Jumat, 13 November 2015

Akhirnya LULUS Ujian SIM C!!!



Sabtu pagi (7/11) kemarin, aku memutuskan untuk balik ke Satpas Colombo buat ngulang ujian praktek yang ke-tiga kalinya. Mager banget aslinya, apalagi abis baca di random blog kalau yang ngurus SIM di hari sabtu jumlahnya lebih membludak dibanding hari biasa. Huah. Tapi aku harus tetep berangkat. Udah satu bulan lebih ditunda, men!
Jadi, aku berangkat.       

No expectation, itu yang berulang kali ku ucapkan pada diri sendiri dalam perjalanan menuju Colombo. Gak banyak berharap kalau hari ini bakal lulus, daripada kecewa dan jatuh nantinya. Meski begitu, aku sudah punya bekal, beberapa minggu lalu sudah nyoba latihan track 1-6 selama setengah jam. Apa yang dianggap salah oleh penguji praktek SIM sudah ku coba waktu latihan dan ternyata...gak sulit-sulit banget. Kita hanya perlu tenang dan gak gugup atau dijadikan beban.
Jam 09:30 aku sampai di Satpas Colombo. Parkiran penuh, seperti yang diduga! Setelah parkir, aku nyoba duduk-duduk dulu sambil liatin orang praktek. Lima menit berselang dan aku merasa sudah siap. Aku menyerahkan kertas ujian ulang dan mengambil motor. Ada rasa mual-mual sebelum ujian, tipikal aku banget kalau lagi gugup.
Tapi, semua ini harus diselesaikan.
“Ya, silahkan dimulai, Nena.” ujar petugas dibalik pos pengamatan uji praktek.
Aku melajukan motorku dengan gigi 2. Sambil tetap berbisik “no expectation” dan berusaha tetap tenang. Zigzag, done. Lanjut ke angka 8. Berusaha untuk tetap stabil dan seimbang, juga berharap agar ban motorku tidak berkhianat. Done.
Lanjut ke track ‘horor’ : track 3. Aku mengambil jarak dan meng-gas motor sekali, sambil melambai-lambai seperti yang diharuskan. Sampai dibelakang garis, aku menginjak rem kaki untuk berhenti (sebelumnya, pakai rem tangan dan itu diharamkan!). Tanganku tetap berada diatas untuk menandakan aku tak memegang stang.
Lanjut ke track 4 : jalan pelan-pelan di track lurus sembari mengerem, sebagai simulasi bila kita berjalan di gang kecil, jalan macet atau banjir. Done. Track 5, berjalan di jalan bergelombang dengan pelan, juga done. Terakhir, melajukan motor ke jalanan naik dengan memindah gigi dua ke gigi satu. Sesampainya disana, aku mengklakson sebagai tanda finish. Lalu, aku memarkirkan motor di dekat motor ujian praktek lain, dan menuju ke pos.
Ku kembalikan rompi dan mengambil tas. Pak Adi, dengan nada suara yang misterius, menyuruhku memarkir motor lalu kembali ke hadapannya lagi. Wah. Apa ini? Kemarin-kemarin pas gagal, aku selalu dibilangi kesalahanku apa, tapi kini tidak. Apa ini....pertanda kelulusan??
Setelah memarkir motor, aku kembali lagi. Dia tengah memegang berkas dan menyerahkannya padaku. “Ini, langsung ke bank BRI terus ke loket dua, ya?”
Aku...aku...LULUS!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Seorang perempuan muda disampingku bertanya dimana bank BRI, sembari memegang berkas yang sama denganku. Aku lantas spontan berkata, “Mbak, bareng dong.”
“Oh ya, ayo sini.” ujarnya dengan ramah.
“OMG, ga nyangka ya mbak, lulus.” ucapku dengan senyuman sumringah.
“Iya, setelah ngulang bolak-balik.”
Update status dulu, mbak.” candaku, disela-sela langkah kami menuju bank.
Dia tertawa, “Oh iya, habis ini.”
Kami akhirnya sampai di Bank BRI, langsung menuju teller yang sepi.
“SIM apa?” tanya teller-nya dengan ramah.
“C”
“Seratus ribu rupiah.” Ku bergegas mengambil uang dan menyerahkannya. Teller langsung menyerahkan bukti pembayaran dan menjepretnya jadi satu di berkas. Aku dan mbak yang baru ku kenal (namanya Lynda) langsung menuju ke loket dua.


Sampai disana, aku dan Mbak Lynda menyerahkan berkas ke loket. Ugh, bapaknya judes! Nadanya tinggi kayak marah-marah. Kami disuruh ngisi form pembayaran BRI tadi dan minta plastik buat njepret KTP pada berkas, di ruangan formulir. Tapi karena kami hepi seusai lulus SIM, jadinya dijalani sambil ketawa-ketawa. Di ruangan formulir, sembari ngambilin plastik, aku juga “diinterogasi” kuliah dimana dan ambil jurusan apa oleh bapak petugas, lalu bapak petugasnya malah cerita tentang anaknya dan anak temannya (petugas yang ngurus formulir SIM) yang juga kuliah di Unair, di jurusan Akuntansi dan Kedokteran.
Kami menaruh berkas di loket dan mendapat nomor antrian untuk foto SIM.
Dan...ujian lainnya menunggu untuk diselesaikan... Urutan kami foto :”)) Dapet nomer segitu, sementara nomor yang lagi di panggil baru di angka 48. Dan ruang tunggu SIM berubah menjadi lautan manusia yang begitu gerah dan penuh. Aku dan Mbak Lynda (beserta suaminya?) dapet kursi belakang. Lanjutlah cerita-cerita...
Dia cerita tentang kemarin ngurus SIM A dan antri fotonya juga heboh, sampai-sampai dia nunggu hingga jam 16:00. Gila. Trus kebijakan baru tentang kepengurusan SIM, yang mewajibkan pemohon untuk mengisi data dan foto terlebih dahulu, baru menjalani ujian teori dan ujian praktek. Dia juga harus menjalani serangkaian tes dan ujian lagi karena terlambat memperpanjang SIM (A dan C) sampai berbulan-bulan. Kami juga sharing masalah personal, seperti sharing masalah kuliah dan fakta-fakta menarik seputar jurusan kami berdua (PS: dia lulusan arsitektur).
Lumayan bosen juga sih, nunggu antrian foto yang jalannya pelan. Dan, pukul 14:00 baru giliranku dan dia masuk untuk foto SIM. Dari jam 10:30, berarti 3,5 jam antri :’))
Didalam ruangan foto SIM, kita diharuskan untuk verifikasi data yang tertera di layar komputer, bila ada yang salah langsung diperbaiki saat itu juga. Tapi, kalau udah jadi SIM-nya dan baru nyadar salah, kita harus bayar lagi voucher 100 ribu di BRI untuk memperbaiki data yang salah. Makanya, hati-hati dan di cek dahulu sebelum kita foto.
Sesudah foto, kami masih harus menunggu. Kira-kira dua jam. Huhu lama banget ya? Bahkan sampai ku tinggal tidur (diatas jam 3, mulai sepi dan banyak kursi yang kosong, jadi bisa ditiduri). Jam 16:00, barulah SIM-ku jadi. Diambil di sini:
            Kejutan lain datang. Ketemu teman SMP-ku, Nita! Dia datang ama bapaknya dan ngurus SIM C. Wah...jadi ingat dulu kami pernah begitu akrab dan suka kirim sms aneh-aneh waktu kelas 8, wkwkw. Dia juga dulunya sering banget nggodain aku dengan cowok-cowok di SMP kami yang super gak jelas. Kami sama-sama menunggu, bercerita dan mengambil foto SIM secara bersamaan.
            Begitu deh.
            Akhirnya artikel ini berakhir juga, ya, hehe. Setelah sekian lama, dari awal ngurus SIM bulan Juli, perjuangan-perjuangan melawan soal-soal dan praktek lapangan, terbayar juga dengan jadinya SIM-ku di bulan November, yang ku dapatkan setelah bersusah-payah dan berulang kali bolak-balik dalam prosedur resmi. Ya, aku pantas untuk bangga, bcs I worked so hard to get this. I deserve that.
            Aku harus berterima kasih pada Trya Monica, teman SMA-ku, yang selalu berbaik hati meminjamkan SIM-nya padaku waktu aku mau keluar kota (abisnya bentuk wajah kami sekilas lumayan mirip! HAHA). Mungkin sekitar 3-4 kali aku meminjam SIM padanya. Dear Monic, semangat berjuang ya di jurusan Radiologi yang sering membuatmu sambat (mengeluh), haha. Moga bisa jadi tenaga kesehatan hebat yang bisa membantu banyak orang diluar sana ya :3
            Okay, sekian kisah dari pejuang SIM yang (akhirnya) lulus dan mendapatkan SIM yang telah dua tahun lebih diidam-idamkannya, hehe. Kalau ada yang mau berbagi kisah, silahkan bagi disini :))
            Baca juga:

2 komentar:

  1. Alhamdulillah udah gede juga nena,dapet sim Cwkwkwk.Traktiraaan *ngeh

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo-ayo tak traktir mimik es tebu 2000-an haha

      Hapus

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template