Minggu, 14 Juni 2015

Sajak Ketinggian (Atau Kerinduan?)

Dokumentasi pribadi

Sore ini ku biarkan diriku tenggelam dalam buraian air mata. Tidak, tidak sepenuhnya menderas pada wajah, hanya titik-titik buram yang mewarnai sudut mata. Basah. Hatiku berkondisi sama. 

Tak ada emosi yang perlu dikontrol, setidaknya, sore ini saja. Sebagaimana sesuatu yang langka, dibiarkan sekehendak hatinya untuk melakukan apa saja. Jadi, aku tak menyalahkannya jika ia muncul dalam bentuk air mata, yang melembab saat ku tengah berkendara. 
Ia masih disana. Ia masih angkuh seperti biasa. Menantang pada ratusan kilometer di depan wajah. Ia selalu menyapa pada pagi hari yang bersih, kala polusi atau gumpalan-gumpalan awan menepi. Sering, ku dapati ia tersenyum, tersenyum mengejek tentunya, yang membuat sirna kegembiraan di jiwa. Atau justru, sesuatu yang berbeda. Menatapku dengan bijak, merangkul, melindungiku dengan tubuhnya yang gagah. Sepanjang hariku akan dibuat ceria, sesudahnya. 

Jika pagi mulai diwarnai oleh air, bukan romantisme pekat yang akan membuatku terburai-burai. Merindunya adalah suatu hal yang pasti. Tanpa sapaannya di awal hari, membuat seluruh jam seusainya tak berarti. Atau bila kelabu membayangi tudung langit, seperti sebuah selimut yang membentang luas ratusan kaki di atas kepala kita. Lepas sudah balon-balon kebahagiaan yang ku genggam. Semburat ke angkasa, bersemangat, berterbangan karena asupan helium di dalamnya. 

Dalam ribuan senja di hidupku, hanya pada senja ini ku menjumpainya. Menjumpainya di jalan yang sama, yang telah ku lewati, entah ke berapa kali. Langit amat bersih, dengan sapuan warna jingga, merah dan biru muda, melingkup. Sementara, ia masih disana. Masih berdiri dengan angkuhnya. 

Apa yang membuat emosiku bergejolak sore ini adalah misteri. Mungkin....mungkin hanya satu jawaban, yaitu kerinduan. Ia, dengan tiga atau empat puncaknya, menyapa di sore ini. Suatu sore biasa yang terlihat berbeda. Padahal, elemen-elemennya masihlah sama. Kendaraan motor yang berdesak, klakson yang bising, suara mesin yang mendesing, atau umpatan orang-orang yang tak sabar segera pulang ke rumah. Sore yang sama. 

Maka, ku kendarai motorku dengan perlahan, di jalan-jalan padat dan pekat oleh asap. Biarlah. Biarlah tujuan awalku berkendara menjadi hilang sementara. Agar ku bisa menatapnya lebih lama. 

"Kau." 
Selintas ku dengar suara, tapi tak tahu siapa yang berucap. 
"Kau. Siapa lagi? Sekarang, dengarkan aku baik-baik." 
Aku membisu. Ku dengarkan nada yang hangat itu sembari tetap menahan gas pada tangan. Melajukannya dengan perlahan. 

"Aku tahu, kini giliranmu untuk datang padaku. Aku tahu, kau sudah lama merindu. Datanglah kepadaku, maka akan ku hapuskan dukamu di atas puncakku." 

"Aku akan datang padamu. Aku berjanji akan mencicipi puncakmu, setelah sebelumnya menyiksa diriku dengan punggunganmu yang berbukit-bukit terjal. Kau satu-satunya yang ku inginkan saat ini." 

"Kalau begitu, datanglah. Tumpahkan hasratmu yang nyata-nyata kepadaku." 

"Pasti." 

Suara itu musnah. Menyisakan sedikit rasa dalam jiwa. Apa itu? Mungkin sedikit haru, sedih, bahkan marah. Marah pada keadaan. Kapan kesempatan itu datang? Sudah menulis hasutan pada dinding grup komunitas, tapi tak ada jawaban pasti. Ataukah ku harus datang sendirian? Ah, memangnya siapa aku, yang berani-beraninya mendatangi keangkuhannya dengan sendiri? 

Masih berharap untuk mencicipi puncakmu, atau medan-medanmu yang berbatu, yang akan membuat betisku kaku. 

Masih berhasrat menatap langitmu, dengan kopi panas di tanganku dan tenda di belakangku. Langit disana tentunya jutaan kali lebih gemerlap dari atap rumahku. 

Masih merindu dan mecandu, yang membuat perasaanku mengharu biru tak menentu. Kapan? Kapan? Kapan? Mendengung dan berpentalan di tempurung kepalaku, menendang-nendang, ingin keluar dan menjadi serpih nyata. 

Suatu saat. 

Jawaban yang rapuh. 

Semoga nadiku masih mengalirkan darah, ototku masih bisa menggerakkan raga, tulangku masih sanggup membawa diri berkelana di rimbamu yang tak terduga, Arjuno, Welirang, atau keduanya. 


Surabaya, 5 Juni 2015, dalam senja yang dipenuhi kerinduan dan harapan.

0 komentar:

Posting Komentar

Think twice before you start typing! ;)

 

Goresan Pena Nena Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template