Minggu, 28 Februari 2016

Rapat yang Berantakan (Serangan Kecoa, Banjir, Mogok dan Basah Kuyup)

Huah, senangnya berada didalam rumah yang hangat dan nyaman, setelah setengah hari ditimpa dengan kesialan yang bertubi-tubi. Ya, kemarin (26/2) bisa dibilang hari paling sial dalam seminggu, bahkan satu bulan ini. Bukan hanya padaku, tapi pada teman-temanku sesama panitia Commersale dan (hampir) seluruh penduduk Surabaya. Februari ini memang sensasional, terutama hari-hari belakangan. Hujan yang turun deras, seperti keran yang mengucur tanpa henti dari langit Surabaya. Durasinya lama pula, bisa berjam-jam non-stop dan seringnya, terjadi pada siang, sore bahkan malam. Menciptakan genangan air di jalanan, bahkan, beberapa jalan tertentu bisa terendam hingga setinggi betis orang dewasa.
            Nah, Jum’at kemarin (26/2) pun tak luput dari pengecualian. Niatnya mau rapat rutin, setelah shalat Jum’at, tapi lokasi awal rapat yang rencananya diadakan di Grand City, diubah ke KBU, gedung A FISIP. Enaknya sih, gak perlu bayar parkir (hehe), tapi aku curiga sama langit yang mendung siang-siang gini. Saat rapat tengah berlangsung pun, jam 13:30-an saja gerimis mulai turun, lalu dilanjut dengan hujan angin yang sangat deras. Selokan FISIP yang kecil mungil itu meluap, tak mampu menampung air sebegitu banyaknya. Akhirnya, dalam waktu kurang dari dua puluh menit pasca hujan pertama, bagian luar FISIP terendam.


            mbatin: bayar kuliah mahal tapi gedung terendam... unair oh unair ._.
            Tak cukup menyiksa kami yang kehilangan lokasi untuk diskusi, siksaan lain muncul. Dan siksaan ini mampu membuat bulu kuduk orang normal, menjadi meremang dan bergidik. Hukum alam, ketika hujan turun deras, mengakibatkan selokan meluap, dan makhluk-makhluk penghuni selokan pun keluar menyelamatkan diri. Makhluk itu terdiri dari dua spesies paling ditakuti di kalangan rakyat jelata penduduk Indonesia : KECOA dan KELABANG.

Deloken a, sampe penek’an ngene -_-
            Mulanya, hanya satu yang muncul. Beberapa temanku berteriak, gabungan antara takut, histeris dan geli. Tanpa basa-basi, kudekati lalu ku injak kecoa itu dengan sandal karetku. Nah, penyet sudah. Eh, tau-tau, di lokasi lain, muncul keluarga besar kecoa. Ya Tuhann... Kepala suku kecoa itu besar banget, warnanya hitam dan ukurannya lebih besar dari dua jempol tangan orang dewasa... Hiyyy. Belum lagi, kecoa yang ukurannya regular sedang, kecil dan bayi.
            Bubar wes rapat’e, gara-gara invasi kecoa di gedung A FISIP -_-
            Untung saja pas bubar, kesimpulan diskusi sudah didapatkan. Tinggal bahas yang agak remeh-remeh dan teknisnya saja, serta menarik uang kas rutin. Kecoa-kecoa itu masih muncul, bahkan ada satu kelabang yang ukurannya lebih panjang dari smartphone yang layarnya besar, beberapa menuju ke lantai dan bangku tempatku dan teman-temanku berdiri, akhirnya, tiga ekor kecoa lagi ku injak sampai mati. HA! RASAIN!
            Sepuluh menit lebih kami, panitia, bertahan dari serangan kecoa dengan cara berdiri di bangku, sembari menunggu hujan reda juga. Akhirnya, aku sendiri yang gak tahan. Bulu kudukku makin meremang, gak feeling lagi ada di tempat terkutuk ini. Takutnya, kalo dibiarin lama-lama bisa-bisa si kecoa itu terbang ke arah kita (pikiran negatif muncul gara-gara keweden). Dan, aku yakin masih ada ratusan, bahkan ribuan kecoa bersarang dibawah selokan FISIP, menanti untuk keluar..... Membunuh empat kecoa rasanya tidak sebanding dengan jumlah mereka yang entah berapa milyar di muka bumi ini......
            Aku pamitan ke anak-anak panitia lain, dan langsung berlari menerjang hujan ke arah parkiran motor. Babah wes teles, yang penting aku tidak dikerumuni oleh sekeluarga besar kecoa (nulis sambil bergidik mbayangno). Aku menyalakan motor, dan melaju dibawah hujan yang masih tergolong deras.
            Sialnya, area didepan FISIP, Perpus, Parkiran Farmasi, depan Gedung C banjirnya parah. Airnya tinggi banget, dan aku jalan pelan-pelan supaya motorku gak kemasukan air dan mogok. Dan lepas dari banjir di area kampus, banjir di tempat lain menunggu:  SELURUH JALAN DIDEPAN KAMPUS B UNAIR TERENDAM AIR! Dan ketinggiannya gak main-main, sampai sebetis orang dewasa.
            Pada mulanya, aku ragu-ragu. Kalo kuterjang, bisa mogok motor ini. Pengalaman touring ke Ranu Agung kemarin, motor mogok gara-gara businya kemasukan air. Untungnya, ada mekanik-mekanik handal dari anak-anak Jatim Backpacker, tak butuh bengkel, dalam waktu 10 menit, beres sudah motorku seperti semula dan siap melanjutkan perjalanan ke Ranu Agung.
Tapi, tololnya, kenapa aku terjang juga motor ini sekarang? Airnya sumpah tinggi banget, mesin motorku sampai terendam. Dan meski sudah berjalan perlahan, arus air yang beriak-riak karena ada mobil yang lewat, membuat semakin banyak air yang masuk ke mesinku. Alhasil, didepan gerbang masuk Kampus B, motorku mogok. Aku dorong sampai dekat halte bus Flash, didekat gedung Magister (S2).
Itulah Nena: keras kepala dan jarang belajar dari pengalaman.
Setengah jam pertama, aku terdiam dibawah halte dengan pakaian basah kuyup. Mikir, gimana nih pulangnya? Gak tau ada bengkel atau tidak disini? Apa harus telepon ayahku? Aduh, gak ada pulsa dan baterai hp lemah lagi. Selama setengah jam aku mikir, tapi berusaha keras agar gak panik.
Kemudian, aku menuju motorku. Hujan masih turun. Aku naiki dan berusaha starter manual. Mesin hampir nyala. OMG. Aku nyalakan lagi, kali ini lebih keras dan....berhasil! Mesinku hidup! Tak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Tuhan, aku meng-gasnya sampai pol, eh... gak pol-pol banget sih, gak tega, pokoknya digas terus sampai mesinnya cukup panas. Selama lebih dari lima menit, aku gas terus motorku, memanaskan mesinnya agar siap tempur lagi di jalanan.
Setelah itu, aku kembali duduk di halte dan membaca novel Falling Out of Fashion oleh Karen Yampolsky, yang kubawa dari rumah. Selama hampir satu jam aku membaca novel, sambil lihat-lihat jalanan, apakah sudah surut atau belum? Kayaknya belum deh, akhirnya aku baca novel lagi, lalu jam 16:00 kembali memanaskan mesin motorku. Lalu, baca novel lagi.
Sampai kapan kayak gini?
Jam 16:30, aku rasa jalanan depan Kampus B mulai surut, terbukti dari melihat motor-motor di jalanan yang mesinnya tidak lagi terendam air. Roda-roda mobil pun tak terendam air. Gak separah tadi. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang. Saat hendak menyalakan motor, otakku tiba-tiba berteriak:
            UNAIR KAN PUNYA LEBIH DARI SATU PINTU MASUK...
LHA NGAPAIN DARI TADI GAK LEWAT JALANAN FAKULTAS HUKUM AJA????? KOK GAK KEPIKIRAN????
Duarr ._.
Meski belum tahu apa disana banjir atau tidak, tapi instingku mengatakan bahwa sebanjir-banjirnya jalanan keluar dari Fakultas Hukum, toh gak bakal separah jalanan depan Kampus B. Dan itu benar. Jalanan FH memang banjir, tapi gak parah, seenggaknya mesin motorku gak terendam air. Tapi, jalanan luar FH juga banjir, tapi semua ini gak separah jalan depan Kampus B yang bikin entah berapa belas motor mogok (aku lihat sendiri banyak yang mesinnya mati)
(bu walikota... mana bu walikota?)
Aku mencari trik, lewat jalan mana yang tidak akan kerendam banjir separah depan jln. Dharmawangsa (depan Kampus B). Aku berpikir, jalanan besar pasti tidak akan terendam, hanya jalan kecil/bukan jalan inti yang punya pengairan dan gorong-gorong yang payah yang bisa terendam banjir. Akhirnya, aku lewat jl.. lewat Ngagel (puter baliknya jauh), trus lewat ... , lanjut lewat jalanan Grand City dan SMA komplek, dan lanjut terus lewat jl. Kusuma Bangsa. Hujan masih turun deras, membasahi tubuhku yang tidak terlindungi jas hujan (bawa jas hujan tapi gak berguna karena jebol, robeknya sangat-sangat lebar pasca dipakai ke Ranu Agung, Probolinggo, bulan lalu).
Semuanya macet, jalan pelan, tapi setidaknya tidak ada jalan yang terendam (kecuali daerah Gembong). Intinya, semua tempat yang ku lewati, hanya jalanan depan Kampus B UNAIR (jl. Dharmawangsa) dan sebagian daerah Gembong banjir, merendam mesin motor dan membuat banyak motor mogok. Total berapa jam ini aku berputar-putar demi menghindari jalanan banjir ._.
Sampai rumah, jam 17:00.

Senangnya bisa kembali ke rumah dengan keadaan mesin motor baik-baik saja (well, bagiku, saat di jalanan, mesin motor adalah prioritas utama, bukan pengemudinya, jadi saat mogok aku lebih panik daripada saat aku sakit, hehe)

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template