Senin, 05 Desember 2016

Resensi Novel ‘A Heart For Two’


Nama pengarang: T. Sandi Situmorang
Tahun terbit: 2013
Judul novel: A Heart For Two – Kuatlah Ketika Duka Datang
Kota terbit: Yogyakarta
Penerbit: Sheila/Penerbit Andi
Jumlah halaman: 234 halaman

            Jonathan Preston, atau lebih akrab disapa Jo adalah novelis yang mulai naik daun. Setelah beberapa kali menerbitkan novel melalui Generation, Sandiora Publisher mulai melirik naskahnya. Sandiora menganggap Jo adalah penulis yang potensial dan akan turut serta dalam melambungkan nama Sandiora Publisher. Maka Sandiora meminta Jo untuk menyetor naskahnya –melalui Fiana Loretta, salah satu editor fiksi Sandiora Publisher.
            Dan Fia adalah kekasih Jo.

       Jonathan sendiri merasa ragu apakah naskahnya akan dieditori dengan baik oleh Fia, mengingat keduanya berpacaran baru beberapa bulan terakhir. Ia tak ingin naskahnya dieditori asal-asalan dan dipandang subjektif. Maka, Jo meminta satu syarat: naskahnya tak dieditori oleh Fia. Sandiora menerima keputusan itu dan mengutus Mayang untuk mengeditori naskah Jo.
            Akibatnya fantastis, dalam hitungan minggu, novel Jo yang berjudul “Song of Sorrow” menjadi booming. Dan dalam beberapa bulan, novelnya telah naik cetak sebanyak 3 kali. Kondisi finansial Jo semakin membaik, status Jo sebagai novelis semakin diteguhkan, namanya kian tenar serta seminar dan workshop penulisan di berbagai kota dan pulau pun telah ia datangi. Begitu pula hubungan Jo dengan Panji, Chief Editor di Sandiora Publisher. Mereka berdua cepat akrab dan dalam hitungan bulan telah naik status menjadi sahabat. Ia mensyukuri semua berkah itu.
Namun, ada satu hal yang selalu membuatnya merasa janggal. Ibunda dari Fia, Salma, masih berlaku dingin dan judes terhadapnya. Jo tak pernah terlihat baik di mata Salma, selalu ada saja kekurangan Jo yang membuat dirinya tak suka. Tak hanya sekali-dua kali Salma menyindir Fia atas kekurangan Jo, bahkan beberapa kali meminta agar hubungan mereka putus begitu saja. Apalagi, Paula, kakaknya juga tak kalah sering berlaku nyinyir atas hubungan Fia dan Jo. Jelas Fia keberatan, karena baginya Jo adalah lelaki yang spesial. Maka, di tengah badai penolakan dari ibu dan kakaknya, Fia memaksakan mempertahankan hubungannya dengan Jo.
Badai semakin kencang ketika Salma memperkenalkan Fia dengan anak temannya yang bernama Veryldo. Iman Fia mulai goyah, namun ia tetap keukeuh mempertahankan hubungannya dengan Jo walaupun batinnya sendiri berkonflik dengan hebat. Memilih lelaki yang mana? Apakah yang ia cintai, ataukah yang direstui bundanya? Fia memutuskan untuk menjalaninya terlebih dahulu, diam-diam jalan dengan Veryldo, namun masih dengan status sebagai kekasih Jonathan Preston. Ia tidak memberitahu Veryldo bahwa ia berpacaran, dan ia tak memberitahu Jo kalau ia sering jalan dengan laki-laki lain.
Sementara itu, dibalik konflik Jo dan Fia, hubungan Panji dan Kiara, tunangannya, pun tak kalah bermasalah. Panji sebenarnya tak mencintai Kiara, namun semua itu terpaksa dilakukan untuk membalas budi pada Pak Diora. Panji disekolahkan mulai SMP hingga S2 di Australia, memperoleh fasilitas mewah dan diperlakukan bak anak sendiri, semua itu akibat Pak Diora. Maka, apa salahnya sih menerima cinta Kiara?
Walau jauh di dalam hati Panji, ia tak bisa membohongi perasaannya kalau ia tak mencintai Kiara. Apalagi Kiara adalah gadis sombong, posesif, suka merendahkan orang lain dan punya tempramen yang bermasalah. Kiara bisa meledak sewaktu-waktu bila keinginannya tak terpenuhi, dan dia akan melakukan apapun agar tujuannya tercapai. Termasuk memaksa Panji agar mau menikahi dirinya.
Dua lelaki dengan dua kisah. Dua hubungan dengan empat hati. Sanggupkah mereka menghadapinya? Sanggupkah mereka bertahan di atas perahu yang terombang-ambing diterjang badai besar? Apakah perahu yang mereka akan tenggelam, ataukah justru tetap selamat melawan badai?

Kritik dan tanggapan saya: Cukup jarang juga sebuah novel yang memiliki tokoh utama seorang novelis dan tokoh utama lain yang bekerja di industri penerbitan. Sudut pandang yang menarik, sekaligus memberikan kita sedikit info mengenai bagaimana dunia penerbitan dan penulisan naskah fiksi. Konfliknya pun terlihat natural dan dewasa, tidak berlebihan, namun tetap terasa pas. Bagian paling seru adalah saat-saat dimana ada Kiara, si antagonis yang menyebalkan itu, karena pasti akan selalu ada semburan dan makian pedas yang keluar dari mulutnya :)
            Namun, ending-nya...ternyata menggantung. Tidak happy, tidak pula sad. Tidak ada kelanjutan kisah mengenai peristiwa heboh yang terjadi antara Panji dan Jo (ah dilarang spoiler! baca sendiri yaaa).


Skor: 8/10

Credit picture: garisbuku.com 

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template