Oleh : Nena Zakiah
Tahun ini merupakan
tahun dimana aku merasakan kemajuan pesat dalam karir bermusikku. Ya, tepat
pada tanggal 5 Maret 2013, aku resmi memiliki band bersama teman sekelasku.
Burn Out, itulah nama yang diusung untuk band kami.
Tentu saja, siapa
yang tak senang apabila bagian dari impiannya terwujud. Rasa semangat tersebut
meluap-luap dan kami pun optimis, meski sempat ‘cemburu’ dengan band tetangga
yang personilnya seabrek. Rasa itu kami tepis jauh-jauh dan percaya pada
kemampuan kami masing-masing.
Sampai akhirnya pada
latihan perdana, menurut mereka skill yang ku punya masih terlalu biasa bagi
mereka. Maafkan aku, tapi ini lah aku, ini band pertamaku dan jelek bagusnya
memang aku apa adanya. Aku sempat sedih namun itu tidaklah lama. Dunia masih
terus berputar meski terasa menyesakkan. Beginilah rasanya berada didalam
sebuah band, pahit manisnya harus mampu diterjang bersama.
Seorang temanku SMP
dulu pernah mengatakan bahwa bandnya bubar begitu saja karena ketidak
konsistenan dan keegoisan yang dimiliki personel-personelnya. Padahal
seharusnya band itu ada dengan gagasan dan cita-cita serta gabungan visi, misi
serta impian masing-masing anggotanya. Tentu, jika sudah menyangkut banyak
kepala, rasa individualisme dan keegoisan harus diredam. Kepala sudah harus
‘dingin’ semenjak awal berkomitmen mendirikan sebuah band.
Namun, perlu
diperhatikan, keinginan dan ambisi pribadi itu perlu diarahkan dan
dikoordinasikan dengan baik supaya tidak berbenturan dengan keinginan personel
lainnya. Sering terjadi, beberapa personel terlihat sangat dominan dan yang
lain hanya sebagai pemanis saja. Padahal, siapapun pasti ingin dikenal sebagai
bagian dari band tersebut.
Sebuah band didirikan
atas dasar tujuan dan keinginan yang sama, diantaranya adalah untuk menyalurkan
hobi bermusik, ingin dikenal, dsb. Selain itu, pada umumnya personel dalam band
tersebut memiliki warna musik yang sama, cita-cita yang sama, ciri khas yang
sama, dan seterusnya. Hubungan antar satu variabel ke variabel yang lain itulah
yang mempengaruhi akan dikemanakan arah band tersebut. Apabila terjadi crashing
atau benturan, apakah itu akan menjadi evaluasi dan pengalaman atau justru awal
dari kehancuran.
Hubungan antar personel
pun harus harmonis, karena musik tercipta karena keharmonisasian nada, irama
dan tempo yang selaras. Apabila hubungan antar personel baik dan tidak ada
masalah antar personel satu dengan yang lain, tentu kegiatan bermusik akan
menjadi menyenangkan. Namun apabila ada personel yang memiliki masalah dengan
personel lain, tentunya kurang tercipta nada yang enak didengar, malah yang ada
justru mood bermusik akan memburuk dan akan berimbas pada band tersebut.
Band bukanlah tempat
untuk menyalurkan ambisi pribadi salah satu personelnya saja. Band juga bukan
wadah bagi personel-personel yang telah mahir saja. Didalam band juga terjadi
suatu proses pembelajaran, pemahaman serta penyatuan selera dan karakter musik
dan skill masing-masing anggotanya. Kerjasama yang baik antar masing-masing
anggota akan menghasilkan karya yang bagus dan kegiatan bermusik pun akan
terasa enjoy.
Band yang baik ialah
dimana seluruh anggotanya diberi tempat yang layak dan sama rata. Ibarat
pepatah, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Dan band yang patut di
apresiasi ialah bukan yang skill-nya setara dengan musisi dunia, melainkan band
yang terus menerus belajar, bahu membahu menciptakan karya baru dan berbeda
serta mampu menjaga keharmonisan masing-masing anggotanya, sehingga cerita
‘band bubar’ hanyalah tinggal kenangan belaka.
Salam hangat,
Drummer Burn Out.
0 komentar:
Posting Komentar
Think twice before you start typing! ;)