Senin, 10 Juni 2013

Bass Guitar, My Real Instrument?


Perpindahan posisiku dari seorang penggebuk drum menjadi pembetot bass bukan didasari tanpa alasan. Bassist kami dahulunya, Agung, ternyata lebih mahir menggebuk instrument ritmis tersebut daripada aku sendiri. Dan, ya, aku merasa sangat nyaman sekali memakai bass gitar sebagai instrument utamaku.

Aku memegang drum pertamaku (err..bukan drum sendiri sih) pada 15 Januari 2012 lalu. Kala itu, aku sedang berada disalah satu studio musik di Singosari, Malang, yang bertarif 10.000/jamnya. Disana, aku diajari pamanku yang dari mudanya dulu merupakan anak band, hingga sekarang diusia 30 tahunan-nya. Ia menguasai semua alat musik standar band (gitar, bass, drum, keyboard). Musisi alam, aku menyebutnya.


Saat itu, aku yang masih sangat payah, jauh-jauh berangkat dari Surabaya, pukul 5 pagi hanya untuk menuntut ilmu bermain drum. Aku merasa didorong oleh perasaan dari dalam diriku bahwa aku ingin menjadi pemusik, dan Tre Cool adalah backingan yang selalu mendorongku untuk menguasai alat musik tanpa nada ini.

Jadi, aku tempuh perjalanan +-60 km tersebut, hanya demi menimba ilmu tentang bermain drum. 2 kali aku ke Singosari, di studio yang sama demi ilmu drum tersebut. Namun, setelah 2 kali pertemuan yang menguras energi tersebut, aku memutuskan untuk tidak kesana dahulu, untuk sementara waktu. Selama 2 bulan aku menganggur, tak menggebuk, hingga di suatu sore di studio musik di kawasan Kalilom, aku menemukan guru pengajar. Dan selama hampir satu tahun, aku menimba ilmu disana. Tapi, aku tetap merasa kosong. Aku belum menemukan jati diriku di drum.

Namun, aku tetap bertahan. Hingga akhirnya aku mendapatkan posisi sebagai drummer di band pertamaku, Burn Out. Hanya 2 bulan saja aku menjadi pemain drum disana hingga akhirnya aku dan Agung, disaksikan personel Burn Out lainnya, sepakat berganti posisi.

Saat aku berganti, aku belum menguasai satupun kunci bass. Aku hanya tau bagaimana cara memainkannya. Luckily, Agung mau mengajariku, lebih tepatnya merasa bertanggung jawab mengajariku, dan memberi tips yang bermanfaat. Seorang pemain bass di Bogor, yang kuanggap sebagai kakak kandung sendiri, juga sering memberi tips dalam bermain bass, disamping aku mempelajari bass secara mandiri dengan sebuah gitar akustik Yamaha C600 KW seharga 100 ribu yang kubeli kala SMP :D

Hanya butuh waktu sebentar untuk menguasai instrument yang orang bilang ‘soulmatenya’ drum ini. Tak sampai 1 jam, berlatih dikamar, aku sudah menguasai kunci dan lagu bertempo sedikit cepat. Aku pun optimis menghadapi hari-hariku sebagai bassis dan anak band.

Aku merasa klik dengan bass, suatu perasaan yang tak kudapatkan kala aku menggebuk drum selama setahun lebih. Jiwaku seolah menyatu, tanpa beban, tanpa peer pressure. Lonceng kecil dihatiku berdenting, mengatakan, ini instrumenku!

Sekarang, aku ingin menjadi seniman bass gitar yang asli, bukan abal-abal. Aku rajin mendengarkan lagu-lagu dengan bassline mencolok, atau lagu Japanese Rock yang kental dengan walking bass-nya. Aku ingin menjadi musisi, disamping pekerjaanku nanti sebagai insinyur sipil. Dan, beberapa hari lagi, aku akan bekerja sebagai operator warnet, yang gajinya akan ku tabung demi membeli sebuah Bass Fender atau Ibanez. Insya Allah :D

“Man jadda wa jadda.”

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template