Rabu, 19 Agustus 2015

Ngurus SIM C di Satpas Colombo - Fail Praktek (PART 2)



Dua minggu berlalu pasca kali pertama aku bertandang untuk mengurus SIM pertamaku, golongan C, (31/7). Sekarang, Jum’at, (14/8), aku kembali untuk remidi ujian teori. Fuh. *heavy breathing. Malam sebelumnya, aku gak belajar sama sekali, mengandalkan apa yang dulu pernah dipelajari. Latihan drama karang taruna nih *curcol. Paginya pun masih ogah-ogahan buka buku. Bangun telat pula.
            Tapi, jam 7 aku sudah ada dijalanan. Sendiri kali ini, gak ditemani ayah. As I always say, first time would never be so easy. Kali kedua, rasa-rasa nervous itu lenyap drastis. Jadi, 07:30 aku sudah di Colombo, memarkirkan motor dan berjalan ke arah loket. Pintu-pintu masih tertutup. Polisi-polisi dan PNS Satpas diberikan pengarahan dan apel pagi. Agenda rutin di hampir semua instansi resmi.

            08:00
            Pintu-pintu dibuka dan muncul seorang polisi bernama R. Nur, yang mem-briefing calon pejuang-pejuang SIM baru. Menyuruh mereka untuk segera tes kesehatan, sementara bagi yang sudah, diminta mengeluarkan KTP dan fotokopiannya. Aku bertanya, “Bagaimana yang ngulang, Pak?” Pak Nur mengatakan bahwa aku bisa langsung ke ruang tunggu teori. Aku mengangguk dan berterimakasih.
            Hanya ada satu orang di sana dan beberapa petugas berbatik. Aku segera mencari duduk dan membuka buku, mengulang-ulang soal, menjejalkan segala yang kubisa. Selagi belajar, petugasnya datang, “Mbaknya ngulang?”
“Ya.”
“Mana kertasnya?”
Segera ku rogoh tasku dan menemukan kertas hasil ujian teori dua minggu lalu, lalu menyerahkan ke bapak itu. Ia berjalan menjauh dan menstempelnya. Seorang bapak berwajah dingin dan berjaket coklat bertanya padaku, “Berapa umurmu?”
(who the hell are you?) (dalam hati) “19 pak.”
Ia mengangguk dan mengibaskan tangannya padaku. Anjir, apa itu tadi gestur mengusir? Emang w cewek apaan? Kurang ajar-_-
Puluhan menit berlalu dan pejuang SIM dari Knowledge Room datang berbondong-bondong ke ruang tunggu. Tak lama setelahnya, namaku dipanggil dari pengeras suara. Wah, perlakuan ekslusif pada orang yang remidi! Aku segera menutup bukuku dan memasuki ruangan.
“Ini.” Bapak berbaju batik yang lain menyodorkan hasil ujian teoriku dua minggu lalu. “Kerjakan kayak kemarin ya.”
#SerasaDiperintahGuruSMA #flashback
Aku memilih PC nomor 6, trauma ama nomor 7, kemarin milih ini gak lulus, lol. Aku meletakkan jaketku di laci dan tasku di lantai. Melihat berulang-ulang ke KTP untuk memastikan nomor KTP-nya gak salah dan mengetikkannya sebagai nomor registrasi tes teori. Enter 3x dan muncul soal pemanasan (pernah dibahas di postingan INI)
Memasuki soal yang sesungguhnya, secara otomatis aliran darah ke telapak tanganku menghilang. Dingin banget. Berdoa sepanjang mungkin sebelum menyentuh soal. Aku menatap soal dan jawaban berulang-ulang, memastikan tidak ada yang salah. Masih sama seperti dua minggu lalu. 25 detik yang mengintimidasi masih ada di pojok kanan atas layar. Tek, tek, tek, perlahan angkanya mengerucut ke 7 detik dan aku cepat-cepat menjawab.

I DID IT! Aku lulus! Nilaiku 77! Rasanya lemes campur bahagia, jadi ada kombinasi senyum-senyum sendiri dan raut tak percaya di wajahku. Tak segera ku beranjak, tapi mencoba memotret hasil ujian dengan Android jadoel Xperia X8 yang mulai renta. Dan...apa sobat? Gak kesimpen fotonya! Dasar hape kampret -_-
Aku berjalan menuju meja, menyerahkan hasil ujian pada dua orang polisi dan satu ibu-ibu berseragam batik. Ada Mas Wira loh! Masih ingat kan dia siapa? Baca postingan lalu doooong. Wkwk. Tapi entah mengapa jawaban pada lembar hasil ujianku lebih memuaskan ketimbang yang lain jadi tidak ada insiden #SalahFokus, lol.
“Mbak, ini hasil ujiannya. Meningkat pesat ya dari yang pertama, 57 jadi 77.” Ibu-ibu berseragam batik itu berkata. Serasa di evaluasi dosen. “Habis ini langsung ke ruang tunggu praktek, nunggu giliran sembari kita carikan berkasnya.” Ucapnya lagi dengan senyuman, yang kubalas juga dengan senyuman.
Aku lantas pergi dan berjalan menuju tempat praktek. Ramai orang disana. Beberapa lagi ujian dan sisanya menatap mereka yang ujian dengan tatapan cemas. Tak jarang ada kalimat seperti, “Aduh, aduh, garisnya!”, “Aku takut gak bisa”, atau “Pake matic apa gigian, ya?”
Setelah mengawasi singkat, aku lantas teringat jaketku yang di laci PC nomor 6. Njir, kelupaan. Aku berlari di sepanjang lorong sampai kerudungku berantakan dan bersyukur ketika belum ada satupun pejuang SIM kloter pertama yang ujian. Berjalan tanpa kata-kata ke PC nomor 6 dan ambil jaket. Seorang polwan yang sama dengan dua minggu lalu, baru sadar bahwa ada penyusup dan bertanya, “Ambil apa mbak?”
“Ini.” (mengacungkan jaket). Polwan itu lantas mengangguk.
“Iya, aku lihat mbak ini lari-lari.” Sebuah suara lantas nyeplos, membuat langkahku terhenti. Mas-mas berseragam batik. “Cepet banget larinya.”
#Belum tahu dia kalau saya mantan mapala. Eh, mantan calon. Mantan calon mapala yang sungguh trauma akan binjas.
Aku hanya cengengesan dan kabur.
09:13
Duduk di kursi merah, menunggu praktek, mataku mendeteksi satu sosok yang sepertinya ku kenal. Mbak yang “seems nice” dulu!
Mbak itu kali ini mengenakan kemeja warna merah. Ia berjalan ke arah pos depan lapangan praktek lalu ke parkiran. Oh, rupanya dia mengambil motornya sendiri untuk ujian SIM C. Ia menoleh ke arahku dan aku tersenyum sembari melambaikan tangan. Senang rasanya melihat wajah yang familiar ditengah kegundahan akan meliuk-liukkan motor di lintasan.
“Hai mbak.” Aku menyapa duluan.
“Iya dek.” Sahutnya, “Ayahmu gak ikut?”
“Kerja mbak.”
Mbaknya mengambil tempat duduk di sampingku, “Ngulang ta, mbak?”
“Iya dek. Angka 8-nya susah. Aku aja sampai latihan hari Minggu kemarin.”
Diam sejenak, kemudian, “Nama Dian belum dipanggil kan, dek?”
“Belum kok mbak.”
Tak lama setelahnya, nama Dian dipanggil dan ia bangkit dari tempatnya. Puzzle resolved, akhirnya tau namanya juga. Ia mengambil rompi biru yang wajib dikenakan dan berjalan ke arah motornya. Ia mengendarakannya dengan sangat hati-hati. Dan, dia lulus.
Sembari menunggu motornya yang dipakai bapak-bapak untuk ujian (dan bapak itu ngulang gara-gara kakinya menjejak tanah), namaku kemudian dipanggil. “Titip tas ya, mbak.” Ia mengangguk.
Didepan pos, darahku kembali menghilang dan rasa dingin itu menyergap. Aku memakai rompi yang diletakkan paling atas, nomor 7 (LAGI). Petugasnya memberikan map uji praktek untuk diisi nomor regis, nama, alamat, TTD. Setelah itu, partner-nya memberikan simulasi bagaimana mengendarai yang baik dan benar. Aku jadi grogi.
“Dek.” Suara Mbak Dian tiba-tiba muncul. “Tasmu tak taruh sini ya, aku mau bayar bank dulu.” Ia repot-repot membawakan tas ranselku yang cukup berat karena ada jaketnya.
***DEAR mbak Dian, jika kau membaca ini, maafkan aku yang membuatmu harus repot-repot membawa tasku. I’m so sorry***
“Oh iya mbak. Makasih.”
Ia berlalu sembari memindahkan motornya kembali ke parkiran.
------------NOW IS MY TURN------------------------
Petugas didalam pos itu mengejutkanku dengan satu kalimat mengerikan, “Silahkan Mbak Nena, ini giliran anda.”
 Aku berjalan dengan tarikan napas yang berat seperti orang sepuh. Menuju motor dan mempertimbangkan motor mana yang akan ku pakai. Matic? Keliatannya asik gak perlu pindah gigi, tapi karena stang kemudi-nya rendah, akhirnya aku memilih pakai Honda Repsol, motor gigian. Melihat mas yang kini tengah berusaha menyelesaikan lintasan.
Petugas didalam pos me-mention namaku dua kali baru aku berani menaiki motor itu. Dengan doa yang komat-kamit tentunya. Memasang helm, mengklik dan men-starter. Ngeri ngeriiii.
Aku menjalankan motor dengan hati-hati melintasi jalan zig-zag (track 1), dua kali. Lalu melewati angka 8 (track 2). Hampir saja ban depanku melewati garis putih, aku berhasil menguasai diri sebelum kakiku menyentuh tanah. Angka 8 dilakukan 2 putaran. Berhasil. Track nomor 3, meng-gas sekali lalu melambaikan tangan kanan (gak boleh ngegas lagi) sampai dibelakang pas garis STOP. Aku masuk pakai gigi 1. Sampai tengah lintasan, motorku hampir berhenti.
Shit, shit, shit, umpatku dengan berbisik. Jangan mati dulu, jangannnnnnn. Akhirnya mati juga tuh motor. Aku melihat pos, menggunakan gestur apakah aku harus lanjut atau tidak. Tak ada respon suara dari speaker, maka aku lanjut ke track lain.
            Track 4, melajukan motor perlahan dengan di rem. Jalanan sempit, tapi aku berhasil lalui. Track 5, jalan bergelombang, sukses juga. Terakhir, berkendara ke jalanan curam naik dengan gigi 1 lalu berhenti di belakang tanda STOP. Sukses juga. Lalu selesai, aku berjalan menuju pos dan menemui petugas.
            “Ini mbak.” Bapak itu menyerahkan selembar kertas bertuliskan tidak lulus ujian praktek, “Kembali lagi setelah tanggal ini, ya.”

            28 Agustus 2015. 2 minggu lagi.
            “Oh, kalau ada urusan, boleh ya gak sesuai sama tanggal?”
            “Iya, gak papa, asal lebih dari tanggal ini, bukan kurang dari.” Aku mengangguk paham dan mengucapkan terima kasih, lalu melepas rompi dan pergi. This is totally my fault. Gara-gara ngegas. Fyuh. Aku pikir bakal gagal di angka 8 ternyata tidak.
            Tapi, yasudah. 28 Agustus gak ada acara. Semula kupikir bakal ngulang tanggal 14 September. Sementara, tanggal 14 September aku (rencananya) masih di Argopuro. Masa iya, aku turun sendiri trus balik demi SIM? Melewatkan pesona Danau Taman Hidup, Cisentor, padang rumput, hutan lumut dan Puncak Rengganis? Yang benar saja.
            Alhamdulillah, seenggaknya gak mengintervensi jadwal muncak. Itu saja.
            SEMANGAT, PEJUANG SIM!

2 komentar:

  1. Halo mbak nena :)
    Untuk latihan hari minggu di satpas colombo bisanya jam berapa ya? Sebelumnya lihat di beberapa blog lain yang bilang bisanya cuma minggu sore aja. apa bener gitu mbak? Kalo mbak kemarin jam berapa ya?
    Terima kasih :)
    (dari Pejuang sim yang hampir 5 tahun)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai Nisa :D
      dulu hari minggu aku datang pagi, sepi. izin ke satpamnya untuk latihan (karena dia tanya, "mau apa mbak?") dan diizinkan kok :)
      pagi jam 8 kalo gak salah.. aku latihan setengah jam dan ngerasa cukup percaya diri, lalu pulang, hehe :)
      gak dibatesin waktu kok, pokoknya setahuku minggu bisa, entah pagi, siang atau sore ^^
      semangat ya buat SIM-nya :D

      Hapus

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template