Senin, 28 Maret 2016

#BukuBulanIni : Maret 2016

Maret! Sudah bukan saatnya berleha-leha sembari menulis dan baca novel apapun yang ku suka! Terdengar menyedihkan, tapi namanya juga sudah masuk kegiatan perkuliahan, jadi fokusku harus ku alihkan ke buku-buku teks yang penuh dengan teori. Ku akui kegiatan perkuliahan, terutama di jurusanku, seringkali menyenangkan karena apa yang kami bahas biasanya tak jauh-jauh dari permasalahan di sekitar kehidupan kita. Tapi, tidak lagi menyenangkan jika harus membaca beratus-ratus halaman buku teks (yang kebanyakan in english), kerja kelompok, tugas individual, ditambah lagi presentasi (hal yang jarang bersahabat denganku karena aku benci berbicara didepan publik, mempresentasikan sesuatu dengan nada yang manis-manis tapi basi). Dan terutama, aku tak bisa sering-sering lagi menyentuh novel atau tulisan fiksi dan fokusku untuk secepatnya menyelesaikan naskah akan menjadi terbengkalai.
            Begitulah kehidupanku kini, dan inilah buku-buku yang ku baca penuh selama bulan Maret 2016 ini. So, let see! Selamat datang dan semoga kau menemukan apa yang sedang kau cari!

       Jill & Jill (terjemahan dari Falling Out of Fashion)
Penulis: Karen Yampolski
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama (versi asli: Kensington Publishing USA)
Tahun terbit: 2009 (versi asli: 2007)
Jumlah halaman: 411 halaman

            Bagaimana rasanya menjalani kehidupan sebagai pemimpin redaksi majalah wanita dewasa anti-mainstream, dengan gaya bahasa, pemilihan topik dan anutan idealisme yang benar-benar berbeda dari majalah wanita pada umumnya (seperti membahas “resep makanan yang berlemak” alih-alih “menu makanan untuk diet” atau menayangkan model sampul dengan berbagai macam ukuran tubuh alih-alih memilih model sampul berbadan ceking)? Apalagi, jika majalah itu didirikan dengan namamu sendiri dan kau buat dengan susah payah? Yang jelas benar-benar hectic, serba kreatif-inovatif dan penuh dengan tekanan akan pekerjaan. Tapi, bagi Jill White, tekanan sebenarnya bukan berada pada pekerjaannya, melainkan dari dua orang wanita ular nan licik yang siap sedia untuk mencincangnya setiap saat: Ellen Cutter dan Liz Alexander.
            Ada saja alasan Ellen dan Liz (dimana keduanya adalah sahabat semenjak berusia belasan tahun jadi keduanya saling bersekongkol dan bersekutu untuk mendapatkan apapun yang mereka mau), untuk menjatuhkannya –baik wibawa, emosi dan harga dirinya. Mulai dari menyuruhnya untuk mencari pengiklan (padahal itu bukan tugasnya, melainkan tugas dari Liz sendiri), menggonta-ganti artis sampul majalah seenaknya (di detik-detik terakhir akan naik cetak), bekerja ekstra hingga mengganggu kehidupan pribadinya, mengganti redaktur pelaksana terbaiknya dengan orang yang payah, mengubah arah majalahnya menjadi majalah wanita yang mainstream dan kacangan, membuat emosi dan fisiknya terkuras habis dan banyak lagi. Hingga akhirnya Jill merasa bahwa sebenarnya bukan target penjualan dan iklan yang Ellen dan Liz sasar, melainkan dirinya.
            Terlempar dari premis utama, Jill & Jill menceritakan hal lain dibalik premis utama novel: perjuangan Jill White mati-matian demi mempertahankan eksistensi majalahnya, perseteruan Jill dengan Ellen dan Liz yang hampir selalu merencanakan misi liciknya setiap saat, kehidupannya bersama suaminya, Josh, dan misi keduanya untuk mendapatkan anak selalu gagal. Kisah lain dari Jill White juga ditampilkan, tentang bagaimana kehidupan awalnya sebagai anak dari dua orang tua yang nyentrik dan bergaya hidup hippies, yang sangat sederhana dan jauh dari kata mewah. Perjuangannya selama berada di sekolah persiapan Hillander (kalau disini setara SMA, namun sekolah persiapan dibuat dengan tujuan dan fokus mempersiapkan murid untuk kuliah), dikucilkan, di-bully,  oleh teman-teman sekolahnya karena dianggap nerd dan tak populer, hingga membuatnya tak memiliki satupun teman, serta menjadikannya orang yang tertutup dan melampiaskan emosinya dengan menyilet nadinya dengan pisau. Meski masa sekolahnya di Hillander sangat kesepian, namun ia selalu berhasil memperoleh nilai terbaik yang mengantarkannya untuk kuliah di Bennington University.
Kehidupan “terkucil”-nya perlahan berubah di college, karena disana ia bertemu dengan sahabat sejatinya, Sarah, kekasih pertamanya, Joe, serta sahabat laki-laki yang baik, peka dan memiliki selera fashion bagus, Gerard Gautier (yang kemudian dikisahkan menjadi desainer sukses), serta selingkuhannya, Richard Ruiz, seorang vokalis band indie postpunk yang keren dan misterius (yang dikemudian hari menjadi kekasihnya, ikut dalam rangkaian tur musiknya yang panjang dan membuat hubungan asmaranya dengan Joe berakhir dengan permusuhan). Rangkaian perjalanannya saat di college begitu indah dan jauh dari ketersiksaan dan kesengsaraan, seperti yang Jill alami waktu di Hillander dahulu.
Selepas kuliah dan menjalani pekerjaan di majalah finansial yang membosankan, Jill memutuskan untuk pergi mencari pekerjaan yang sesuai dengan dirinya, dan ia diterima menjadi pemimpin redaksi majalah remaja Cheeky. Namun, gelombang protes besar-besaran datang dari para orang tua dan kaum konservatif karena Cheeky menayangkan artikel-artikel mengenai hubungan-seks-aman pada remaja, Cheeky gulung tikar setelah tujuh tahun terbit di Amerika.
             Hingga pada akhirnya datang suatu surat dari penggemar lama Cheeky yang sudah dewasa, memberi saran pada Jill White agar membuat majalah dengan konsep baru untuk segmentasi wanita dewasa. Dan, dibentuklah Jill, majalah unik, mendobrak, anti mainstream, dan dari sanalah perjuangannya kembali dimulai.
            Well, satu lagi novel pop culture Amerika, dan ini cukup bagus (dan cukup tebal juga, hingga baru ku selesaikan lebih dari 3 minggu). Novel ini menceritakan tentang seluk beluk pekerjaan di majalah, hampir sama dengan novel Bachelorette #1 dulu yang pernah ku baca. Bedanya, novel ini lebih memberontak, dan menekankan inti kisah pada banyak sekali nilai-nilai kehidupan dibalik gaya penulisannya yang penuh dengan humor cerdas. Seperti betapa besarnya perjuangan gadis nerd dan dipandang weirdo oleh teman sekolahnya, dan berulang kali di-bully oleh gadis-gadis licik dan jahat di sekolahnya, namun tetap bertahan dan mendapat nilai yang selalu bagus. Atau perselisihan antara Jill dan Ellen + Liz, yang berulang kali menjegal langkahnya dalam pekerjaan. Memberi “pesan moral” bahwa gadis baik-baik akan menang. Jill adalah sang protagonis dan tokoh utama, tentu saja dia menang pada akhirnya, dan sudah ku tebak bahwa duo Ellen + Liz akan berakhir menjadi pecundang.
            Sejujurnya, ada banyak sekali kisah-kisah menarik dalam novel ini, tapi inti ceritanya berkutat di masalah Jill White dan majalahnya, Jill, perseteruannya dengan Ellen + Liz, serta kehidupan asmaranya dengan suaminya, Josh dan usaha mereka berdua untuk memiliki keturunan. Hanya itu intinya, selebihnya hanya kisah pengantar dan memperkuat inti ceritanya. Dan, kalau boleh jujur lagi, aku capek baca novel ini karena tebal, serta kisah-kisahnya berganti-ganti dengan cepat. Flashback, balik lagi, flashback lagi, balik lagi. Capek juga ya, ternyata ngikutin alur yang kaya gitu hehe.

Skor 8,5/10
Bagus bagi kamu-kamu yang sedang ingin baca novel pop-culture Amerika serta ingin mempelajari budaya dan gaya penulisan novel pop-culture.

2  The Year My Life Went Down the Loo
Penulis: Katie Maxwell
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (versi asli: Marthe Arends)
Tahun terbit: 2010 (versi asli: 2003)
Jumlah halaman: 248 halaman (keseluruhan)

Kehidupan remaja Emily Williams berubah total ketika ayahnya yang nyentrik, Brother (ia memang ingin dipanggil seperti itu), memutuskan untuk pindah ke Inggris. Normal bagi Brother, karena ia sangat menyukai hal-hal yang kuno dan bersejarah, tapi tidak bagi Emily, yang merasa masa-masa terindahnya berakhir saat itu juga. Pindah ke negara asing? Tanpa satupun teman? Dengan kebudayaan berbeda? Mengerikan! Ditambah lagi dengan nama kota tempat tinggalnya yang bagi Emily terdengar sangat menggelikan: Piddlington-on-the-Weld, yang ia artikan sebagai: pipis di sambungan besi.
Semakin kacau karena Emily, yang berusia 16 tahun, dipindahkan ke kelas dimana murid-muridnya berusia satu tahun lebih muda darinya. Dan tak ada yang menyambutnya dengan ramah di hari pertamanya bersekolah, justru caci maki yang ia dapatkan karena Emily mengenakan make up dan aksesori yang terlihat “berlebihan” di mata murid-murid sekolahnya. Di-bully, lalu diseret ke ruang kepala sekolah, mendapat guru-guru yang mengerikan dan diincar oleh beberapa gadis jahat tipikal pem-bully, bagaimana bisa lebih buruk lagi?
Tapi, setidaknya ada yang bisa membuatnya senang: cowok. Emily mulai dekat dengan Aidan dan teman-teman Aidan: Devon dan Fang. Mulanya, Emily menganggap Aidan adalah “the one” baginya, namun berubah ketika Aidan hanya menganggapnya sebagai “gadis seksi yang bisa dimanfaatkan”. Tidak untuk menjalin hubungan asmara, Emily justru kerap mendapat perlakuan kasar, penghinaan dan tak menyenangkan dari Aidan. Anehnya, Emily tetap bertahan dengan Aidan, dan tak menyadari bahwa Fang yang selalu baik dengannya, mulai jatuh cinta dengannya.
Selain kehidupan asmara, Emily juga mulai memiliki teman baik, seperti Holly, cewek yang mudah gugup dan cukup penakut (tapi sangat setia pada Emily), Peg yang lesbian dan Lalla. Tapi Emily lebih dekat ke Holly dan sering melakukan kegiatan berdua dengannya, seperti berbelanja, jalan-jalan atau memburu artis kesayangan mereka berdua, Oded Fehr, yang kebetulan syuting film tak jauh dari kota tempat mereka tinggal.
Jatuh bangun kehidupan Emily di Inggris ia tuturkan pada Dru, sobatnya yang tinggal di Seattle, Amerika. Dru, yang tengah menjalani tahap pemulihan pasca patah tulang, juga memiliki masalah seperti pacarnya mulai menjauh dan berselingkuh darinya. Sementara Bess, kakak perempuannya, yang hanya lebih tua 2 tahun darinya, kerap mendapat perlakuan istimewa dari orang tuanya, yang membuatnya iri setengah mati. Bess yang pemberontak dan berjiwa feminis pun turut menyeretnya pada acara-acara aneh dan menggelikan, seperti memeriksa organ intim perempuan dengan kaca (dengan dalih: “kenali dirimu sendiri lebih baik”) yang membuat Emily mengutuk takdir memiliki kakak seperti Bess.
Kisah-kisah dalam novel ini berkutat antara beberapa hal inti: 1) kehidupan Emily yang “sengsara” di tempat barunya 2) orang tua yang nyentrik dan kolot 3) teman-teman sekolah dan beberapa guru yang rata-rata memusuhinya 4) kisah asmara dengan Aidan yang berakhir menyedihkan 5) kisah pertemanan dengan Holly dan Dru, serta Peg dan Lalla (hanya mereka yang menerimanya dengan baik) 6) kisahnya dengan Fang, yang diam-diam menyukainya. Well, terlepas dari plot-nya, aku menyukai gaya tulisannya yang segar, anak muda banget yang heboh dan meledak-ledak, humor yang bagus dan bahkan ada nilai-nilai yang bisa dipelajari, seperti, jangan melakukan sesuatu yang tidak kau inginkan (seperti saat adegan Aidan menciumi Emily, tapi Emily merasa tidak nyaman).
Meski begitu, ending-nya cukup mengejutkan. Ku kira Emily bakal berpacaran dengan Fang, tapi ternyata tidak. Ending-nya hanya menceritakan sepenggal kisah yang menggantung, yang intinya berkutat pada: Emily bakal baik-baik saja di Inggris, dan tempat yang terlihat buruk di matanya, ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan.

            Skor? 7,5/10
            Bagi yang suka dengan kisah-kisah kehidupan remaja cewek di highschool ala Amerika fusion dengan Inggris, hehe

       Bienvenue Amor
Penulis:Ida Ernawati
Penerbit: ANDI
Tahun terbit: 2012
Jumlah halaman: 204 halaman

Memiliki karir yang sukses dan paras yang cantik, tidak serta merta membuat Maureen, yang akrab dipanggil Orin, memiliki kehidupan asmara yang mulus-mulus saja. Sebaliknya, Orin lebih sering ditinggalkan oleh laki-laki secara sepihak karena hal yang sama: Orin “terlalu sukses” dalam karir sehingga membuat laki-laki itu minder dan merasa terintimidasi. Arki, adalah laki-laki terakhir yang lagi-lagi memutuskannya dengan alasan yang sama, hingga membuat Orin bertekad untuk tidak menjalin hubungan asmara dengan siapapun, dan mencoba fokus pada karirnya sebagai bussiness manager di PT West Star.
Namun, obrolan kecil di klinik kecantikan berhasil membawanya berkenalan dengan Bima, lalu tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk menjalin hubungan asmara. Bima, bagi Orin, adalah laki-laki berparas tampan dengan tatapan dan suara yang meneduhkan, hingga membuat akal sehatnya mati seketika. Orin, yang terlanjur kepincut, menyembunyikan identitasnya sebagai career woman yang sukses, dan memasang topeng sebagai karyawati rendahan di suatu CV kecil di kota Surabaya. Orin semata-mata tak ingin kisahnya berakhir sama dengan sebelumnya, yakni laki-laki terus meninggalkannya karena merasa terintimidasi melihat perempuan yang terlalu sukses.
Dan, dimulai-lah kebohongan Orin, satu demi satu. Lyra, sahabatnya, pun turut membantu dalam merangkai kebohongan itu. Mulai dari memakai pakaian yang “terlalu sederhana” untuk standar Orin, meninggalkan high heels kesayangannya, berpura-pura kerja di CV. Gandini, dan lain sebagainya. Namun, keberangkatannya ke Singapura (yang disamarkannya menjadi ke Samarinda), akhirnya menguak kebohongan yang Orin buat. Bima pun tak terima dan mulai melancarkan kemarahannya akan kebohongan Orin dengan segala cara, mulai dari mendatangi tempat tinggal dan “kantor” Orin, melakukan kekerasan fisik pada Lyra, hingga membuat keributan di bandara.
Lantas, bagaimana kelanjutan kisah Orin-Bima? Dan bagaimana pula kelanjutan hubungan Orin dengan Rangga, finance manager di PT. West Star yang kelewat ramah dan akrab padanya? Dan bagaimana pandangan Orin akan cinta, setelah kejadian buruk yang bertubi-tubi menghantamnya?
Premis yang cukup bagus: career woman yang ditinggalkan laki-laki karena terlalu sukses. Ku kira, novel ini bakal menjadi sebuah novel pembangun semangat feminisme pada pembaca, yang akan membawa Orin pada karakter cewek sukses yang “bodo amat” dengan kehidupan asmara, yang penting gue hepi. Nyatanya, semakin ku baca, semakin menguap pula ekspetasiku. Novel ini masih bermain-main di ranah mainstream: kegalauan, kebimbangan akan cinta. Ujung-ujungnya, seperti yang bisa ditebak, Orin berakhir bersama Rangga.
Ya, aku tahu, karena memang disana-lah ceruk pasar yang paling besar peminatnya.....

Skor? 7/10

Well, semakin kusadari bahwa novel galau-galau akan asmara seperti ini sama sekali bukan tipeku. Sungguh. 

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template