Senin, 11 Januari 2016

THESE PEOPLE KNOWS ME BEST

Kalian pasti punya seseorang, atau beberapa orang, yang benar-benar ada di samping kalian saat susah. You might called it as a bestfriend. Orang-orang seperti ini, yang ada disaat kalian sedih, down, susah, kecewa, dan bakal menemani kalian apapun yang terjadi. Orang-orang seperti ini, adalah mereka yang bertahan, dikala yang lain hanya datang dan pergi di hidup kalian. Kadang, keberadaannya jauh dari kita, tak benar-benar ada disamping kita untuk menenangkan, tapi rasanya mereka ada disini. Mereka menghangatkan jiwa kita.

            Yeah, I have an inner-circle too. Entah apa yang membuat mereka datang ke hidupku, berteman denganku lalu menjadi sangat dekat denganku. Seperti diantara kami ada semacam medan magnet yang tak nampak, gaya tarik misterius yang membuat mereka bertahan menjadi temanku. Padahal, untuk menjadi “temanku” mereka harus melalui beberapa tahapan yang “sulit” seperti menghadapi naik-turunnya kondisi emosionalku, labilitas dalam diriku, bahkan tak jarang, mereka terkena efek sistemik atas tempramenku, kena amuk! Ya, aku harus mengakui bahwa aku tipe orang yang mudah tersulut emosi, dan kadang, orang lain juga kena efek dari kemarahanku. Meski setelah itu aku bakal merasa bersalah atas kelakuanku, dan aku berjanji ga akan melakukan the same thing to them, those people I loved the most.


            Mereka semua kukenal di masa-masa aku masih bersekolah SMA. Saat pertama kali menjejakkan langkah, mereka semua adalah orang asing bagiku. Mustahil rasanya membayangkan kami menjadi teman dekat, tapi itulah yang terjadi. Mereka adalah orang-orang ini, Annisatul Fauziah (Atul), Ulfa Amalia (Amal) dan M. Rizal. Semuanya adalah teman kelasku dari kelas X-1. Dan, tak ada yang mengira, selepas SMA, mereka tetap terus bertahan, tidak pergi dan tetap mendengarkanku, apapun yang ku keluhkan. Ada ikatan yang tumbuh diantara masing-masing mereka dan aku.
            Padahal, mereka juga bisa pergi dari hidupku, kalau mereka mau.
            Apa yang membuat aku dan mereka dekat?
            Apa yang membuat mereka bertahan berteman dengan seseorang yang tempramental sekaligus rapuh sepertiku? Apa feedback atau benefit yang mereka dapat? Ketika pertanyaan itu diajukan, maka jawabannya akan positif : TIDAK ADA. Tapi, itulah esensi pertemanan. Sukarela. We’re voluntary. We don’t taking, but only giving and giving.
            Aku terikat dengan Atul, waktu kelas 11, saat dia tengah menghadapi polemik dengan teman-teman sekelasku yang lain. Mulanya, hanya sebatas teman untuk bertanya soal-soal Matematika/Kimia/Fisika yang sulit, tapi lama-kelamaan kami jadi dekat. Semasa SMA, dia banyak bercerita tentang hubungan asmaranya padaku, yang sempat mengalami titik kritis saat SMA, tapi kini semuanya baik-baik saja. Atul adalah tipikal keras kepala, gigih, tegas dan pantang menyerah, sekaligus sedikit mellow dan dramatis dalam mengangap apapun yang ada di hidupnya. Dia baperan, juga cukup hemat tapi alasannya logis (kalau tidak bisa dibilang kikir, hehe).
Atul adalah satu-satunya yang akan mengiyakan keinginanku, atau ajakanku, sepanjang dia bisa dan waktunya tidak berbenturan. Aku sering main ke rumahnya, sekedar curhat atau malah dia yang membutuhkan kehadiranku untuk curhat padaku. We’ve share our deepest fears, scars and flaws.
Waktu di UMM DOME, Malang, sebagai delegasi olimpiade
Aku sudah bersama dengannya ke banyak sekali tempat, seperti nge-mall (like normal people does), hunting foto, jogging di KONI, lari pagi mengelilingi Suramadu, ke Pantai Goa China (berkendara selama 14 jam pulang pergi), sampai naik ke Gunung Penanggungan, 1653 mdpl, Mei 2015 (karena aku percaya, naik gunung itu akan membeberkan watak kita masing-masing). Sekarang, Atul tengah melanjutkan pendidikannya ke IPDN Jatinagor, Sumedang, mencoba mewujudkan mimpinya menjadi PNS atau seorang camat suatu saat nanti. Dia akan disana selama empat tahun, yang jelas sekali membuatku merasa sangat kesepian di Surabaya tanpa dirinya.

Foto tolol ini diambil sebelum Atul pergi ke IPDN Jatinagor, Sumedang
            Tinggal tersisa dua orang di Surabaya, Amal dan Rizal. Akan ku ceritakan tentang Amal. Mulanya, dia tidak dipanggil seperti itu. Nama panggilan awal masuk SMA adalah Ulfa, tapi nama panggilan saat lulus SMA adalah Amal, dan aku yang memberikan nama itu, hehe. Suatu pagi di kelas, aku memanggilnya Amal Jariyah (semacam sedekah gitu, yang biasa kita lihat di kotak-kotak sumbangan di masjid). Tentu saja dia protes, tapi sambil ketawa-ketawa dan akhirnya aku berhasil “ngompori” teman-teman yang lain untuk memanggilnya Amal juga, wkwk.

Sehabis pulang “shopping” di TP Pagi, hahaha
            Aku mulai duduk sebangku dengan Amal ketika masuk kelas 11 SMA. Aku mengenalnya sebagai sosok yang kalem (impresi awal), tapi ternyata impresi itu mbeleset (tidak tepat), bung! Amal adalah sosok yang bawel, ngomelan, tukang protes tapi punya sense of humor yang bagus. Tak jarang, kami ngikik kecil disela-sela jam pelajaran (yang ada gurunya pula). Sebangku dengan Amal selama dua tahun membuat hari-hariku terasa segar, karena dia juga cukup open minded, dan tipe-tipe orang yang sabar dalam menganalisa segala sesuatu. Dia juga cukup sabar menghadapiku. Dia juga cukup objektif, jadi ketika tahu aku salah, dia gak bakal memihak. Huuuu, gak seru, Mal :D
            Amal kini melanjutkan pendidikannya di UNTAG, mengambil jurusan Sastra Inggris. She’s good at it. Dia memang punya insting bagus dalam hal-hal yang berkaitan dengan grammar, hehe. Bakatnya itu sudah menonjol di SMA, menjadikan teman-teman kelasku selalu berlarian padanya jika ada sesuatu yang sulit di pelajaran Bahasa Inggris. Entah apa yang menjadikannya seperti itu, mungkin dari kecil kalau tidur, dia bantalan pake kamus Oxford, hehe.

Pake webcam ini, maafkan kalo jelek
            Terakhir kali aku ngobrol langsung dengan Amal, adalah bulan Oktober 2014. Kami bertemu di Kebun Bibit waktu itu terus lanjut #ExploreUNTAG wkwk. Entah apa yang kami obrolkan, yang jelas asik dan ngangeni, huhu. Amal sekarang ikut banyak organisasi kampus, beda dengan semasa SMA dulu yang sangat fokus ke pelajaran aja :)  Mangat ya luvvv!!!!!
            Terakhir, adalah Rizal. Satu-satunya teman laki-laki yang mau mendengarkanku. Kami tidak cukup dekat waktu awal-awal SMA, apalagi aku sering sekali memarahinya for unlogical reason. Maaf Zal. Tapi, dia bertahan sampai sekarang. Dia tidak pergi.
            Kami dekat saat aku mulai banyak curhat tentang “itu”. Taulah “itu” yang ku maksud siapa. Bagi yang belum, minat PM, gan! Dia sering godain aku waktu SMA dulu sama “itu” dan tak jarang, kami bekerja sama dengan cara mencari informasi melalui Rizal wkwk. Ku bongkar deh, semua disini. Kadang, aku juga curhat dengannya atas masalah lain, dan dia sering curhat juga soal impian besar dalam hidupnya : menjadi anggota TNI/Polri. Dengar kawan, aku akan mendukungmu, apapun impianmu. Asal amanah dan tidak jadi “oknum-oknum” ya ^^

Pas wisuda, duhh jadi kangen
            Rumahku dengan Rizal sangat dekat, tak  lebih dari 500 meteran. Aku sering ke rumahnya kalau lagi pengen cerita atau apa, dan dia mendengarkanku di sela-sela tugasnya menjaga warnet milik keluarganya. Banyak sekali yang dia lakukan untukku. Waktu dulu, pas loadcarry Wanala, aku sempat dipinjami sepatu trekking TNI milik bapaknya, dan sampai sekarang masih ada di bawah ranjangku. Entah dia udah lupa atau gimana, hehe. Dia juga meminjamiku beberapa buku paket IPS saat aku memutuskan ikut SBMPTN IPS. Oh ya, aku juga dulu sempat mengajaknya ikut bimbingan belajar gratis yang diadakan oleh KORPRI Pemda Jatim. Beberapa kali, dia menjemputku dan datang bersama ke bimbel. tapi seringnya sih berangkat sendiri-sendiri. Aku masih ingat ketololan yang kami lakukan :D
Sekarang, Rizal melanjutkan pendidikannya di STIESIA, ambil jurusan S-1 Akuntansi. Dia sudah semester 3 beranjak ke semester 4, tetapi masih menunggu waktu untuk ikut seleksi masuk bintara kepolisian, entah kapan itu lupa. Aku sih berharap dia bisa jadi anggota TNI/Polri seperti yang dia impi-impikan sepanjang hidupnya. Dia harus berhasil meraihnya. Kau dengar, Zal, aku mendukungmu? Aku tahu, minat dan bakatmu disana. KEJAR! Jangan nyerah, Zal.
***
            Sebenarnya, banyak yang sekali ingin ku tulis tentang mereka, tapi sebagian aku sudah lupa. Hal-hal kecil yang manis itu, sedikit banyak tersingkir oleh waktu. Aku hanya berhasil mengingatnya lewat foto-foto atau tulisan-tulisan yang tersimpan di laptop. Padahal, aku ingin menambahkan banyak sekali detail-detail kecil yang tolol tapi manis, sayang sekali aku sedikit lupa.
            Kadang, aku membayangkan, apa jadinya jika waktu SMA aku tidak masuk sekolah yang sama dengan mereka. Apakah aku bisa menemukan orang-orang sebaik dan setulus mereka? Apakah aku akan dipertemukan dengan mereka dalam kondisi yang lain? Bertemu, kenal, berteman, hingga menjadi seerat sekarang adalah takdir, campur aduk tangan Tuhan yang misterius. Mungkin, mereka memang didekatkan kepadaku oleh Tuhan, karena Tuhan tahu, aku terlalu rapuh tanpa keberadaan orang-orang dekat yang sangat memahamiku dan menerimaku apa adanya. Mereka adalah “delegasi” atau utusan, yang datang untuk menemani dan menguatkanku.
 Mereka, adalah prosentase kecil dari banyaknya teman yang ku miliki, yang mau mendengarkan keluh kesahku, masalah-masalahku, kekecewaan, kesedihan, rasa sakit dan segala luka-lukaku. Kehadiran mereka menyembuhkan segala luka yang menganga. Mereka yang memilih bertahan daripada pergi. Mereka adalah satu-satunya bintang yang berpijar cerah saat langit malam kelam. Aku menghargai ketulusan yang mereka berikan, aku menghargai kasih sayang yang mereka tawarkan, aku menghargai seluruh waktu yang kita habiskan bersama, sedetik sekalipun. Mereka pantas disebut sebagai sahabat, bahkan saudara tanpa hubungan darah ^^
             

TERIMA KASIH SUDAH BERTAHAN DAN TIDAK PERGI.

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template