Sabtu, 13 Februari 2016

Antara Aku, Hottie dan Vokalis Fall Out Boy

Ini aneh.
            Mungkin hanya kombinasi dari segala hal random yang berbaur menjadi satu. Ketika lagu itu, “Dance-Dance” dari Fall Out Boy diputar, akhir November lalu diatas kendaraan yang berderap-derap melaju dalam pekat malam, aku merasa ada yang janggal. Lagu dengan irama yang menghentak, bersemangat dan penuh energi, dengan lantunan suara dari vokalisnya yang bernada tinggi, serak namun bertenaga, menjadi magis ketika aku menatap sosoknya.

            Lagi-lagi sosok laki-laki.
            Begitu klise memang. Tapi ini bukan soal perasaan. Tidak ada urusannya dengan itu. Perasaanku bahkan sudah hampir mati, direnggut paksa oleh sosok yang pernah hadir dalam hidupku selama tiga tahun lebih. Membuatku tak ingin mencoba-cobanya lagi. Terlalu sakit untuk diingat. Terlalu pedih untuk dikenang.


            Tapi, laki-laki ini, ia baru hadir di hidupku selama beberapa bulan saja. Sosoknya tidak begitu istimewa, tidak juga bisa mencuri perhatianku dalam satu pandangan saja. Kami berada dalam satu naungan klub hobi yang sama di kampus. Tebak sendiri apa itu. Aku memanggilnya “hottie” dan dua orang temanku tahu betul siapa sosok dibalik julukan itu. Meskipun mereka tidak yakin akan repurtasinya, tetapi mereka tetap mendukungku. Aku yakin apa yang mereka bayangkan di benak mereka sama persis seperti yang telah ku duga: lelaki itu termasuk dalam kategori badboy. Padahal bagiku tidak. Ini hanya masalah persepsi. Dan mungkin mereka berdua tidak terlalu mengenal sosoknya, jadi biarlah image laki-laki itu tetap seperti yang dibayangkan kedua temanku.
Tapi, mungkin alam bawah sadarku menyatakan ketertarikan, buktinya bayang-bayang laki-laki itu tak jarang bermain-main di pikiran.
            Bukan. Memang bukan soal perasaan. Terlalu dini untuk menyebut interaksi yang kebanyakan berisi basa-basi untuk menumbuhkan bara asmara di hati. Tetapi ini murni hanya urusan imajinasi (awalnya). Entah kenapa, suara vokalis dari Fall Out Boy bisa mengingatkanku pada sosoknya. Aku bahkan tidak tahu bagaimana suaranya ketika ia bernyanyi. Yang aku tahu, suaranya kala berbicara justru berada pada nada rendah, berbeda dengan Patrick Stump, vokalis Fall Out Boy, yang memiliki range suara lebar dan tinggi. Lalu apa?
            Mungkin tubuhnya? Mengasumsikan tubuh yang lumayan bagus miliknya dengan suara yang se-bertenaga Patrick Stump adalah mengada-ada. Tak ada korelasi diantara kedua hal itu. Konyol.
            Tapi, semenjak akhir November tahun lalu, aku jadi sering terbayang-bayang sosoknya. Dengan wajah yang cool, berada di atas stage sebagai seorang frontman. Mikrofon yang dipasang dalam standing mic berada didepannya. Rambut lurus yang berantakan. Mata yang mampu membuatku hanyut dalam satu tatapan. Dengan jaket kulit dan celana jeans modis. Menyanyikan lagu-lagu dari Fall Out Boy bak seorang vokalis band yang punya jam terbang tinggi. Membawakan lagu “Sugar, We’re Going Down” dengan tatapan seksi.
            Tiba-tiba saja aku tak tahu dimana tempatku berpijak.
            Aku hanyut.

            Mungkin bisa tenggelam.

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template