Selasa, 01 November 2016

Belanja Buku di Big Bad Wolf Surabaya

BIG BAD WOLF! Siapa sih penduduk Surabaya yang gak tau event fenomenal dan hits ini? Yup, bagi yang belum tau aja nih, Big Bad Wolf atau BBW adalah pameran buku (khususnya: buku impor) yang diselenggarakan di Jatim Expo, Surabaya, mulai hari Jum’at (20/10/2016) hingga Senin (31/10/2016). Iya, sedihnya, BBW hanya ada selama 12 hari saja.
Kenapa BBW fenomenal? Pertama, jenis dan jumlah bukunya BANYAK BANGET. Kita bisa menemukan aneka buku disini, mulai dari novel (fiksi), non-fiksi, sejarah, refrensi ilmiah, biografi, buku anak-anak, dan lain-lain. Ada juga sih buku dari Indonesia dan berbahasa Indonesia, tapi sedikit, dan didominasi oleh Mizan publisher.  Jumlah bukunya pun gak kehitung... entah ratusan ribu atau bahkan jutaan eksemplar. Kedua, jenis buku yang dipamerkan di BBW rata-rata adalah buku impor, which is pake bahasa Inggris, and it’s a good thing bagi mereka yang suka baca buku in English, tapi toko-toko buku Indonesia rata-rata kurang lengkap koleksinya. Ketiga, yang paling ‘heboh’ adalah... DISKONNYA! Mulai dari 60-80% gila kan?

Ya, siapa sih yang gak ngiler, terutama bookworms sepertiku? Aku sudah merencanakan kesana pada hari-hari awal, tapi terkendala tugas menumpuk dan UTS bejibun. Akhirnya baru bisa kesini Minggu kemarin (30/10). Bersama siapa? Tentunya dengan ma twin yakni Tita Anggraini. Bodohnya adalah kami berangkat hari MINGGU (which is weekend dan kalian tau sendiri kalau weekend pasti rame) dan panas-panas pula!
WELCOME!
Kami sampai disana jam 09:45, langsung parkir di rumah warga sekitar. Bayar 5000 sekali parkir, udah kayak tarif parkir mobil ya hehe. Tapi, keputusan itu dipilih karena lebih baik parkir di rumah warga yang dilindungi oleh atap, dibanding parkir di lapangan kecil pinggir rel kereta api yang bikin jok motor jadi panas. Kami menuju ke pintu utama, dan terlihatlah orang-orang yang duduk santai, dan juga orang-orang yang hendak menuju ke dalam area pameran BBW.
Saat masuk, terlihat ada tumpukan keranjang belanja berwarna merah dan biru. Aku mengambil satu untuk diriku dan Tita, dan mulai berjalan menyeretnya. Tapi, karena sering bikin tersandung dan kayak orang pemalas aja nyeret keranjang belanja di lantai, akhirnya aku tenteng keranjangnya. Aku dan Tita lalu bergerak ke arah “FICTION” dan menjumpai novel-novel dengan resensi yang menarik-menarik. Namun, karena “FICTION”-nya general, dalam arti yang dibahas cukup luas, dan kami kurang suka, akhirnya kami berjalan ke sub-genre “ROMANCE”.
Oke, first thing, walaupun keliatan cuek dan masa bodo dengan asmara, toh aku juga suka baca novel roman. Dengan catatan, roman-nya bukan roman model teenlit SMP-SMA yang mengisahkan stereotype model “cewek cheers dan cowok basket” hihihi. “ROMANCE” di BBW ini kebanyakan sih mengisahkan soal perempuan karir yang hopeless romantic, atau yang hendak pacaran/menikah/sedang menikah, tapi terkena masalah (entah cerai/pasangan selingkuh/ketidakcocokan dengan pasangan, dst), ada pula yang mengisahkan sebagai traveler ke negara-negara di Eropa, ada yang soal seorang cewek yang berambisi jadi seleb, hingga kisah-kisah kehidupan urban di kota-kota besar di Amrik (rata-rata begitu). Tapi, intinya adalah novel romance itu mengisahkan soal perempuan yang tinggal di kota besar, segudang masalah-masalahnya, bagaimana mereka menemukan lelaki yang tepat, sukses dan bangkit dari masalahnya. Entah ya, novel romance di BBW ini rata-rata mengisahkan tokoh seorang perempuan. Jarang ada romance dari sudut pandang laki-laki, kecuali tadi aku liat ada single-father yang membesarkan anaknya seorang diri (tapi gak jadi ku beli karena bahasanya lumayan sulit).
Tapi, bila dibandingkan dengan chicklit sejenis dari Indonesia, jelas berbeda. Novel romance dari luar negeri sungguh keren. Plot-nya unpredictable, gaya bahasanya unik, kaya akan diksi dan istilah-istilah, dan permasalahan/topik yang diangkat pun beragam. Jelas merupakan sebuah poin plus sebagai referensi untuk menulis...ehem...novelku sendiri.
Jujur saja aku kebingungan memilih mana novel yang tepat untukku. Uang yang kubawa juga cukup limit, hanya sekitar 240 ribu rupiah. Rata-rata novel di BBW ini seharga Rp. 45.000 dan Rp. 60.000. Ada sih yang harganya Rp. 30.000 dan Rp. 70.000, bahkan ada pula yang harganya hanya.... Rp. 10.000! Tapi, novel yang dijual cukup cheesy dan cover-nya pun norak bangeeet, haha.
The Secret Shopper Affair
Akhirnya, setelah berkeliling selama beberapa puluh menit, aku menemukan novel pertamaku, berjudul, “THE SECRET SHOPPER AFFAIR” dengan tagline yang cukup menggelitik: “Who said sex was better than shopping?”. Probably, novel ini sejenis dengan film Confession of a Shoppaholic, entahlah, tapi ketika aku membaca bab pertama, aku sudah yakin akan membeli novel ini. Gaya bahasanya asyik, humornya dewasa, sedikit nakal tapi cerdas dan mudah dipahami.
Always the Bridesmaid
Lalu, beberapa puluh menit kemudian, aku menemukan novel keduaku. Judulnya, “ALWAYS THE BRIDESMAID”. Aduh, aku jadi teringat film 27 Dresses, yang mengisahkan seorang pendamping pengantin yang lajang dan memimpikan pernikahannya sendiri, tapi ia tak kunjung menikah. Gaya bahasanya juga sama, dan bab pertama pun sudah cukup menarik, jadi aku tak ragu untuk membawanya pulang.
Kemudian, aku dan Tita berpisah. Aku menuju ke section “YOUNG-ADULT” tapi tak menemukan sesuatu yang menarik, lalu beranjak ke section buku anak-anak. Asyik banget buku-bukunya, gambar ilustrasinya pun kece. Kisahnya rata-rata soal hewan yang dinarasikan bisa berbicara dan berperilaku layaknya manusia, ada juga sih yang mengisahkan soal kehidupan anak-anak (yaiyalah dasar dudul). Bagian buku anak-anak ini jauh lebih luas dibanding bagian fiction, lebih sepi, plus ada AC gede pula, jadi terasa dingin. Agak lama aku disana, lalu aku kembali ke fiction, the place where I should belong.
Ketika aku sudah 5 menit di FICTION, Tita menepuk pundakku sembari ngomel-ngomel. “Baru aja baca buku, eh aku noleh kamu langsung ngilang..” ucapnya. Dia terlihat sudah menenteng dua novel tebal. Well, tak jauh beda denganku, ia juga penggemar fiksi, dengan sub-genre yang sama yakni romance.
Kami kemudian merasa lelah setelah sejam lebih berkeliling, dan memutuskan untuk ke atas panggung untuk duduk-duduk. Disana ada sedikit ruang lah buat mengistirahatkan tubuh dan kaki yang pegal-pegal. Dan ada pula space buat lesehan dan tidur-tiduran! Ada semacam karpet dengan bantalnya. Wih, inimah rezeki, ucapku.
Eeeh, belum 5 menit, udah diberitau sama ibu-ibu pengunjung lain kalau troli alias keranjang belanjaan dilarang dibawa ke area lesehan. Kalau bawa bukunya aja sih boleh. Dengan terpaksa kami mengangkat tubuh dan berjalan menjauh. Kami kemudian duduk sebentar di tangga atas, tapi juga diusir, kali ini sama mas-mas pegawai BBW. Dia mengucapkan “mohon maaf” dengan nada yang terdengar lembut dan sungkan. Hmm, dia sudah mengusir berapa puluh pengunjung ya dari stage hari ini? LOL.

Vanish
Trus, kami menuju ke fiction tapi genre-nya beda. Bukan lagi romance, tapi lebih ke misteri, teka-teki dan detektif. Wih, suatu hal yang baru bagi kami berdua. Sebenarnya kami berdua tipe orang yang males mikir kalo baca novel, dan genre misteri mewajibkan pembacanya buat ikutan mikir. Tapi, aku menemukan novel yang menarik. Judulnya, “VANISH” (bukan iklan deterjen). Kisahnya seperti pembunuhan, dan berhubung aku penggemar film Thriller yang gak jauh-jauh ama pembunuhan (selain tentang hantu/roh halus juga), maka aku memilih novel ini. Oke, harus ku akui, gaya bahasanya memang lebih berat dari novel romance, tapi apa salahnya sih mencoba?
Dalam hati: sekalian improve kemampuan bahasa Inggris, kali aja bisa lulus TOEFL dengan nilai 500, atau IELTS dengan nilai minimal 7, hehe.
Tita kemudian memilih novel misteri juga, soal lelaki yang pernah membunuh gadis pada waktu ia masih muda (secara tidak sengaja), lalu pas dewasa ia mulai dihantui bayangan gadis itu. Tita juga menukar dua romance-nya dengan novel romance lain yang berharga Rp. 45.000.


Jam 12 siang. Kami lalu berjalan menuju kasir, tapi melewati cook-book dulu. Liat-liat soal makanan sebentar, dan teringat kalau kami dalam kondisi lapar. Akhirnya kami cepet-cepet menuju kasir, tapi antriannya cukup panjang ternyata. Aku melihat keranjang belanjaan orang-orang dan membatin: yaampun! satu troli penuh, njir!
Entah berapa uang yang mereka habiskan untuk itu. Berjuta-juta mungkin.
Ah, seandainya aku sudah mapan secara finansial, mungkin membeli buku-buku adalah agenda rutin setiap minggunya, hehe. Aku memang boros dalam belanja buku dan traveling, karena kedua hal itu adalah minatku, sekaligus titik kelemahanku, hehe.
Kami menuju ke kasir nomer 1, antri sebentar, lalu membayar. Total belanjaanku bernilai Rp. 165.000, sementara Tita Rp. 90.000. Kami langsung bergegas untuk pergi, lalu duduk di tangga luar Jatim Expo buat berdiskusi mau lunch dimana.
“Mie ayam enak, paling...”
“He iya pek..” ucap Tita.
“Aku ada dua tempat rekomen, satu di Kayoon, satu di deket Siola. Pilih yang mana?”
“Bedanya apa?”
“Satu harganya Rp. 20.000 (kayoon) dan Rp. 15.000 (Siola). Yang murah aja ya?”
Akhirnya kami berdua kesana. Dengan penuh perjuangan karena panasss banget, dimana-mana macet, trus puter balik jauh. Apalagi, saat di puter balik deket Siwalankerto, sepeda motorku tiba-tiba tidak bisa berjalan maju selama beberapa detik. Aku langsung panik. “He yoopo iki?”
Aku mikirnya, rantainya lepas (kayak dulu, April 2016). Alhamdulillah, dalam beberapa detik, motorku normal kembali. Sialan, apa nih motor sedang nge-troll aku? batinku sebal.
Kami lalu menuju ke Siola dalam setengah jam. Panas banget, tapi aku selalu memotivasi diri bahwa, “Saking panasnya, jadi malah terasa dingin” agar aku tidak banyak mengeluh. Setelahnya, kami langsung makan. Porsinya cukup besar, rasanya lumayan enak, tapi mie-nya masih agak keras (belum terlalu matang). Duh, jadi pengen Mie Ayam Kedondong yang luar biasa wenak. Kenapa gak kepikiran buat makan disana ya?
Pengeluaranku...LOL

The end of the story... gak nyesel ngehabisin uang buat buku. Beda lagi kalo ngehabisin uang buat makanan, pasti nyesel karena dua hal. Pertama, kenapa aku menghamburkan uang untuk makanan, padahal di rumah ada makanan? Kedua, makan berarti menambah kalori dan berat badan, haha. Apalagi jajan diluar sudah pasti banyak karbohidrat dan lemaknya, jadi tau sendiri lah bisa bikin tubuh jadi melebar xD

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template