Ini
aneh.
Mungkin hanya kombinasi dari segala
hal random yang berbaur menjadi satu.
Ketika lagu itu, “Dance-Dance” dari Fall Out Boy diputar, akhir November lalu
diatas kendaraan yang berderap-derap melaju dalam pekat malam, aku merasa ada
yang janggal. Lagu dengan irama yang menghentak, bersemangat dan penuh energi,
dengan lantunan suara dari vokalisnya yang bernada tinggi, serak namun
bertenaga, menjadi magis ketika aku menatap sosoknya.
Lagi-lagi sosok laki-laki.
Begitu klise memang. Tapi ini bukan soal perasaan. Tidak ada urusannya
dengan itu. Perasaanku bahkan sudah hampir mati, direnggut paksa oleh sosok
yang pernah hadir dalam hidupku selama tiga tahun lebih. Membuatku tak ingin
mencoba-cobanya lagi. Terlalu sakit untuk diingat. Terlalu pedih untuk
dikenang.
Tapi, laki-laki ini, ia baru hadir
di hidupku selama beberapa bulan saja. Sosoknya tidak begitu istimewa, tidak
juga bisa mencuri perhatianku dalam satu pandangan saja. Kami berada dalam satu
naungan klub hobi yang sama di kampus. Tebak sendiri apa itu. Aku memanggilnya
“hottie” dan dua orang temanku tahu
betul siapa sosok dibalik julukan itu. Meskipun mereka tidak yakin akan
repurtasinya, tetapi mereka tetap mendukungku. Aku yakin apa yang mereka
bayangkan di benak mereka sama persis seperti yang telah ku duga: lelaki itu
termasuk dalam kategori badboy. Padahal
bagiku tidak. Ini hanya masalah persepsi. Dan mungkin mereka berdua tidak
terlalu mengenal sosoknya, jadi biarlah image
laki-laki itu tetap seperti yang dibayangkan kedua temanku.
Tapi,
mungkin alam bawah sadarku menyatakan ketertarikan, buktinya bayang-bayang
laki-laki itu tak jarang bermain-main di pikiran.
Bukan. Memang bukan soal perasaan. Terlalu
dini untuk menyebut interaksi yang kebanyakan berisi basa-basi untuk
menumbuhkan bara asmara di hati. Tetapi ini murni hanya urusan imajinasi
(awalnya). Entah kenapa, suara vokalis dari Fall Out Boy bisa mengingatkanku
pada sosoknya. Aku bahkan tidak tahu bagaimana suaranya ketika ia bernyanyi.
Yang aku tahu, suaranya kala berbicara justru berada pada nada rendah, berbeda
dengan Patrick Stump, vokalis Fall Out Boy, yang memiliki range suara lebar dan tinggi. Lalu apa?
Mungkin tubuhnya? Mengasumsikan
tubuh yang lumayan bagus miliknya dengan suara yang se-bertenaga Patrick Stump
adalah mengada-ada. Tak ada korelasi diantara kedua hal itu. Konyol.
Tapi, semenjak akhir November tahun
lalu, aku jadi sering terbayang-bayang sosoknya. Dengan wajah yang cool, berada di atas stage sebagai seorang frontman. Mikrofon yang dipasang dalam standing mic berada didepannya. Rambut
lurus yang berantakan. Mata yang mampu membuatku hanyut dalam satu tatapan. Dengan
jaket kulit dan celana jeans modis.
Menyanyikan lagu-lagu dari Fall Out Boy bak seorang vokalis band yang punya jam
terbang tinggi. Membawakan lagu “Sugar, We’re Going Down” dengan tatapan
seksi.
Tiba-tiba saja aku tak tahu dimana
tempatku berpijak.
Aku hanyut.
Mungkin bisa tenggelam.
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)