Rabu, 25 Mei 2016

Kantin FIB, Siang Itu....

Tadi siang (24/5), aku akhirnya ngumpul-ngumpul kembali with ma gurls, Esti dan Shella, teman dekatku dari angkatan 2015 Airlangga Photography Society (APS), di kantin Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Kami bertemu setelah berbulan-bulan kami gak ngumpul bareng, hehe. Seneng banget bisa ngobrol bertiga lagi. Kami mulai dekat satu sama lain, semenjak malam tahun baru 2016, yang kami rayakan bersama anak APS lain di SC (baca: DISINI).
Celebrating New Years Eve with them
Pada awalnya sih, kami janjian ketemu, ngumpul dan makan bareng, hari Jum’at lalu. Berhubung waktu itu Shella mendadak ada rapat, akhirnya gak jadi, dan diganti hari Selasa (24/5) ini. Okelah, yang penting ngumpul. Dan, sebenarnya, aku gak sabar buat ngobrol soal “itu” ke mereka wkwk.

Shella menungguku di depan Ruang A314 FISIP selepas aku kuliah Komunikasi dan Psikologi Sosial, dan kami stay disana selama 10 menitan. Ceritanya, dia lagi nungguin mas-mas yang dia taksir. Mas-mas angkatan atas dari jurusan lain, katanya, yang berhasil membuatnya terpikat, hehe. Dia bercerita kepadaku dengan rona-rona wajah yang bahagia, yang membuatku ngakak dan jejeritan gak karuan. Mas yang dia bilang “walau gondrong tapi tetep cute”. Wih, Shella bahkan sampai tahu jadwal kuliahnya! Sangar! Berbakat jadi agen CIA, wkwk
      Karena masnya gak kunjung datang, dan Shella baru mendapat info dari temennya kalo ada mas unyu lain yang dia bilang “sepotong surga” nangkring di kantin FIB, Shella langsung gupuh buat turun. Ya ampun, ternyata ada cadangannya yang lain, hehe. Meski begitu, kami tak langsung ke FIB, tapi nangkring di depan gedung A FISIP buat nungguin Esti yang baru selesai kelas di Pinlabs. Dia cerita-cerita lagi soal “keunggulan” mas yang dia bilang cute itu. Mas-mas yang sangar dalam pergerakan mahasiswa, yang harusnya lulus semester ini, tapi enggak bisa lulus tepat waktu. Selama 20 menitan lebih kami menanti Esti, dan dia baru muncul jam 12:50-an dengan setengah berlari, hehe.
    Kami langsung menuju kantin FIB dengan berjalan kaki. Kantin amat penuh 
siang itu, jam 13:00. Jam-jam mahasiswa sedang lapar-laparnya, hehe. Meski begitu, 
kami mendapat tempat dan langsung memesan Mie Yamin yang fenomenal. 
Sembari menanti mie-nya dibuatkan, kami ngobrol soal banyak hal. Soal pameran 
tengah APS yang mundur lah, soal kepanitiaan kami di pameran itu, soal senior APS mana yang bikin “hati ayem” atau “pingin nonjok” wkwk. Soal mas-mas ganteng yang (selalu) sudah taken. Oh ya, Shella (beruntungnya) ketemu dengan mas-mas yang dia bilang “sepotong surga” itu, dan memintaku untuk pura-pura main hp, tapi sebenarnya lagi memotret diam-diam si masnya, HUAHAHA. Wes aneh-aneh 
pokoknya :)
   Mie Yamin-nya datang 10 menit kemudian, dan kami melahapnya sembari 
ngobrol. Aku bilang kalo aku merencanakan ikut kepanitiaan AMERTA 2016, tapi gak ada sertifikat PPKMB. Shella bilang kalo dia juga daftar, meski dia gak punya sertifikat PPKMB juga. Esti gak ikutan, dia bilang “aku gak mau waktu liburanku terpotong kepanitiaan”, rumah dia di luar kota pula, ribet juga sih kalo seandainya dia harus PP buat rapat dan la-la-la. 
       Meski gak ada sertifikat PPKMB, aku dipaksa daftar sama Shella dengan 
alasan, “Halah kon gak karuan keterimo ae lho”, wkwk (jawaban yang mangkelno tapi 
bener jua), jadinya aku mengisi formulirnya di Google Docs. Aku ambil kepanitiaan Sie Pubdok dan Sie Acara. Shella ambil Sie Pubdok dan PK (pembimbing kelompok?). Kami sama-sama berharap bisa bertemu di Sie yang sama. Sungguh, mati-urip-ku selalu berkutat di dua Sie tersebut, gak pernah beranjak ke Sie yang lain, hehe. Aku gak merasa handal di Sie lain, misalnya Sie Perizinan yang 
kuanggap sangat ribet, atau Sie Konsumsi yang keliatannya gampang tapi kok juga 
membosankan. Kami juga ngobrol soal hal lain, kayak betapa sangarnya Shella bisa 
terlibat dalam BEM Unair, atau betapa banyaknya mahasiswa satu angkatan di 
jurusan Farmasi-nya Esti (250 orang/angkatan, lak yo ribet bener ngapalin nama satu per satu anak, hikz). 
         Aku juga cerita kalo betapa bahagianya bisa berteman akrab dengan mereka berdua, karena pada kenyataannya, tidak ada orang yang benar-benar memperlakukan aku selayaknya teman akrab di jurusanku sendiri. Sad, yet it’s truth. Itulah kenapa, aku jarang banget nongkrong di kampus ama temen-temen 
jurusanku, sering pulang, sering gak ngehadirin acara internal Komunikasi, dan 
beralih doyan nongkrong di sekre ama anak APS, atau nongkrong bareng anak-anak UMC. Tidak ada yang mencariku jika aku tak ada/tak hadir. Justru, mereka yang 
diluar jurusanku dapat menerimaku dengan sangat baik, dan Esti/Shella dapat 
menunjukkan itu. Berteman dengan Esti dan Shella membuatku merasa kembali ke 
zaman SMA lagi, dengan genk-nya yang heboh, suka ngomongin cowok dan doyan 
ngakak. Mereka membuatku merasa benar-benar diterima sebagai bagian dari hidup 
mereka. 
         Ah, aku jadi teringat bagaimana malam tahun baru kami, di SC sembari 
bakar-bakar sosis/ikan/ayam, dan melihat kembang api. Lucu dan berkesan. Apalagi saat mereka ku beritahu tentang “itu” dengan rona wajah yang memerah. 
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk bilang gini,
"Kalian pasti gak tahu kan, kenapa aku naksir berat sama itu?”
“Iya, iya, kenapa? Cerita dong.”
“Entah sejak kapan aku mulai memperhatikannya, yang jelas, pas PUKM, 
Magang dan Diklat, fokusku bukan ke dia. Mungkin sejak pameran kita yang di 
Perpustakaan Bank Indonesia, aku mulai peduli dengan kehadirannya...”
        Dan aku menceritakan semua. Soal kebaikan dan kemurahan hatinya, walau 
dari luar ia tampak cuek dan tak peduli. Hanya hal kecil sih, dan berlangsung sekali 
saja, tapi niatnya yang tulus membuatku benar-benar terpesona. Mereka sampai 
bilang, “Ih, sumpah? So sweet pekkkk...”
“Tapi aku lho sudah berbulan-bulan gak ketemu dia. Suedih pol. Pingin liat gimana penampilan barunya, wkwk. Kalian dateng kan, rapat pertama pameran tengah yang pas aku ketiduran? Gimana penampilannya?” tanyaku. 
“Ya gak banyak berubah sih, tapi bagusan penampilannya yang sekarang.” ujar Shella.
“Eh, eh, kalian pasti gak tahu gimana dia pas SMA!!” ucapku dengan nada heboh. Aku mulai membuka aplikasi Facebook di hapeku, dan mencari akunnya. Ketemu. “Aku tahu akunnya, tapi sengaja gak berteman. Kalo berteman ama dia di 
FB, keliatan banget kalo aku stalking pek, secara FB udah jauh ditinggalkan, wkwk.”
ucapku.
      Aku mencari fotonya pas SMA, dan mereka berdua terperangah. “Iya, pas dia 
SMA, dia itu jauh beda ama sekarang. Lebih kurus dulu. Keliatan kan, kalo tubuhnya bagus dan rahangnya tegas?”
“Wih Nen, matanya bagus banget...” kata mereka. Memang benar, matanya bagus, sayu dan menghanyutkan. “Warna matanya cokelat, ya?” “Kayaknya,” jawabku.
“Dia anak mana, sih?” tanya Shella.
“Dia dari kota *tiiiiiit* *sensor*”
“Sumpah? Aku juga punya temen sih, dari kota itu, dua orang. Dan sama persis kayak dia, mereka punya ukuran tulang yang besar gitu, yang bikin mereka terlihat tegap.”
“Wah, mosok sih, ciri-ciri manusia dari kota itu sama semua?” ucapku, tidak yakin.
“Ya nggak tau lagi sih, hehe.”
“Eh, eh, trus gimana ya, kelanjutannya biar aku bisa lebih dekat ama dia?” ucapku dengan nada pasrah. “Aku tau sih, kami sama-sama punya hobi yang sama, mungkin itu bisa kali ya dijadikan modus? Wkwk.”
“Iya, coba aja kamu pura-pura tanya soal ini-itu, siapa tahu dijawab.”
“Ih, tapi kan aku termasuk mahir, masa aku tanya-tanya? Hehe.”
“Ya gapapa, pura-pura gak tau, daripada gak ngobrol?”
“Iya deh, kapan-kapan, hehe.”
“Apalagi kalo selesai tanya-tanya, kamu malah diajak sama dia, hayo?” tantang Shella padaku, yang otomatis membuatku menjerit nyaring, hingga membuat beberapa mas-mas di meja sebelah menoleh.
“Ih, sumpah, sumpah, AKU MAU PEK! AKU MAU BANGET!” pekikku dengan riang dan heboh. “Ih, so sweet paling ya kalo jadi kenyataan, hehe.”
Mereka berdua malah ngakak.
        Kami kemudian membicarakan hal yang lain, sebelum akhirnya kami beranjak pergi dari kantin, jam 14:30. “Aku belum pernah lho, nongkrong di kantin FIB sampai selama ini, hehe.”
        Esti jam 3 sore ada rapat lagi di Farmasi, sementara Shella ada kelas jam 4 sore. Aku pamit ke mereka, say thanks, dan langsung pulang, mengingat aku belum mengerjakan review Novel dari kelas Penulisan Kreatif, hehe. Baca aja belum, gimana nge-review? Untung aja buku dari Brigita cukup tipis, dan bisa lah diselesaikan dalam waktu satu malam :)
        Btw, thanks ya buat hari ini ma gurls! Gak tau harus curhat kemana lagi kalo 
bukan ke kalian, hehe.

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template