At this
time, I know I should stop.
Sore
ini, sepenggal kalimat terngiang-ngiang di kepalaku sepanjang waktu.
Semenjak kutemui fakta yang mengejutkan, tapi sesungguhnya
predictable. Ah, bodohnya aku sempat menganggap ia hanya baik
kepadaku seorang. Lugu, atau bolehlah kalian menyebutnya sebagai
akronim dari lu-guoblok. Karena memang begitu adanya.
I'm
dumb enough to believe that we -he and I, are meant together.
Pada
mata perempuan itu, kutemukan selarik rasa yang tumbuh dan dipupuk
cukup lama. Perempuan yang telah kukenal sedemikian lama, kami akrab
bahkan, tak pernah kuduga akan memendam rasa kepadanya. Dua orang
yang sama-sama kukenal.
Kegembiraan
yang membuncah karena perjumpaan dan obrolan dengan laki-laki
tersebut. Kerlingan, gestur tubuh, semuanya begitu jelas terbaca.
Rasa yang (sayang sekali) tidak tumbuh kepadaku, no matter how
hard I tried.
At
this time, I know I should stop.
And
back off. Mengalah. Menyerahkan semuanya pada yang lebih pantas
menerima.
Membiarkan
kisah November lalu berakhir begitu saja.
Tepat
di titik ini.
Tidak
apa-apa. Belum tumbuh memang rasa sukaku kepadanya, walau kerap
kusempatkan waktu untuk peduli. Dan juga meluangkan diri untuk
bersama, walau hanya sejenak. Meski sempat ku bertanya-tanya, untuk
apa aku melakukan hal tersebut? Toh juga tidak ada kepastian.
Ah,
boleh kiranya di masa depan aku akan menertawakan semua ini. Dan
perjumpaan diam-diam yang kita rencanakan, seolah sebuah gerakan
bawah tanah yang disembunyikan dari orang-orang yang kita kenal. It's
beautiful actually, dan terima kasih telah mengukir memori
singkat bersamaku.
And
I know, I'll never be good enough for him. I'll never be smart or
religious enough for his standard.
I
didn't deserve you. She does.
Jika
suatu saat kujumpai kalian berdua berakhir bahagia, aku berjanji, ku
tak akan pernah menyesali semua keputusan ini.
Atau
mungkin jika kau bertemu orang lain, siapapun itu, aku berharap agar
kau selalu bahagia.
I'm
sorry, I have to leave.
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)