (ayah) dan 45 tahun (mama) sudah donor diatas 25 kali. Sejak kecil dan diajak ikut donor, aku sudah mencanangkan mimpi untuk donor sesegera mungkin setelah aku memiliki KTP.
Ada banyak sekali kisah dibalik donor darah yang kualami. Mulai dari kekurangan hemoglobin (the most common issue), petugas PMI susah mendapatkan pembuluh darah di lenganku karena aku gemuk (they said, the bigger a person, the smaller their veins), pernah ditolak gara-gara dokternya lihat ada luka bekas cakaran kucing di tanganku, pernah ditusuk-tusuk oleh jarum di kedua lengan karena pembuluh darah susah dicari (mbak...sakit lho T.T), pernah donor hanya 299 cc instead of 350 cc (masalah pembuluh darah itu tadi-__-), pernah bolak-balik sampai 4 kali gara-gara kekurangan hemoglobin, minum multivitamin tambah darah Corovit 3 kali sehari instead of 1 kali sehari (demi lolos donor), dan jarang mendapat perlakuan khusus because O blood type is goddamn mainstream, haha.
Aku juga sudah menghitung pada usia berapa aku akan mendonor 25 kali, 50 kali hingga 100 kali. 25 kali adalah saat aku berusia 22 tahun lebih 4 bulan, 50 dan 75 tak kuhitung karena langsung ku jumlah ke 100 kali. Usiaku ketika mendonor 100 kali adalah 40 tahun. Itu belum dihitung ketika hamil dan masa nifas (OMG! I feel ashamed bahas ginian haha), jadi kukira-kira antara waktu 40-50 tahun aku akan memperoleh donor 100 kali itu. Itu juga jika aku tahu usiaku sampai berapa ._.
((I hope God give me a long-blessed-happy age))
Motivasi lain yang membuatku harus donor sesegera mungkin, adalah ketika aku melihat Mamaku menjelang operasi tumor payudara. Mama membutuhkan sekitar 20 kantung sel darah putih dan beberapa kantung whole blood pasca operasi. Dan untuk mencari darah juga butuh perjuangan. Untung saja, RSUD dr. Soetomo waktu itu punya stock cukup, sehingga Ayah tak perlu ke PMI Kota untuk cari darah dan tentunya, bayar (diluar biaya RS). Dear siapapun kalian yang bergolongan B+, terima kasih atas kemurahan hatinya. Semoga Tuhan selalu menjaga kalian, wherever, whoever you are.
Aku tak ingin orang lain mengalami kesulitan mencari darah, atau merasakan betapa mereka membutuhkan darah disaat nyawa berada di ujung tanduk, atau bagi siapapun yang membutuhkan. Aku tak sanggup membayangkan betapa problematika darah akan menyusahkan mereka. Maka aku harus donor sesegera mungkin. Secepat yang aku bisa. Aku tak ingin melihat duka. Aku hanya ingin bumi ini dihiasi tawa dan suka.
So...this is my story, fellas. HBU? Do you have something to tell? Let’s share yours here! And remember....your blood means everything to somebody out there! Share your blood for humanity!
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)