Sudah berapa tahun kalian “menjalin hubungan” dengan motor kalian?
Uhm.. Kalau aku sendiri sih sudah
sejak tahun 2011, ketika aku memasuki SMA. Dari rumah ke SMA berjarak lumayan
jauh jika ditempuh dengan sepeda, maka aku memakai motor untuk PP
rumah-sekolah. Motorku adalah Honda NF 100 TD (Revo 100cc) berwarna kuning
terang (dengan kombinasi berwarna hitam). Kalau nggak salah, ayahku membeli
motor itu dalam kondisi bekas dari seseorang.
Setelah bertahun-tahun bersama, tentunya banyak kenangan yang
dilalui. Aku sudah bolak-balik mengadakan perjalanan keluar kota dengan motor
itu. Mulai dari Singosari, Malang (rumah tante, bolak-balik), Bromo,
Probolinggo (tahun 2013), Ranu Agung, Probolinggo (tahun 2016), Pacet,
Mojokerto (bolak-balik), dan lain-lain. Semuanya berkesan dan meninggalkan
memori indah di hidupku. Namun, nggak cuma seneng-seneng aja sama motor, tapi
juga ada masa-masa buruk! Alias... ketika motor mendadak mengalami kerusakan!
Disitulah, momen ketika motor kita butuh perhatian.
Seperti pada akhir-akhir ini (November 2016). Awalnya sih, nggak
ada kerusakan. Namun, sejak aku iseng-iseng
ngisi bensin Pertamax Turbo Oktan 98, ngisi dua kali Rp. 20.000 (sekitar 4,5
liter dan habis dalam 8-9 hari) rasanya ada yang berubah. Mulanya, tarikan
motor terasa berat, tapi aku cuek aja. Kata temenku, mesinku nggak cocok pake
Pertamax Turbo. Akhirnya, aku ganti ke Pertamax 92 sampai sekarang (tapi kalau
kepepet pake Petralite sih).
Oke, kemudian tragedi datang silih berganti. Karena tarikan mesin
masih berat, aku terpaksa nggak bisa touring
keluar kota pakai motorku sendiri (akhirnya pakai motor Tita, yaitu Revo
110cc). Lalu, hari Rabu (9/11) kemarin, tiba-tiba ban belakang meletus. Malam
hari pula, sekitar jam 19.00, di sekitar daerah Sidoyoso Wetan. Akhirnya jalan
selama 5 menit buat nemu tukang tambal ban. Kata bapaknya, ban belakang (luar)
harus cepat-cepat diganti karena ada lubang yang lumayan terlihat. Kalo nggak
gitu, bakal nembel terus.
Dua hari kemudian, ban belakang semakin mencurigakan. Instingku
mengatakan kalau ban belakang HARUS diganti hari ini. Oke, aku ambil uang dulu
di ATM sebesar Rp. 300.000. Niatnya aku ingin ganti ban di Planet Ban Kenjeran
(karena terkenal murah dan gratis
ongkos ganti ban). Namun, sebelum sampai kesana, banku sudah bocor duluan. Terdengar
suara, “Pssshh...” yang cukup jelas. Untungnya, bocor di jalanan Krampung yang
memiliki banyak bengkel, akhirnya aku menuntun motorku ke Hans Jaya Ban. Bengkel
ini nggak cuman buat motor, tapi mobil juga, lho.
BARU!
tagihan
Duwikku terbang :''
Aku memilih ban dalam dan ban luar yang paling bagus. Karetnya tebal.
Ban tipe Tube dengan merk FDR, seharga Rp. 165.000 (rasanya agak overprice, sih, karena setauku ban luar
hanya sekitar 110-120 ribu), sementara ban dalamnya memiliki karet yang cukup
tebal dan elastis, dengan harga Rp. 35.000. Total semuanya Rp. 200.000. Untungnya,
ongkos mekaniknya gratis, dan pelayanannya cepat.
Suasana
Suasana (2)
Waktu itu, aku sempat tanya ke Cece kasir Hans Jaya Ban, “Berapa
tahun sekali sih, ban harus diganti?”
“Wah itu tergantung pemakaian, Mbak.” katanya.
“Kalo rata-rata, berapa biasanya?” kejarku lagi.
“Kalo pemakaian normal sih 1-2 tahun, Mbak.” jawabnya. Wah,
singkat juga ya. Bisa dimaklumi sih, apalagi beban ban belakang jauh lebih
besar ketimbang ban depan. Apalagi kalau dipake boncengan, jalan di track menanjak dan jalanan rusak. Bakal
lebih cepat rusak, deh! Nggak heran, ban depan jauh lebih awet, bahkan ban
depan (luar) punya Tita nggak pernah diganti dari tahun 2009 lho!
Mana bannya??
Oh ini dia :))))
Setelah menunggu selama 10 menit, akhirnya selesai juga.
Namun, masalah tarikan gas yang berat ternyata belum selesai. Pada
hari Selasa (15/11) jam 7.30 pagi aku berencana membawa motor ke bengkel. Awalnya
pengen ke bengkel Tambak Wedi Baru, tapi ternyata belum buka. Akhirnya, aku
berkeliling ke Tanah Merah, dan menemukan bengkel di sebelah penjual soto. Aku
pelanggan kedua, jadi harus nunggu setengah jam buat menanti mekanik-mekanik
lain datang (baru ada 1 mekanik dan dia menangani motor Honda Vario).
Servis tanah merah
Cie siap touring
Motorku di servis ringan, entah diapain deh servis ringan itu
maksudnya. Trus ganti filter entah apa gitu, yang udah rusak dan menghitam.
Kata masnya, lampu dop depan mati, dan aku menolak buat ganti karena ngerasa
masih bisa nyala. Aku pun lupa buat bilang ganti busi. Haduh. Intinya, dengan
servis ringan itu jadi terasa lebih ringan, tarikan gas nggak berat lagi. Aku
juga baru ingat kalau pemilik bengkel ini adalah TETANGGAKU, jadi aku lumayan
diprioritaskan lah, hehe makasih Pak Iwan :)
Lumayan lama buat nge-bengkel, dari 7.45 ke 9.30. Akhirnya
terpaksa nggak kuliah Komunikasi dan Periklanan (KomPer) deh -_-
Trus, pas berangkat ke kampus, aku baru sadar kalo dop depannya
BENERAN mati. Huh. Kalau ketemu polisi bisa gawat bisa kena tilang. Akhirnya
sepulang kuliah, aku mampir ambil uang di ATM dulu sebesar Rp. 100.000
(lama-kelamaan bangkrut deh servis motor terus, huft), trus menuju ke bengkel
AHASS Menur. Kenapa AHASS? Padahal itungannya lebih mahal dari bengkel biasa?
Di AHASS gak menunggu lama, gak sampe setengah jam sudah kelar semua.
Tapi emang mahal sih. Harga dopnya Rp. 18.000 dan ongkos
mekaniknya Rp. 15.000. Totalnya habis Rp. 33.000. Huhuhhu.
Dari sini aku bisa menyimpulkan bahwa:
·
Ganti ban luar motor (belakang)
sekitar 1-2 tahun sekali
·
Ganti busi setiap 8.000 – 10.000
km (tapi speedometer-ku mati, jadi
sama aja bohong pffft) (hasil baca dari poster di AHASS Menur)
·
Ganti dop depan sekitar....
diatas 6 bulan sekali, tapi dibawah 1 tahun (lupa)
·
Ganti oli 2-3 bulan sekali
·
Servis ringan seenggaknya
setengah tahun sekali
·
Jangan pernah servis di AHASS
kecuali kepepet
·
Dan kesimpulan dari semua itu
adalah.....PERAWATAN MOTOR NGGAK MURAH CUYYY!
Semogaaaa keadaan finansialku membaik sehingga aku bisa merawat
motorku lebih maksimal lagi... ;)
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)