Minggu, 30 Agustus 2015

Pantai Goa China dan Proyek Film Pendek yang Gagal

Travelling, berkelana, berpetualang, atau apapun sebutannya telah jadi hobi baru bagi banyak orang nih! Puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer rela dijabani demi tujuan masing-masing, entah refreshing, mencari inspirasi, ingin menyendiri, hunting foto, prewed, hingga terpengaruh ajakan persuasif dari teman, saudara, bahkan dari tayangan video dokumenter yang bikin kita cepat-cepat pergi dari rumah dan berkelana segera.
Well, semua petualangan itu biasanya direncanakan dengan matang. Tapi tidak di kasusku kali ini. Serba dadakan, tapi itu yang membuat gairah berkelana semakin menyala. Dan maaf sekali, perjalanan ini hampir satu tahun yang lalu tapi baru kutulis. LATEPOST. So...here, read and enjoy the story....

Bermula dari ajakan sobatku, Annisatul dan Bagus, yang secara spontan ke Pantai Goa China, Malang Selatan, besok Rabu (24/12/14). Aku yang biasanya tipe planner-person, mengiyakan saja ajakannya. Waktu itu sepertinya minggu tenang menjelang UAS. Aku lantas cepat-cepat menyiapkan apa yang perlu dibawa besok.


Uang, pastinya. Kartu identitas, STNK, kamera, properti, pakaian ganti hingga gitar akustik. Ada yang salah? Enggak, niatnya besok sekalian bikin film pendek disana. Atau semacam puisi yang diiringi latar belakang pantai dan mereka berdua (Annisatul dan Bagus) sebagai pemeran. Ide itu muncul tiba-tiba dan sama sekali gak direncanakan, tapi diniati saja. Siapa tahu bagus? Mereka berdua menyanggupi.
Kami bertiga merencanakan berangkat besok, jam 06.00 pagi. Ngaret, jadi jam 06.30 pagi baru berangkat. Sampai di pom bensin di Sidoarjo, jam 07.40, isi bensin dulu dan motor matic-ku tambah oli. Yap, karena dadakan, bahkan motor pun gak dicek! Bahkan, rem dan roda sama sekali gak dilihat baik apa enggak. Padahal jelas, perjalanan jauh. Ratusan kilometer, bung! Pucuk ke pucuk, dari Utara ke Selatan pulau Jawa.
Pukul 9 pagi, kami sudah ada di daerah Singosari. Isi bensin lagi. Mampir toilet sebentar, juga minum atau makan snack.
Setelahnya, kami nyampai didaerah Malang kota yang belum pernah ku jamah dengan motorku. Beautiful place. Kami menemui banyak hal, mulai dari kampus-kampus ternama di Malang, stadion Kanjuruhan, gereja tua yang cantik (pernah nampang di vlog-nya Bayu Skak), pedesaan dan sebagainya. Sampai akhirnya semua ingar-bingar kota Malang terlewati dan kami mulai memasuki dusun-dusun kecil.
Jalanan aspal mulai menghilang dan kami masuk ke perkampungan. Batu-batu dan kerikil, setapak tanah dan lumpur menghiasi jalanan. Kami ingat betul, siang-siang, jam 11-an, kami berhenti di depan sekolah dasar (SD) dan bertanya pada penduduk lokal. Asli, pedesaan banget. Sudah cukup jauh juga kami melangkah. Oh ya, kami bertanya kemana arah menuju pantai yang kami tuju, karena GPS dari hp Atul agak-agak menyesatkan. Setelahnya, kami terus berkendara. Juga sering berhenti untuk menanyakan arah. Sempat nyasar juga di pertambangan batu kapur, tapi akhirnya putar balik.
 Jalanan makin edan! Semakin terjal, sempit dan berbatu, jadi khawatir ada apa-apa dengan ban motor. Jika nasib ban motor tamat dan tidak ada bengkel, nasib pengendara motor juga ikutan tamat. Kami juga menemui jurang dan motorku pernah hampir gak kuat menaiki tanjakan, hingga rasanya ingin merosot. Mengerikan.
Masih di jalanan yang berbatu dan sempit, kami sempat melihat sebuah pantai di kejauhan. Dan bebatuan besar landmark pantai Goa China yang kukenal lewat foto di internet! Oh, tidak-tidak, tidak jauh. Cukup dekat! We are almost there! Itu membuat semangat kami kembali bangkit dan melajukan motor kembali.
Tapi....sebenarnya tidak terlalu dekat.
Motor kembali memasuki jalanan sunyi. Bebatuan berganti dengan tanah dan lumpur cokelat. Bukan lagi di perkampungan atau perkebunan, tapi hutan! Tak putus-putus ku berdoa. Yang lalu-lalang sangat jarang, rasanya hanya kami bertiga. Lebih mengerikan lagi, motor kami sempat terjebak di lumpur! Bahkan, motorku sempat jatuh ke samping, untungnya kecepatanku rendah, jadi tidak ada insiden yang mengerikan, mengingat samping kanan adalah jurang. Jika kami jatuh, entah siapa yang akan menolong.
Lalu, aku dan Bagus menyuruh Atul untuk berjalan ke depan untuk melihat apakah ada harapan, misal jalanan membaik atau ada rumah-rumah di kejauhan. Tidak ada. Dengan sedikit perdebatan, kami memutuskan untuk balik ke perkampungan untuk bertanya sekali lagi pada penduduk lokal. Dan..harus diakui. Kami sempat putus asa waktu itu. Ingin pulang.
Belum keluar dari hutan itu, kami bertemu orang. Bapak-bapak dengan motor dan alat pancing di punggungnya. Kami bertanya arah padanya, katanya jalan yang kami tempuh sudah benar. Kami diminta mengikuti dirinya. Putar balik. Sekali lagi, melewati jalanan berlumpur itu dengan ekstra hati-hati. Dan kami berhasil keluar dari hutan itu. Bertemu lagi dengan jalanan berbatu dan rumah-rumah penduduk. Ternyata, hutan itu cukup kecil areanya. Kami saja yang terlalu insecure.
Terus, terus berjalan, kami akhirnya sampai juga dijalanan beraspal! Cihuy! Dan pantai yang kami tuju bisa kami tempuh dalam waktu 10 menit saja. Di jalanan menuju pantai Goa China, bebatuan kerikil kembali menyapa. Kami harus mengemudi dengan hati-hati lagi. Disini kami melihat banyak sekali pengunjung berdatangan dari berbagai wilayah, tapi paling banyak dari plat N, W, atau L.
Jam 14:00 WIB. Sampai di area Pantai Goa China. Kami menuju ke tempat parkir dan membayar lima ribu. Lima ribu saja, sudah termasuk memasuki area pantainya. Aku mengganti sandal karetku dengan sepatu. Kaki mulai terasa sakit. Bukan karena apa-apa, tapi beberapa hari lalu ada loadcarry yang diadakan Wanala sebagai bagian dari Diklatsar XXXVII. Aku meminjam sepatu trekking Rizal dan itu kekecilan, sehingga bagian dalamnya menggores bagian tumit dan telapak kakiku. FYI, loadcarry adalah simulasi perjalanan/pendakian dengan membawa carrier yang diisi beban belasan kilogram. Berjalan berkilo-kilometer, bahkan sampai berlari, jalan jongkok atau merayap (pas balik di kampus C). Satu-satunya yang kukeluhkan pas loadcarry cuma kakiku yang membengkak dan didalamnya berisi air, dan jika diletuskan, akan bengkak itu akan mengempis dan terasa perih berhari-hari.
Okay, enough talking about it. Jadi, aku, Atul, Bagus, menuju musholla dulu untuk sholat (dijama’) dan ganti pakaian. Satu kejadian menarik adalah ketika Atul melarangku untuk memakai sesuatu berwarna merah. Katanya bisa membuat kita terseret ombak. Diculik oleh “pemilik pantai” ini. Dia juga memaparkan pengalaman saudaranya yang pernah sampai hilang. Aku tidak percaya dan mendebatnya, kita punya Tuhan yang akan melindungi dari semua itu, seharusnya kita merasa aman. Tapi lama-lama dituruti aja. It doesn’t mean I believe that. Lagian kerudung merah agak tidak matching dengan background biru-hijau dan putih (langit, dedaunan dan pasir pantai). Jadi aku tetap memakai kerudung hijau tuaku.
            Kami menuju ke kantin dulu, beli popmie. Tapi ujung-ujungnya cuma Atul yang beli popmie, wkwk, aku hanya minta. Abisnya, duit udah mulai tipis karena isi bensin. Udah habis berapa liter ini-_- 7 Liter mungkin. Ehmm...waktu itu harga premium berapa ya seliter? Sekitar 8000-an mungkin. Belum lagi duit abis buat ganti oli 40 ribu tadi-_-
            Sesudahnya, aku mulai men-direct mereka berdua untuk akting.
            Mulai dari mencipratkan air, berjalan beriringan, duduk-duduk, ngobrol, melihat langit, main gitar dan nyanyi, dan sebagainya. Nanti, akan digabung-gabung lalu dijadikan satu video dan diiringi musik serta puisi. Bahkan puisinya tentang apa dan siapa yang ngisi suara itu sama sekali belum terpikirkan. Yang penting shooting dulu. Kesempatan langka. Itu nanti...ketika sudah balik ke Surabaya.
scene akting













scene panorama






scene bonus
 sumpah mereka malah main buta-butaan -_- kuplak wkwk


dicipratin ama bagus pas ngerekam, mayak--"


semua screenshoot ini no editing, itu warna asli video dari kamera Nikon S3500
            Banyak kendala saat shooting “ala kadarnya” ini. Mulai dari terlalu banyak pengunjung di pantai sampai kesulitan nemu clean area, garis horizon yang tidak lurus (miring), bocor (ada bayanganku masuk ke video), gelap dan bayangan (ketika menghadap ke sisi timur pantai), lack of acting skill, rekaman video yang putus-putus (setelahnya, baru kusadari itu terjadi karena memory card-ku terlalu rendah class-nya. Untuk perekaman video, banyak yang menyarankan pake class 8 atau 10), hingga kepikiran pakai musik apa untuk mengomposisi latar suara.
            Tak lupa foto-foto, nyantai dan tiduran diatas pasir atau lumut-lumut. Aku baru nyadar diatas lumut itu ada hewan seperti cacing tapi bukan, yang menggeliat-geliat. Hii. Begitu mereka nyadar, langsung bangkit dan kabur. Wkwkw.
            Kami pulang dari pantai jam 16:30-an. Sangat-sangat sore. Kami harus melewati jalan bebatuan itu lagi, untungnya sudah sampai perkampungan ketika Magrib datang. Sempat tanya-tanya juga ke penduduk lokal, dan kami sampai didaerah berjalan aspal ketika menjelang Isya’. Dan musibah terjadi...banku bocor!
            Rasanya ada yang aneh ketika laju motorku mulai meliuk-liuk. Aku menurunkan kecepatan, menyadari ada yang salah dan mengklakson Bagus yang sedang mengemudi didepan. “Banku bocor” ucapku. Untungnya, ada tambal ban disebelah kiri jalan, tak lama setelah obrolan itu terjadi. Tapi tutup. Atul mengambil inisiatif untuk masuk kedalam dan menemukan nenek-nenek tengah menonton TV. Ia berkata bahwa suaminya, yang tambal ban, sedang tahlilan/yasinan dan sebentar lagi bakal balik. Kami disuruh menunggu di warungnya. Thanks God, nenek itu juga jual makanan dan snack. Kami memesan dua piring lontong tahu dengan harga @4000 rupiah. Wajah-wajah kelaparan melahap habis itu segera.
            Suaminya datang pukul 19.15, menawariku untuk ganti ban dalam. Aku langsung mengiyakan. Sembari menunggu, aku dan Atul sholat jama’ Magrib dan Isya dulu, lalu disusul oleh Bagus. Tempat tambal ban dan warung itu sebelahan pas dengan musholla. Btw, ditempat wudhunya ada banyak kodok gede-gede, serem.
            Tambal ban menghabiskan dana sekitar 40 ribuan, sudah termasuk ban dalam. Sebelum pergi, aku dengan absurd-nya membeli jajan rentengan yang rasanya gurih-pedes sebanyak...satu renteng! Mborong cin. Abisnya enak, lagian produksinya di Malang (beberapa minggu kemudian jajan itu muncul di Surabaya, jadi pingin ketawa tiap-tiap liat jajan itu hahah). Setelahnya, kami bergegas melanjutkan perjalanan. Kecepatan cukup tinggi  biar segera sampai rumah.
            Kami sempat makan malam di Singosari, tak jauh dari pasar Singosari, Malang. Nasi goreng di rumah makan pinggir jalan. Untungnya gak mahal, satu orang cuma 13 ribu, termasuk minum dan krupuknya. Sesudah Singosari, kami bergegas ngebut karena hari sudah malam. Jam 21:00 kami beranjak dari Singosari dengan kecepatan rata-rata 70-80 km/jam, jalanan aspal panjang dan rata membuat kami cepat sampai. Di pom bensin Aloha, Sidoarjo, kami berhenti untuk isi bensin dan tiduran. Cerita-cerita dan ketawa membuat hangat suasana, padahal malam sudah sangat larut, sudah jam 22:30 waktu disana. Ternyata kami bertiga sudah bersama selama hampir empat tahun. Banyak kisah-kisah yang sudah terlewati. Tetapi, setelah masa SMA berakhir justru membuat kami jauh lebih dekat daripada saat dulu didalam kelas.
            Tidak ada yang lebih baik dari pada ini semua. Malam-malam leyeh-leyeh di pom bensin mirip gembel, melihat langit dan bercerita tentang banyak hal. Mengenang tadi siang. Mengenang persahabatan yang terjalin cukup lama. Mengenang masa-masa SMA. Tertawa-tawa. Saling mem-bully. Didekat mereka aku merasa aman.
            Obrolan dan istirahat di pom bensin itu cuma 15 menit tapi terasa begitu magis.

            Sampai dirumah jam 01:30. Benar-benar tepar. Dan beberapa hari setelahnya, di rumah Atul, mengirim foto dan mencoba edit-edit video tapi gagal. Jelek banget “film pendek” besutanku. BHAHAHA. Udah cuma 720 p, video kadang putus-putus/korup, gak ada konsep yang jelas, gak ada ide buat puisi dan backsound musik. Alhasil, sampai detik ini, videonya cuma ngendon di laptop dan gak ada harapan buat diselesaikan :3

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template